Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

Pengantar Manajemen Bisnis Jasa

 


Pendahuluan

Dalam era globalisasi dan digitalisasi yang berkembang pesat, sektor jasa telah menjadi pilar utama dalam perekonomian banyak negara, termasuk Indonesia. Bisnis jasa tidak hanya mencakup layanan profesional seperti perbankan, kesehatan, dan pendidikan, tetapi juga sektor pariwisata, transportasi, teknologi informasi, hingga e-commerce. Berbeda dengan bisnis manufaktur yang berfokus pada produksi barang, bisnis jasa berorientasi pada pengalaman pelanggan dan kepuasan pengguna layanan.

Manajemen bisnis jasa adalah disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana mengelola organisasi yang bergerak di sektor jasa agar dapat memberikan nilai terbaik bagi pelanggan sekaligus mencapai tujuan bisnis yang berkelanjutan. Dalam bisnis jasa, keberhasilan tidak hanya bergantung pada kualitas layanan yang diberikan, tetapi juga pada bagaimana perusahaan memahami kebutuhan pelanggan, membangun hubungan jangka panjang, dan meningkatkan efektivitas operasionalnya.

Materi ini akan membahas tiga aspek utama dalam bisnis jasa, yaitu:

  1. Definisi Bisnis Jasa – Memahami konsep dasar dan ruang lingkup bisnis jasa dalam konteks ekonomi dan manajemen.
  2. Karakteristik Bisnis Jasa – Menjelaskan perbedaan utama antara produk barang dan jasa, termasuk sifat intangibility (tidak berwujud), inseparability (tidak dapat dipisahkan dari penyedia layanan), variability (bervariasi antar pelanggan), dan perishability (tidak dapat disimpan).
  3. Perbedaan Bisnis Jasa dengan Manufaktur – Menganalisis perbedaan mendasar antara bisnis berbasis layanan dan bisnis berbasis produksi, serta bagaimana strategi manajemen yang berbeda diterapkan dalam kedua model bisnis ini.

Memahami manajemen bisnis jasa sangat penting bagi pelaku usaha, profesional di berbagai industri, serta akademisi yang ingin mengembangkan strategi bisnis berbasis layanan. Dengan pemahaman yang mendalam, organisasi dapat meningkatkan daya saingnya di pasar yang semakin kompetitif serta memberikan layanan berkualitas tinggi yang memenuhi ekspektasi pelanggan.

Definisi Bisnis Jasa

Bisnis jasa adalah suatu bentuk usaha yang berfokus pada penyediaan layanan yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan, baik individu maupun organisasi. Berbeda dengan bisnis manufaktur yang menghasilkan produk fisik yang dapat disentuh dan disimpan, bisnis jasa lebih menitikberatkan pada pengalaman, kenyamanan, efisiensi, dan solusi atas kebutuhan tertentu yang dimiliki pelanggan.

Dalam literatur manajemen dan pemasaran, berbagai ahli telah memberikan definisi mengenai bisnis jasa. Menurut Kotler dan Keller (2016), jasa didefinisikan sebagai:

“Setiap tindakan atau aktivitas yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan atas sesuatu.”

Sementara itu, Zeithaml, Bitner, dan Gremler (2018) menjelaskan bahwa jasa adalah:

“Aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dan diproduksi serta dikonsumsi secara bersamaan.”

Definisi-definisi ini menunjukkan bahwa dalam bisnis jasa, tidak ada perpindahan kepemilikan barang fisik dari penyedia layanan kepada pelanggan. Sebagai gantinya, pelanggan menerima manfaat dari layanan yang diberikan, baik dalam bentuk keterampilan, keahlian, maupun pengalaman yang meningkatkan kepuasan mereka.

Ciri-Ciri Bisnis Jasa

Agar lebih memahami hakikat bisnis jasa, penting untuk mengenali karakteristik uniknya yang membedakannya dari bisnis berbasis produk fisik. Berikut adalah beberapa ciri utama bisnis jasa:

  1. Tidak Berwujud (Intangibility)
    • Produk jasa tidak dapat dilihat, diraba, atau disimpan sebelum dikonsumsi. Contohnya, layanan konsultasi hukum tidak menghasilkan barang fisik, tetapi memberikan solusi dan rekomendasi hukum kepada klien.
  2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability)
    • Produksi dan konsumsi jasa terjadi secara bersamaan. Misalnya, dalam layanan medis, pasien menerima perawatan dari dokter secara langsung dan tidak dapat dipisahkan dari proses penyediaan layanan tersebut.
  3. Bervariasi (Variability/Heterogeneity)
    • Kualitas layanan jasa dapat bervariasi tergantung pada siapa yang menyediakannya, kapan, di mana, dan dalam kondisi apa layanan tersebut diberikan. Sebagai contoh, layanan restoran bisa berbeda tergantung pada keterampilan dan sikap pelayan yang melayani pelanggan.
  4. Tidak Dapat Disimpan (Perishability)
    • Jasa tidak dapat disimpan untuk digunakan di kemudian hari. Jika suatu maskapai penerbangan tidak menjual kursi penerbangan pada jadwal tertentu, maka potensi pendapatan dari kursi tersebut hilang selamanya.

Contoh Industri dalam Bisnis Jasa

Bisnis jasa memiliki cakupan yang sangat luas, mencakup berbagai industri yang menyediakan layanan kepada pelanggan. Beberapa contoh industri bisnis jasa meliputi:

  1. Perbankan dan Keuangan
    • Memberikan layanan keuangan seperti tabungan, investasi, dan pinjaman kepada pelanggan.
    • Contoh: Bank BCA, Bank Mandiri, BRI, dan fintech seperti OVO dan GoPay.
  2. Kesehatan dan Medis
    • Menyediakan layanan perawatan kesehatan seperti pemeriksaan medis, operasi, dan farmasi.
    • Contoh: Rumah sakit, klinik, apotek, dan layanan telemedicine seperti Halodoc.
  3. Pendidikan dan Pelatihan
    • Meliputi sekolah, universitas, kursus online, dan pelatihan profesional.
    • Contoh: Universitas, bimbingan belajar, dan platform e-learning seperti Ruangguru dan Coursera.
  4. Transportasi dan Logistik
    • Layanan pengangkutan orang dan barang.
    • Contoh: Grab, Gojek, Blue Bird, dan JNE.
  5. Pariwisata dan Perhotelan
    • Layanan akomodasi, perjalanan, dan hiburan.
    • Contoh: Hotel, agen perjalanan, dan destinasi wisata seperti Bali dan Raja Ampat.
  6. Konsultasi Bisnis dan Profesional
    • Penyediaan layanan konsultasi dalam bidang hukum, manajemen, dan teknologi.
    • Contoh: Deloitte, PwC, dan McKinsey.

Bisnis jasa memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian global dan nasional. Dengan karakteristik uniknya, bisnis jasa harus dikelola dengan strategi yang berbeda dibandingkan bisnis manufaktur. Pemahaman yang baik tentang definisi, karakteristik, dan contoh industri jasa akan membantu mahasiswa dan praktisi bisnis dalam mengembangkan strategi manajemen yang efektif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan daya saing usaha.

Karakteristik Bisnis Jasa

Bisnis jasa memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari bisnis berbasis produk fisik (manufaktur). Sifat jasa yang tidak berwujud, tidak dapat disimpan, serta diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan membuat manajemen bisnis jasa memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan bisnis berbasis produk. Memahami karakteristik ini penting agar perusahaan dapat menyusun strategi pemasaran, operasional, dan pelayanan yang sesuai untuk meningkatkan kepuasan pelanggan serta daya saing bisnis.

1. Tidak Berwujud (Intangibility)

Salah satu perbedaan paling mendasar antara jasa dan produk fisik adalah ketidakwujudan jasa. Produk fisik dapat dilihat, disentuh, dicoba, dan diuji sebelum pembelian, sementara jasa tidak memiliki bentuk fisik yang dapat diraba atau disimpan sebelum dikonsumsi. Hal ini membuat pelanggan sering kali mengalami kesulitan dalam menilai kualitas suatu jasa sebelum mereka benar-benar menggunakannya.

Contoh:

  • Dalam layanan konsultasi keuangan, pelanggan hanya dapat merasakan manfaatnya setelah berdiskusi dengan konsultan dan menerapkan strategi yang disarankan.
  • Pendidikan adalah jasa yang hasilnya tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi dapat dirasakan dalam bentuk peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam jangka panjang.

Implikasi bagi bisnis:

  • Penyedia jasa harus membangun kepercayaan pelanggan melalui testimoni, ulasan pelanggan, sertifikasi profesional, atau pengalaman terdahulu untuk mengurangi ketidakpastian.
  • Merek dan reputasi menjadi faktor penting dalam pemasaran jasa karena pelanggan lebih cenderung memilih penyedia jasa yang memiliki kredibilitas tinggi.

2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability)

Berbeda dengan produk fisik yang dapat diproduksi di satu lokasi dan dikonsumsi di lokasi lain, jasa sering kali diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Dengan kata lain, interaksi langsung antara penyedia jasa dan pelanggan menjadi bagian integral dari proses penyampaian jasa.

Contoh:

  • Dalam layanan medis, dokter memberikan konsultasi dan perawatan kepada pasien secara langsung, sehingga produksi (pemberian layanan) dan konsumsi (penerimaan layanan) terjadi dalam waktu yang sama.
  • Dalam industri pariwisata, pengalaman perjalanan wisata sangat bergantung pada interaksi antara pemandu wisata dan wisatawan.

Implikasi bagi bisnis:

  • Kualitas jasa sangat bergantung pada keterampilan, profesionalisme, dan interaksi penyedia layanan dengan pelanggan.
  • Perusahaan jasa harus melatih karyawan mereka untuk memberikan pengalaman layanan yang konsisten dan berkualitas tinggi.

3. Variabilitas (Variability/Heterogeneity)

Jasa memiliki tingkat variasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk fisik karena layanan diberikan oleh manusia yang dapat memiliki gaya, keterampilan, dan pendekatan yang berbeda. Faktor lain seperti waktu, lokasi, dan suasana hati penyedia jasa juga dapat memengaruhi kualitas layanan yang diberikan.

Contoh:

  • Seorang pelanggan yang mengunjungi restoran di hari yang berbeda mungkin akan mendapatkan layanan yang berbeda dari pelayan yang berbeda, meskipun makanan yang disajikan sama.
  • Dalam layanan transportasi seperti taksi atau ride-hailing, pengalaman penumpang dapat sangat bergantung pada pengemudi yang mereka dapatkan.

Implikasi bagi bisnis:

  • Perusahaan jasa harus menerapkan standar pelayanan dan pelatihan karyawan agar kualitas layanan tetap konsisten.
  • Penggunaan teknologi, seperti sistem pemesanan otomatis dan chatbot, dapat membantu mengurangi variasi layanan dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

4. Tidak Dapat Disimpan (Perishability)

Jasa memiliki sifat tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan untuk digunakan di masa depan. Jika suatu jasa tidak digunakan pada waktu tertentu, maka kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari jasa tersebut akan hilang. Hal ini berbeda dengan produk fisik yang dapat disimpan dalam stok dan dijual di lain waktu.

Contoh:

  • Kursi pesawat yang tidak terjual pada suatu penerbangan tidak dapat disimpan untuk dijual di penerbangan berikutnya.
  • Kamar hotel yang tidak ditempati pada suatu malam akan kehilangan potensi pendapatan karena tidak dapat "disimpan" untuk digunakan di kemudian hari.

Implikasi bagi bisnis:

  • Perusahaan jasa harus mengoptimalkan permintaan dengan strategi seperti pemesanan awal, diskon untuk pemesanan di luar jam sibuk, dan sistem reservasi.
  • Industri jasa sering menggunakan teknologi seperti big data dan analitik untuk memprediksi permintaan dan menyesuaikan harga secara dinamis (dynamic pricing), seperti yang dilakukan oleh maskapai penerbangan dan hotel.

5. Pelanggan Berperan Aktif (Customer Participation)

Dalam bisnis jasa, pelanggan sering kali berperan langsung dalam proses produksi dan konsumsi layanan. Interaksi pelanggan dengan penyedia layanan sangat menentukan hasil akhir dan kepuasan yang diperoleh.

Contoh:

  • Dalam layanan salon, hasil akhir potongan rambut sangat dipengaruhi oleh preferensi pelanggan dan komunikasi mereka dengan penata rambut.
  • Dalam pendidikan, efektivitas pembelajaran tidak hanya bergantung pada pengajar, tetapi juga pada keterlibatan dan partisipasi aktif mahasiswa dalam proses belajar.

Implikasi bagi bisnis:

  • Perusahaan harus memastikan bahwa pelanggan memiliki pengalaman yang nyaman dan mudah selama proses layanan.
  • Penyedia jasa harus mendengarkan kebutuhan pelanggan, memberikan informasi yang jelas, dan melibatkan pelanggan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kepuasan mereka.

Bisnis jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari bisnis berbasis produk fisik. Sifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, variabilitas, tidak dapat disimpan, dan keterlibatan pelanggan dalam proses produksi layanan menuntut strategi manajemen yang berbeda dibandingkan dengan bisnis manufaktur. Perusahaan jasa perlu memahami karakteristik ini agar dapat menyusun strategi operasional, pemasaran, dan pengelolaan sumber daya manusia yang efektif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan keunggulan kompetitif.

Perbedaan Bisnis Jasa dengan Manufaktur

Dalam dunia bisnis, aktivitas ekonomi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu bisnis jasa dan bisnis manufaktur. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal produk, proses produksi, interaksi dengan pelanggan, dan manajemen operasional. Memahami perbedaan ini sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan strategi bisnis, pemasaran, serta pengelolaan sumber daya yang tepat.

Secara umum, bisnis manufaktur berfokus pada produksi barang fisik yang dapat disimpan, didistribusikan, dan dikonsumsi di kemudian hari, sementara bisnis jasa menawarkan pengalaman atau layanan yang tidak berwujud dan sering kali melibatkan interaksi langsung antara penyedia jasa dan pelanggan. Berikut adalah perbedaan utama antara bisnis jasa dan manufaktur berdasarkan beberapa aspek penting:

1. Produk: Berwujud vs. Tidak Berwujud

  • Bisnis Jasa: Produk yang ditawarkan dalam bisnis jasa bersifat tidak berwujud (intangible). Jasa tidak dapat dilihat, disentuh, atau disimpan dalam bentuk fisik. Produk jasa sering kali berupa pengalaman atau manfaat yang dirasakan oleh pelanggan melalui interaksi dengan penyedia layanan.
  • Bisnis Manufaktur: Produk dalam bisnis manufaktur bersifat berwujud (tangible), yang berarti dapat disentuh, dirasakan, diuji, dan diperlihatkan kepada pelanggan sebelum pembelian.

Contoh:

  • Konsultasi keuangan adalah jasa yang manfaatnya baru dapat dirasakan setelah pelanggan menerima rekomendasi dari konsultan.
  • Mobil yang diproduksi oleh pabrik otomotif adalah barang berwujud yang dapat diuji coba sebelum dibeli oleh pelanggan.

Implikasi:

  • Perusahaan jasa perlu lebih fokus pada pengalaman pelanggan dan strategi pemasaran berbasis bukti (testimoni, ulasan, dan reputasi) untuk mengurangi ketidakpastian pelanggan.
  • Perusahaan manufaktur dapat meningkatkan daya saing produknya dengan inovasi, desain, dan fitur yang dapat diuji langsung oleh pelanggan.

2. Proses Produksi: Terjadi Secara Bersamaan vs. Terpisah

  • Bisnis Jasa: Produksi dan konsumsi terjadi secara bersamaan (simultaneous production and consumption). Jasa diberikan saat pelanggan menggunakannya, sehingga tidak dapat diproduksi terlebih dahulu dan disimpan untuk digunakan nanti.
  • Bisnis Manufaktur: Produksi barang dilakukan terlebih dahulu sebelum konsumsi. Barang dapat dibuat di pabrik, disimpan dalam gudang, dan didistribusikan ke pasar sebelum dibeli oleh pelanggan.

Contoh:

  • Seorang dokter memberikan layanan medis secara langsung kepada pasien, sehingga proses produksi (diagnosis dan perawatan) dan konsumsi terjadi dalam waktu yang sama.
  • Sebuah pabrik sepatu dapat memproduksi ribuan pasang sepatu, menyimpannya di gudang, dan menjualnya kepada pelanggan kapan saja.

Implikasi:

  • Perusahaan jasa perlu memastikan tenaga kerja mereka memiliki keterampilan dan ketersediaan yang cukup untuk memberikan layanan sesuai permintaan pelanggan.
  • Perusahaan manufaktur dapat mengelola kapasitas produksi dan persediaan untuk memenuhi permintaan pasar secara efisien.

3. Standarisasi: Variabilitas vs. Konsistensi

  • Bisnis Jasa: Sulit untuk menstandarisasi layanan karena jasa bersifat variabel dan bergantung pada penyedia layanan, waktu, serta situasi tertentu. Pengalaman pelanggan dapat bervariasi tergantung pada siapa yang memberikan layanan dan bagaimana layanan tersebut diberikan.
  • Bisnis Manufaktur: Produk manufaktur dapat distandarisasi, karena barang diproduksi dengan spesifikasi yang sama menggunakan sistem kontrol kualitas yang ketat.

Contoh:

  • Dua pelanggan yang datang ke restoran pada hari yang berbeda mungkin akan mengalami perbedaan dalam layanan, tergantung pada siapa pelayannya dan bagaimana suasana saat itu.
  • Sebuah pabrik smartphone dapat menghasilkan ribuan unit dengan spesifikasi yang sama dan kualitas yang konsisten di setiap produk.

Implikasi:

  • Perusahaan jasa harus melatih tenaga kerja mereka agar memberikan layanan yang konsisten dan berkualitas tinggi. Penggunaan teknologi, seperti sistem otomatisasi dan standar operasional prosedur (SOP), dapat membantu mengurangi variasi dalam layanan.
  • Perusahaan manufaktur dapat mengadopsi teknologi canggih seperti robotika dan otomasi untuk memastikan setiap produk memiliki standar yang sama.

4. Penyimpanan: Tidak Dapat Disimpan vs. Dapat Diinventarisasi

  • Bisnis Jasa: Jasa tidak dapat disimpan atau diinventarisasi untuk digunakan di kemudian hari. Jika suatu jasa tidak digunakan pada waktu tertentu, maka peluang pendapatan akan hilang.
  • Bisnis Manufaktur: Produk manufaktur dapat diproduksi dalam jumlah besar, disimpan dalam gudang, dan dijual sesuai permintaan pasar.

Contoh:

  • Tiket pesawat yang tidak terjual pada suatu penerbangan akan kehilangan nilai ekonominya karena tidak dapat dijual kembali setelah penerbangan berangkat.
  • Sebuah pabrik elektronik dapat menyimpan stok televisi di gudang dan menjualnya kapan saja sesuai kebutuhan pasar.

Implikasi:

  • Perusahaan jasa perlu menerapkan strategi pemasaran yang mendorong pelanggan untuk menggunakan layanan pada waktu yang tersedia, seperti diskon untuk pemesanan awal atau tarif dinamis berdasarkan permintaan.
  • Perusahaan manufaktur harus mengelola persediaan mereka agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan stok.

5. Interaksi Pelanggan: Partisipasi Langsung vs. Terbatas

  • Bisnis Jasa: Pelanggan berpartisipasi langsung dalam proses penyediaan layanan. Interaksi antara penyedia layanan dan pelanggan sangat menentukan kualitas dan hasil akhir jasa yang diberikan.
  • Bisnis Manufaktur: Interaksi pelanggan lebih terbatas dan biasanya terjadi setelah produk jadi, seperti saat pelanggan membeli barang dari toko atau e-commerce.

Contoh:

  • Dalam layanan gym, pelanggan secara aktif menggunakan fasilitas dan berinteraksi dengan instruktur untuk mendapatkan manfaat dari layanan tersebut.
  • Pelanggan yang membeli laptop di toko elektronik hanya berinteraksi dengan penjual untuk memilih produk, tanpa ikut serta dalam proses produksinya.

Implikasi:

  • Bisnis jasa perlu mengembangkan keterampilan komunikasi dan hubungan pelanggan yang baik untuk menciptakan pengalaman layanan yang memuaskan.
  • Bisnis manufaktur dapat berfokus pada inovasi produk dan layanan purna jual untuk meningkatkan kepuasan pelanggan setelah pembelian.

Perbedaan mendasar antara bisnis jasa dan manufaktur mempengaruhi strategi manajemen, pemasaran, serta pengelolaan sumber daya dalam setiap jenis bisnis. Sifat jasa yang tidak berwujud, diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, sulit distandarisasi, tidak dapat disimpan, serta melibatkan interaksi langsung dengan pelanggan membuat pengelola bisnis jasa harus fokus pada pengalaman pelanggan, kualitas layanan, dan fleksibilitas operasional.

Di sisi lain, bisnis manufaktur yang berorientasi pada produksi barang berwujud, dapat disimpan, dan lebih mudah distandarisasi memerlukan strategi yang menekankan pada efisiensi produksi, manajemen rantai pasok, serta kontrol kualitas yang ketat. Dengan memahami perbedaan ini, perusahaan dapat menyusun strategi yang lebih efektif sesuai dengan karakteristik industri yang mereka jalankan.

Kesimpulan

Bisnis jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari bisnis manufaktur. Dengan memahami definisi, karakteristik, dan perbedaannya dengan bisnis manufaktur, perusahaan jasa dapat merancang strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Dalam era digital saat ini, banyak perusahaan jasa juga mulai mengadopsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik.

Daftar Pustaka

1.       Fitzsimmons, J. A., & Fitzsimmons, M. J. (2013). Service Management: Operations, Strategy, Information Technology (8th ed.). McGraw-Hill.

2.       Lovelock, C., & Wirtz, J. (2016). Services Marketing: People, Technology, Strategy (8th ed.). Pearson.

3.       Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management (15th ed.). Pearson.

4.       Zeithaml, V. A., Bitner, M. J., & Gremler, D. D. (2017). Services Marketing: Integrating Customer Focus Across the Firm (7th ed.). McGraw-Hill.

5.       Grönroos, C. (2007). Service Management and Marketing: Customer Management in Service Competition (3rd ed.). John Wiley & Sons.

6.       Hill, T. (2005). Operations Management in Service Industries and the Public Sector. Palgrave Macmillan.

7.       Lovelock, C. H. (2001). Services Marketing: A European Perspective. Prentice Hall.

8.       Edvardsson, B., Gustafsson, A., Johnson, M. D., & Sandén, B. (2000). New Service Development and Innovation in the New Economy. Studentlitteratur.

9.       Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1988). SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing, 64(1), 12-40.

10.   Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

11.   Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

12.   World Trade Organization (WTO). (2021). Trade in Services Data. Retrieved from https://www.wto.org

13.   International Labour Organization (ILO). (2021). Decent Work in the Service Sector. Retrieved from https://www.ilo.org

14.   OECD. (2021). Service Economy Growth Report. Retrieved from https://www.oecd.org

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengantar Manajemen Bisnis Jasa"

Posting Komentar