Pendekatan Penyusunan Anggaran
Pendahuluan
Dalam dunia bisnis, anggaran memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan perusahaan dapat mencapai tujuan finansial dan operasionalnya. Penyusunan anggaran yang efektif menjadi salah satu kunci keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya keuangan secara optimal. Proses penyusunan anggaran tidak hanya melibatkan angka-angka keuangan tetapi juga strategi yang matang serta pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Pendekatan
dalam penyusunan anggaran dapat berbeda tergantung pada karakteristik
perusahaan, kompleksitas operasi, dan budaya kerja yang diterapkan. Dua
pendekatan utama yang sering digunakan adalah top-down budgeting dan bottom-up
budgeting. Selain itu, metode zero-based budgeting dan incremental budgeting
juga menjadi pilihan bagi banyak perusahaan untuk mengelola keuangan mereka
secara lebih efektif.
Memahami
perbedaan serta kelebihan dan kekurangan dari berbagai pendekatan ini akan
membantu manajer keuangan dan tim anggaran dalam membuat keputusan yang tepat.
Dalam materi ini, kita akan membahas secara rinci masing-masing pendekatan
serta memberikan contoh dan studi kasus yang relevan.
Top-down
Budgeting vs Bottom-up Budgeting
Penyusunan anggaran adalah salah satu aspek
penting dalam perencanaan keuangan perusahaan. Dua metode yang umum digunakan
dalam penyusunan anggaran adalah Top-down Budgeting dan Bottom-up
Budgeting. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan yang
perlu dipertimbangkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan perusahaan.
1. Top-down Budgeting
Top-down budgeting adalah metode penyusunan
anggaran di mana proses dimulai dari level manajemen puncak. Manajemen puncak
menetapkan target anggaran secara keseluruhan dan kemudian mendistribusikannya
ke masing-masing departemen.
Karakteristik
Top-down Budgeting:
- Proses Sentralisasi: Anggaran
ditentukan oleh manajemen puncak tanpa banyak melibatkan level
operasional.
- Target yang Jelas: Manajemen
menetapkan target anggaran berdasarkan visi strategis perusahaan.
- Efisiensi Waktu: Proses
penyusunan anggaran dapat dilakukan lebih cepat karena keputusan berada di
tangan manajemen puncak.
- Standarisasi: Anggaran
lebih seragam dan dapat dikontrol dengan ketat oleh manajemen.
- Fokus pada Tujuan
Jangka Panjang: Mengutamakan pencapaian strategi perusahaan
secara keseluruhan.
Kelebihan
Top-down Budgeting:
- Konsistensi dengan
Tujuan Strategis: Karena anggaran ditetapkan oleh manajemen
puncak, maka selaras dengan visi dan strategi perusahaan.
- Proses Lebih Cepat: Penyusunan
anggaran dilakukan dengan lebih efisien karena tidak memerlukan masukan
dari berbagai level organisasi.
- Memudahkan Pengendalian
Anggaran:
Manajemen memiliki kontrol penuh atas pengalokasian dana dan dapat lebih
mudah menyesuaikan anggaran jika diperlukan.
Kekurangan
Top-down Budgeting:
- Kurangnya Keterlibatan
dari Level Operasional: Karyawan di level operasional
mungkin merasa kurang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
- Potensi
Ketidaksesuaian dengan Kebutuhan Operasional: Karena
anggaran ditentukan tanpa mempertimbangkan kebutuhan spesifik setiap
departemen, maka bisa terjadi ketidakseimbangan dalam alokasi dana.
- Potensi Ketidakpuasan
Karyawan:
Departemen yang merasa anggarannya dipotong tanpa mempertimbangkan kondisi
lapangan bisa mengalami penurunan motivasi.
Contoh
Kasus Top-down Budgeting:
Perusahaan multinasional A menetapkan target
penghematan biaya operasional sebesar 15% untuk tahun mendatang. Manajemen
puncak langsung menetapkan anggaran untuk setiap departemen tanpa konsultasi
terlebih dahulu. Meskipun target tercapai, beberapa departemen mengalami
kesulitan operasional karena pengurangan anggaran yang drastis. Akibatnya,
produktivitas sempat menurun sebelum akhirnya dilakukan penyesuaian kembali
oleh manajemen.
2. Bottom-up Budgeting
Bottom-up budgeting adalah metode di mana proses
penyusunan anggaran dimulai dari level operasional. Setiap departemen menyusun
anggarannya sendiri dan kemudian diajukan ke manajemen puncak untuk disetujui.
Karakteristik
Bottom-up Budgeting:
- Proses Partisipatif: Melibatkan
semua level organisasi dalam penyusunan anggaran.
- Detail yang Akurat: Setiap
departemen menyusun anggaran berdasarkan kebutuhan operasional yang nyata.
- Fleksibilitas yang
Lebih Besar: Setiap unit bisnis memiliki kebebasan untuk
mengusulkan anggaran berdasarkan kebutuhan spesifik mereka.
- Keputusan yang
Berbasis Data: Karena berasal langsung dari tim operasional,
anggaran lebih sesuai dengan realitas bisnis.
- Meningkatkan
Akuntabilitas: Dengan terlibat dalam penyusunan anggaran,
setiap departemen merasa lebih bertanggung jawab terhadap pengelolaan
anggaran mereka.
Kelebihan
Bottom-up Budgeting:
- Anggaran Lebih
Realistis:
Didasarkan pada kebutuhan operasional yang sebenarnya, sehingga lebih
mencerminkan kondisi di lapangan.
- Meningkatkan Motivasi
dan Rasa Memiliki: Karyawan merasa lebih terlibat
dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat meningkatkan loyalitas dan
kinerja mereka.
- Mampu Menyesuaikan
dengan Kondisi Pasar: Karena dibuat oleh pihak yang
lebih dekat dengan operasional, anggaran bisa lebih fleksibel terhadap
perubahan kondisi pasar.
Kekurangan
Bottom-up Budgeting:
- Proses yang Memakan
Waktu:
Melibatkan banyak pihak dalam penyusunan anggaran bisa menyebabkan
prosesnya lebih lama dibandingkan top-down budgeting.
- Potensi Anggaran yang
Terlalu Tinggi: Departemen cenderung mengajukan anggaran yang
lebih besar untuk mengantisipasi kebutuhan yang belum terduga.
- Kurang Konsisten
dengan Strategi Perusahaan: Jika tidak dikelola dengan baik,
anggaran yang diusulkan oleh berbagai departemen bisa tidak selaras dengan
tujuan strategis perusahaan.
Contoh
Kasus Bottom-up Budgeting:
Perusahaan manufaktur B menggunakan pendekatan
bottom-up budgeting. Setiap departemen menyusun anggaran mereka sendiri
berdasarkan kebutuhan operasional. Setelah melalui beberapa tahap revisi dan
persetujuan dari manajemen puncak, anggaran akhir disetujui. Meskipun prosesnya
memakan waktu lebih lama, hasilnya adalah anggaran yang lebih realistis dan
sesuai dengan kebutuhan masing-masing departemen. Hasilnya, efisiensi
operasional meningkat dan tingkat kepuasan karyawan terhadap kebijakan keuangan
perusahaan menjadi lebih baik.
Perbandingan
Top-down vs Bottom-up Budgeting
Aspek |
Top-down
Budgeting |
Bottom-up
Budgeting |
Proses |
Ditentukan oleh
manajemen puncak |
Ditentukan oleh
masing-masing departemen |
Kecepatan |
Cepat |
Lebih lama karena
melibatkan banyak pihak |
Akurasi |
Bisa kurang akurat
karena tidak mempertimbangkan detail operasional |
Lebih akurat karena
berbasis data operasional |
Partisipasi |
Rendah, hanya
melibatkan level atas |
Tinggi, melibatkan
seluruh departemen |
Keselarasan dengan Strategi |
Tinggi, karena
langsung ditentukan oleh manajemen |
Bisa bervariasi,
tergantung koordinasi antar departemen |
Motivasi Karyawan |
Rendah, karena
karyawan tidak terlibat langsung |
Tinggi, karena
karyawan memiliki peran dalam penyusunan anggaran |
Tidak ada metode penyusunan anggaran yang
sempurna. Top-down budgeting lebih cocok untuk perusahaan besar dengan struktur
hierarkis yang kuat dan membutuhkan efisiensi dalam pengambilan keputusan.
Sebaliknya, bottom-up budgeting lebih sesuai untuk perusahaan yang mengutamakan
fleksibilitas, akurasi, dan partisipasi dari seluruh organisasi.
Banyak perusahaan mengadopsi pendekatan hibrida,
yaitu mengombinasikan kedua metode ini untuk mendapatkan keseimbangan antara
kontrol manajemen dan akurasi anggaran. Dengan memahami perbedaan dan
keunggulan masing-masing metode, perusahaan dapat memilih pendekatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya.
Zero-based
Budgeting vs Incremental Budgeting
Dalam
proses penyusunan anggaran, terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk
menentukan alokasi dana yang optimal bagi perusahaan. Dua pendekatan yang umum
digunakan adalah Zero-based Budgeting (ZBB) dan Incremental Budgeting.
Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta cocok untuk kondisi yang
berbeda.
1. Zero-based Budgeting (ZBB)
Zero-based
budgeting adalah metode penyusunan anggaran di mana setiap periode anggaran
dimulai dari nol. Dalam pendekatan ini, setiap item pengeluaran harus dievaluasi
dan disetujui tanpa mengacu pada anggaran sebelumnya. Tujuan dari metode ini
adalah memastikan bahwa dana dialokasikan berdasarkan kebutuhan yang
benar-benar esensial, bukan hanya berdasarkan pola pengeluaran sebelumnya.
Karakteristik Zero-based Budgeting:
- Evaluasi Mendalam – Setiap departemen harus membenarkan setiap
pengeluaran yang diajukan, sehingga memastikan bahwa hanya pengeluaran
yang benar-benar diperlukan yang disetujui.
- Pendekatan Rasional – Semua biaya harus dikaji ulang dan tidak ada pos
anggaran yang diberikan secara otomatis berdasarkan anggaran sebelumnya.
- Fokus pada Prioritas – Anggaran dialokasikan berdasarkan kebutuhan
strategis perusahaan, bukan sekadar penyesuaian dari tahun sebelumnya.
Kelebihan Zero-based Budgeting:
- Mencegah Pemborosan – Dengan melakukan evaluasi dari nol, perusahaan dapat
mengeliminasi pengeluaran yang tidak diperlukan dan menghindari praktik
"carryover budget" yang tidak efisien.
- Fleksibilitas Tinggi – Karena tidak bergantung pada anggaran sebelumnya,
metode ini memungkinkan penyesuaian yang lebih baik terhadap perubahan
lingkungan bisnis.
- Meningkatkan Akuntabilitas – Setiap unit atau departemen harus dapat membenarkan
setiap biaya yang diajukan, sehingga anggaran lebih transparan dan
bertanggung jawab.
Kekurangan Zero-based Budgeting:
- Proses yang Memakan Waktu dan
Sumber Daya – Karena setiap pengeluaran
harus ditinjau dari awal, penyusunan anggaran dengan metode ini
membutuhkan waktu lebih lama dan tenaga kerja yang lebih banyak.
- Membutuhkan Analisis yang
Mendalam – Proses evaluasi setiap item
anggaran memerlukan analisis menyeluruh, yang bisa menjadi tantangan bagi
perusahaan dengan sumber daya terbatas.
Contoh Kasus Zero-based Budgeting:
Sebuah
perusahaan retail besar, Perusahaan C, mengalami penurunan profitabilitas
selama beberapa tahun terakhir. Untuk mengatasi masalah ini, manajemen
memutuskan untuk menerapkan zero-based budgeting dalam menyusun anggaran
tahunan mereka. Seluruh departemen diwajibkan untuk membenarkan setiap
pengeluaran yang diajukan, tanpa mengacu pada anggaran tahun sebelumnya.
Setelah proses evaluasi mendalam, ditemukan bahwa beberapa biaya operasional
dapat dikurangi tanpa mengorbankan kualitas layanan. Hasilnya, perusahaan
berhasil menghemat biaya operasional sebesar 20% dan meningkatkan
profitabilitas mereka.
2. Incremental Budgeting
Incremental
budgeting adalah metode di mana anggaran periode sebelumnya digunakan sebagai
dasar dengan penyesuaian kecil untuk periode berikutnya. Dalam pendekatan ini,
perusahaan menyesuaikan anggaran dengan menambah atau mengurangi jumlah
tertentu berdasarkan faktor seperti inflasi, pertumbuhan bisnis, atau perubahan
kecil lainnya.
Karakteristik Incremental Budgeting:
- Kemudahan Implementasi – Menggunakan anggaran tahun sebelumnya sebagai dasar,
sehingga proses perencanaan lebih cepat dan sederhana.
- Penyesuaian Minimal – Fokus utama dari pendekatan ini adalah menyesuaikan
angka berdasarkan faktor eksternal, tanpa melakukan evaluasi menyeluruh.
- Konsistensi dalam Perencanaan – Karena pendekatan ini mempertahankan struktur
anggaran dari tahun sebelumnya, stabilitas dalam keuangan perusahaan lebih
terjaga.
Kelebihan Incremental Budgeting:
- Proses yang Cepat dan Sederhana – Karena hanya melakukan penyesuaian kecil dari
anggaran sebelumnya, metode ini tidak membutuhkan analisis yang terlalu
mendalam.
- Memudahkan Perencanaan Jangka
Pendek – Dengan mempertahankan pola
anggaran yang sudah ada, perusahaan dapat lebih mudah merencanakan
kebutuhan operasional dalam jangka pendek.
- Minim Risiko Konflik Internal – Karena setiap departemen cenderung menerima
peningkatan anggaran yang seragam, kemungkinan terjadi ketegangan
antarunit lebih kecil.
Kekurangan Incremental Budgeting:
- Potensi Pemborosan – Karena anggaran disusun berdasarkan pola sebelumnya
tanpa evaluasi mendalam, pengeluaran yang tidak perlu dapat terus
berlanjut.
- Kurang Fleksibel dalam
Menghadapi Perubahan –
Jika terjadi perubahan besar dalam lingkungan bisnis, metode ini bisa
menjadi kurang efektif karena tidak mempertimbangkan faktor-faktor baru
secara mendalam.
- Tidak Mendorong Efisiensi – Karena anggaran diberikan berdasarkan pola
sebelumnya, tidak ada insentif kuat bagi setiap departemen untuk
mengoptimalkan pengeluaran mereka.
Contoh Kasus Incremental Budgeting:
Perusahaan
jasa D menggunakan pendekatan incremental budgeting dalam menyusun anggaran
tahunannya. Manajemen hanya menambahkan 5% dari anggaran tahun sebelumnya untuk
mengakomodasi inflasi dan kenaikan biaya operasional. Meskipun metode ini sederhana
dan cepat, perusahaan gagal mengidentifikasi pemborosan yang terjadi dalam pos
anggaran tertentu. Akibatnya, terdapat beberapa pengeluaran yang seharusnya
bisa dikurangi atau dialokasikan ke area yang lebih produktif.
Zero-based
budgeting dan incremental budgeting memiliki keunggulan dan kelemahan
masing-masing. Zero-based budgeting cocok digunakan oleh perusahaan yang ingin
melakukan evaluasi mendalam terhadap pengeluarannya dan menghilangkan pemborosan,
meskipun membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga dalam prosesnya. Sementara
itu, incremental budgeting lebih cocok untuk perusahaan yang ingin menjaga
stabilitas anggaran dan menghindari proses penyusunan anggaran yang terlalu
kompleks.
Pemilihan
metode yang tepat sangat bergantung pada kebutuhan dan kondisi perusahaan. Jika
perusahaan sedang dalam tahap efisiensi dan penghematan biaya, zero-based
budgeting mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Namun, jika perusahaan lebih
mengutamakan stabilitas dan kemudahan dalam penyusunan anggaran, incremental
budgeting dapat menjadi alternatif yang lebih praktis.
Kesimpulan
Pendekatan
penyusunan anggaran yang berbeda memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Pemilihan metode yang tepat tergantung pada karakteristik
perusahaan, kebutuhan operasional, dan lingkungan bisnis yang dihadapi. Dengan
memahami perbedaan antara top-down budgeting, bottom-up budgeting, zero-based
budgeting, dan incremental budgeting, perusahaan dapat menyusun anggaran yang
lebih efektif dan mendukung pencapaian tujuan bisnis.
Daftar Pustaka
- Garrison, R. H., Noreen, E. W.,
& Brewer, P. C. (2018). Managerial Accounting. New York:
McGraw-Hill Education.
- Kaplan, R. S., & Atkinson,
A. A. (2015). Advanced Management Accounting. Pearson Education.
- Anthony, R. N., &
Govindarajan, V. (2017). Management Control Systems. McGraw-Hill.
- Horngren, C. T., Datar, S. M.,
& Rajan, M. V. (2019). Cost Accounting: A Managerial Emphasis. Pearson.
- Hilton, R. W., Platt, D. E.,
& Maher, M. W. (2019). Cost Management: Strategies for Business
Decisions. McGraw-Hill Education.
- Mulyadi. (2016). Akuntansi
Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
- Simatupang, T. (2018). Pengelolaan
Keuangan Perusahaan. Bandung: Alfabeta.
- Supriyono, R. (2017). Akuntansi
Biaya dan Manajemen. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
0 Response to "Pendekatan Penyusunan Anggaran"
Posting Komentar