Bejana kehidupan
Dalam perjalanan hidup yang penuh liku, kita
adalah bejana yang ditempa oleh waktu. Waktu yang tak pernah bertanya, hanya
memberi dan mengambil dengan caranya sendiri. Ada saat angin bertiup lembut,
menyusupkan harapan di sela-sela hari yang bersinar cerah. Namun ada pula saat
badai mengguncang tanpa ampun, hampir memecahkan bejana yang telah kita isi
dengan mimpi dan doa.
Namun, hidup selalu memberi pilihan: apakah kita
akan menjadi bejana yang retak dan menyerah, atau tetap berdiri meski penuh
tambalan luka? Setiap manusia membawa takdirnya sendiri untuk mengisi bejana
kehidupannya—dengan cinta yang tulus, kesabaran yang tak berbatas, dan
kebijaksanaan yang tumbuh dari pengalaman pahit maupun manis.
Bila mengasihi terasa terlalu berat, jangan
biarkan kebencian menjadi tamu abadi di hati. Kebencian hanyalah bara api yang
diam-diam melahap kedamaian jiwa. Sebaliknya, jika cinta terasa sulit, biarkan
diam menjadi doa dan belas kasih yang tak bersuara. Sebab dunia tak butuh lebih
banyak hujatan, hanya lebih banyak keheningan yang penuh pengertian.
Kesempurnaan bukanlah piala yang mesti direbut.
Ia bukan berlian yang bersinar tanpa cela. Kesempurnaan adalah luka yang telah
sembuh, adalah tangis yang telah berubah menjadi senyum, adalah tangan yang
tetap terulur meski pernah terluka. Karena sejatinya, sempurna ada dalam cara
kita menerima hidup dengan ikhlas dan mensyukuri apa yang telah Tuhan titipkan.
Jadilah pemahat kehidupan yang bersyukur atas
setiap retakan dan keindahan sekaligus. Sebab dari retakan itulah cahaya bisa
masuk, menerangi ruang-ruang hati yang mungkin telah lama redup. Jangan takut
pada retakan, sebab ia adalah bukti bahwa kita pernah bertahan.
Bejana kehidupan tak perlu gemerlap, tak perlu
indah di mata dunia. Cukup penuh dengan cinta yang bersahaja dan ketulusan yang
tak mengenal pamrih. Sebab pada akhirnya, hidup bukan tentang mencari
kesempurnaan yang tak pernah ada, melainkan tentang menyempurnakan cinta,
harapan, dan kebahagiaan yang telah Tuhan titipkan di tangan kita.
Copyrigh Nono Sugiono
0 Response to "Bejana kehidupan"
Posting Komentar