Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

Etika dalam Bisnis Internasional

 

Pengantar

Etika dalam bisnis internasional mencakup prinsip dan standar moral yang diikuti oleh perusahaan ketika beroperasi di pasar global. Mengingat keragaman budaya, hukum, dan norma sosial di berbagai negara, etika bisnis internasional menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan etika bisnis domestik. Etika ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan tidak hanya mematuhi peraturan lokal tetapi juga beroperasi dengan cara yang etis dan bertanggung jawab di semua pasar tempat mereka beroperasi.

Bisnis internasional sering menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan antara kepatuhan terhadap hukum lokal dan menjaga standar etika yang tinggi. Isu-isu seperti korupsi, eksploitasi tenaga kerja, hak asasi manusia, dan dampak lingkungan menjadi beberapa aspek penting dalam etika bisnis internasional.

Prinsip-Prinsip Etika dalam Bisnis Internasional

Etika dalam bisnis internasional sangat penting dalam menjaga reputasi perusahaan, membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan, serta menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan berkelanjutan. Berikut adalah prinsip-prinsip utama yang harus diterapkan oleh perusahaan dalam menjalankan bisnis di tingkat global:

1. Kepatuhan terhadap Hukum dan Peraturan

Perusahaan harus mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku di negara tempat mereka beroperasi. Namun, kepatuhan hukum bukanlah satu-satunya standar etika. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:

  • Pemenuhan Standar Hukum Minimum: Setiap negara memiliki regulasi yang mengatur operasi bisnis, termasuk perpajakan, ketenagakerjaan, perlindungan konsumen, dan lingkungan. Perusahaan harus memastikan bahwa mereka mematuhi standar hukum minimum ini.
  • Integritas dan Tanggung Jawab: Kepatuhan hukum harus disertai dengan praktik bisnis yang beretika. Perusahaan tidak boleh mencari celah dalam hukum untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil.
  • Etika di Luar Hukum: Dalam beberapa kasus, hukum suatu negara mungkin tidak mencakup semua aspek yang dianggap etis secara global. Oleh karena itu, perusahaan harus menerapkan standar etika yang lebih tinggi daripada sekadar kepatuhan terhadap hukum.

2. Transparansi dan Akuntabilitas

Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci dalam membangun kepercayaan dengan pelanggan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya.

  • Keterbukaan Informasi: Perusahaan harus memberikan informasi yang akurat, jelas, dan jujur mengenai operasional, kinerja keuangan, dan kebijakan mereka.
  • Akuntabilitas atas Keputusan: Manajemen dan pimpinan perusahaan harus bertanggung jawab atas keputusan yang mereka buat serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
  • Pelaporan Keuangan yang Jujur: Manipulasi laporan keuangan atau menyembunyikan informasi penting dapat merusak reputasi perusahaan dan menyebabkan dampak hukum yang serius.
  • Komunikasi yang Jujur dengan Pemangku Kepentingan: Perusahaan harus berkomunikasi dengan jelas dan tidak menyesatkan dalam interaksi mereka dengan pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat.

3. Hak Asasi Manusia dan Kesejahteraan Pekerja

Perusahaan harus menghormati hak asasi manusia dan memastikan kesejahteraan pekerja di semua lokasi operasional mereka. Prinsip ini mencakup:

  • Upah yang Adil dan Layak: Pekerja harus menerima upah yang sesuai dengan standar internasional dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
  • Lingkungan Kerja yang Aman: Perusahaan harus menjamin kondisi kerja yang sehat dan aman bagi semua pekerja.
  • Perlakuan yang Tidak Diskriminatif: Semua karyawan harus diperlakukan dengan adil, tanpa diskriminasi berdasarkan ras, gender, agama, atau latar belakang lainnya.
  • Kebebasan Berserikat: Pekerja harus diberikan hak untuk membentuk serikat pekerja dan berpartisipasi dalam perundingan bersama tanpa adanya intimidasi atau pembalasan.
  • Tidak Ada Eksploitasi Tenaga Kerja: Perusahaan harus memastikan bahwa tidak ada praktik kerja paksa atau pekerja anak dalam rantai pasokan mereka.

4. Menghindari Korupsi dan Suap

Korupsi dan suap merupakan ancaman besar dalam bisnis internasional. Untuk memastikan bisnis yang bersih dan etis, perusahaan harus:

  • Menerapkan Kebijakan Antikorupsi yang Ketat: Perusahaan harus memiliki kebijakan yang jelas mengenai penolakan terhadap segala bentuk suap dan korupsi.
  • Melakukan Pelatihan Kepada Karyawan: Seluruh karyawan harus mendapatkan pemahaman yang baik mengenai dampak negatif korupsi serta cara menghindarinya.
  • Transparansi dalam Proses Bisnis: Perusahaan harus menghindari transaksi yang tidak jelas atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
  • Melaporkan Kasus Korupsi: Jika terjadi praktik korupsi dalam lingkungan bisnis, perusahaan harus melaporkannya kepada otoritas yang berwenang.

5. Kepedulian terhadap Lingkungan

Perusahaan harus memperhatikan dampak lingkungan dari operasional mereka dan berusaha untuk mengurangi jejak ekologis mereka dengan menerapkan praktik bisnis berkelanjutan. Hal ini meliputi:

  • Pengelolaan Limbah yang Bertanggung Jawab: Perusahaan harus menerapkan sistem daur ulang dan pengolahan limbah yang sesuai dengan standar lingkungan.
  • Pengurangan Emisi Karbon: Menggunakan energi terbarukan dan mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dapat membantu menekan dampak negatif terhadap perubahan iklim.
  • Konservasi Sumber Daya Alam: Penggunaan bahan baku harus dilakukan secara efisien untuk mengurangi eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
  • Pengembangan Produk Ramah Lingkungan: Perusahaan dapat berinovasi dalam menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan dan memiliki dampak minimal terhadap ekosistem.
  • Kemitraan dengan Komunitas Lokal: Bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk memastikan bahwa operasi bisnis tidak merusak ekosistem atau mengganggu kehidupan mereka.

Prinsip-prinsip etika dalam bisnis internasional menjadi landasan bagi perusahaan dalam menjalankan operasional yang bertanggung jawab. Dengan menerapkan kepatuhan terhadap hukum, transparansi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, penolakan terhadap korupsi, dan kepedulian terhadap lingkungan, perusahaan dapat membangun reputasi yang baik serta memastikan keberlanjutan bisnis mereka di pasar global. Penerapan prinsip-prinsip ini tidak hanya memberikan manfaat bagi perusahaan tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.

Tantangan Etika dalam Bisnis Internasional

Bisnis internasional menghadapi berbagai tantangan etika yang kompleks karena beroperasi di lingkungan yang beragam secara budaya, hukum, ekonomi, dan politik. Memahami tantangan ini sangat penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa praktik bisnis mereka tetap etis dan sesuai dengan standar global.

1. Perbedaan Budaya dan Norma

Setiap negara memiliki budaya dan norma yang berbeda, yang dapat mempengaruhi pandangan tentang apa yang dianggap etis dalam bisnis. Misalnya, praktik negosiasi yang dianggap wajar di satu negara bisa saja dipandang sebagai bentuk suap di negara lain. Perusahaan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya lokal dan menyesuaikan kebijakan mereka tanpa melanggar nilai-nilai dasar etika global.

Selain itu, perbedaan dalam konsep keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial juga dapat menimbulkan tantangan. Dalam beberapa budaya, hubungan personal dan koneksi memainkan peran besar dalam dunia bisnis, sementara di budaya lain, transparansi dan meritokrasi lebih diutamakan. Perusahaan harus menyeimbangkan adaptasi terhadap budaya lokal dengan tetap mempertahankan prinsip etika universal.

2. Kepatuhan terhadap Berbagai Peraturan

Mengelola kepatuhan terhadap berbagai peraturan di berbagai negara merupakan tantangan yang sangat kompleks bagi perusahaan multinasional. Setiap negara memiliki sistem hukum yang berbeda, dan beberapa negara menerapkan regulasi yang lebih ketat dibandingkan yang lain. Perusahaan harus memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan lokal sambil tetap berpegang pada standar etika global.

Sebagai contoh, peraturan mengenai perlindungan lingkungan, hak-hak pekerja, dan standar keselamatan kerja bisa sangat bervariasi. Beberapa negara mungkin memiliki regulasi yang lebih longgar dalam aspek ini, yang dapat menggoda perusahaan untuk mengabaikan standar yang lebih ketat yang mereka terapkan di negara asalnya. Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan harus menerapkan kebijakan kepatuhan yang kuat serta memiliki tim hukum yang memahami regulasi di berbagai yurisdiksi.

3. Eksploitasi dan Perlakuan Tidak Adil

Di beberapa negara, praktik bisnis yang melibatkan eksploitasi pekerja atau perlakuan tidak adil masih terjadi, terutama di sektor manufaktur dan industri padat karya. Tantangan ini mencakup praktik kerja paksa, pekerja anak, upah yang sangat rendah, serta kondisi kerja yang tidak manusiawi.

Perusahaan perlu memastikan bahwa rantai pasokan mereka bebas dari praktik-praktik yang tidak etis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi kode etik pemasok, melakukan audit berkala, dan bekerja sama dengan organisasi internasional yang berfokus pada hak asasi manusia. Konsumen dan pemangku kepentingan saat ini semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan terkait bagaimana mereka memperlakukan pekerja di seluruh rantai pasokan mereka.

4. Pengaruh Politik dan Ekonomi

Lingkungan politik dan ekonomi di negara tempat perusahaan beroperasi dapat mempengaruhi keputusan etis yang harus mereka ambil. Beberapa negara memiliki pemerintahan yang otoriter atau sistem hukum yang tidak stabil, yang dapat membuat perusahaan harus berurusan dengan regulasi yang berubah-ubah, birokrasi yang korup, atau kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip etika bisnis internasional.

Sebagai contoh, dalam beberapa kasus, pemerintah setempat mungkin meminta perusahaan untuk berpartisipasi dalam praktik yang dapat merugikan lingkungan atau masyarakat, seperti membayar pajak dalam jumlah yang tidak wajar atau berinvestasi dalam proyek yang merugikan komunitas lokal. Dalam situasi ini, perusahaan harus mempertimbangkan bagaimana mereka dapat tetap beroperasi tanpa mengorbankan nilai-nilai etika mereka.

Selain itu, fluktuasi ekonomi juga dapat menimbulkan dilema etika. Dalam situasi krisis ekonomi, beberapa perusahaan mungkin tergoda untuk memangkas biaya dengan cara yang tidak etis, seperti mengurangi standar keselamatan kerja atau tidak memberikan kompensasi yang adil bagi pekerja.

Tantangan etika dalam bisnis internasional sangat kompleks dan bervariasi tergantung pada lingkungan budaya, hukum, ekonomi, dan politik di setiap negara. Perusahaan yang ingin beroperasi secara etis harus memiliki pemahaman mendalam tentang berbagai tantangan ini dan mengembangkan strategi yang memungkinkan mereka untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip etika global sambil tetap menghormati peraturan dan norma lokal. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap standar internasional akan membantu perusahaan membangun reputasi yang baik dan menciptakan bisnis yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

Strategi untuk Mengelola Etika dalam Bisnis Internasional

Dalam dunia bisnis internasional yang kompleks, perusahaan menghadapi tantangan etika yang beragam di berbagai negara. Untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab, perusahaan perlu menerapkan strategi yang efektif dalam mengelola etika. Berikut adalah strategi utama yang dapat digunakan perusahaan untuk menjaga integritas dan kepatuhan etika dalam lingkungan bisnis global:

1. Kebijakan Etika yang Jelas dan Konsisten

Perusahaan harus memiliki kode etik yang jelas dan menerapkannya di seluruh operasi internasional mereka. Kode etik ini harus mencerminkan nilai-nilai inti perusahaan serta standar etika internasional, seperti yang ditetapkan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan United Nations Global Compact (UNGC).

Kode etik ini harus mencakup aspek-aspek penting seperti:

  • Kepatuhan terhadap hukum lokal dan internasional
  • Larangan terhadap korupsi dan suap
  • Perlindungan hak asasi manusia dan hak pekerja
  • Tanggung jawab lingkungan
  • Prinsip transparansi dan akuntabilitas

Penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan secara konsisten di seluruh unit bisnis dan lokasi operasional, tanpa pengecualian.

2. Pelatihan dan Kesadaran

Pelatihan etika bisnis sangat penting untuk memastikan bahwa semua karyawan memahami standar etika perusahaan dan bagaimana menerapkannya dalam praktik sehari-hari. Pelatihan ini harus mencakup:

  • Studi kasus mengenai dilema etika dalam bisnis internasional
  • Simulasi dan skenario yang memungkinkan karyawan memahami dampak keputusan etika mereka
  • Panduan untuk mengidentifikasi dan melaporkan pelanggaran etika

Pelatihan ini harus dilakukan secara berkala dan diperbarui sesuai dengan perubahan peraturan dan kebijakan global. Selain itu, perusahaan harus mendorong kesadaran etika dengan mengkomunikasikan nilai-nilai etika secara terus-menerus melalui media internal seperti buletin perusahaan, forum diskusi, dan pertemuan reguler.

3. Sistem Pelaporan dan Pengawasan

Perusahaan perlu menyediakan mekanisme yang memungkinkan karyawan dan pemangku kepentingan untuk melaporkan praktik tidak etis tanpa takut akan pembalasan. Sistem pelaporan yang efektif harus:

  • Menyediakan jalur komunikasi yang aman dan anonim bagi pelapor
  • Melibatkan tim independen dalam penyelidikan kasus etika
  • Memastikan adanya perlindungan terhadap pelapor (whistleblower protection)

Dengan adanya sistem pelaporan yang transparan dan terpercaya, perusahaan dapat lebih mudah mendeteksi dan mengatasi masalah etika sebelum menjadi krisis besar.

4. Audit dan Penilaian Berkala

Perusahaan harus secara rutin menilai dan mengevaluasi praktik bisnis mereka untuk memastikan kepatuhan terhadap standar etika yang telah ditetapkan. Audit etika dapat dilakukan oleh tim internal atau oleh pihak eksternal yang independen.

Komponen penting dari audit etika meliputi:

  • Pemeriksaan kepatuhan terhadap kode etik dan kebijakan perusahaan
  • Evaluasi transparansi dalam pengambilan keputusan
  • Identifikasi area yang berpotensi memiliki risiko etika
  • Rekomendasi perbaikan untuk meningkatkan budaya etika di dalam organisasi

Audit ini harus dilakukan secara berkala dan hasilnya harus digunakan untuk mengembangkan strategi yang lebih baik dalam meningkatkan kepatuhan etika di masa depan.

5. Keterlibatan dan Dialog dengan Pemangku Kepentingan

Dalam bisnis internasional, keterlibatan dengan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, LSM, mitra bisnis, dan masyarakat lokal sangat penting untuk membangun reputasi yang baik dan memahami ekspektasi etika di berbagai wilayah.

Strategi keterlibatan ini meliputi:

  • Berpartisipasi dalam forum bisnis dan konferensi tentang etika
  • Membangun hubungan dengan regulator dan otoritas lokal
  • Berkolaborasi dengan organisasi non-pemerintah dalam proyek keberlanjutan dan tanggung jawab sosial
  • Mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam rantai pasokan dan hubungan bisnis

Dengan mendengarkan dan berinteraksi secara aktif dengan pemangku kepentingan, perusahaan dapat mengantisipasi risiko etika dan mengambil langkah-langkah yang lebih proaktif dalam memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab.

Mengelola etika dalam bisnis internasional membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh elemen perusahaan. Dengan menerapkan kebijakan etika yang jelas, memberikan pelatihan yang berkelanjutan, menyediakan sistem pelaporan yang efektif, melakukan audit berkala, dan berinteraksi dengan pemangku kepentingan, perusahaan dapat menciptakan budaya etika yang kuat. Strategi ini tidak hanya membantu perusahaan mematuhi peraturan tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik, memperkuat reputasi perusahaan, dan mendukung keberlanjutan bisnis di pasar global.

Contoh Kasus Etika dalam Bisnis Internasional

1. Nike dan Isu Ketenagakerjaan

Nike, sebagai salah satu merek olahraga terbesar di dunia, pernah menghadapi kritik tajam terkait praktik ketenagakerjaan yang tidak etis dalam rantai pasokannya. Pada tahun 1990-an, berbagai laporan investigasi mengungkap bahwa beberapa pabrik pemasok Nike di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, dan Kamboja menerapkan kondisi kerja yang buruk. Buruh dilaporkan bekerja dengan jam kerja yang panjang, menerima upah yang sangat rendah, dan mengalami perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk pelecehan fisik dan verbal dari manajemen pabrik.

Isu ini memicu reaksi keras dari masyarakat internasional, organisasi hak asasi manusia, dan aktivis buruh yang menuntut Nike untuk bertanggung jawab atas kondisi di pabrik pemasoknya. Tekanan yang semakin besar memaksa Nike untuk mengambil langkah-langkah korektif. Perusahaan mulai menerapkan kebijakan ketat terhadap pemasoknya, termasuk peningkatan standar ketenagakerjaan, penghapusan pekerja anak, serta transparansi yang lebih besar dalam audit rantai pasokan. Saat ini, Nike telah berkomitmen pada kebijakan keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja di seluruh rantai pasokannya.

2. Walmart dan Tanggung Jawab Sosial

Walmart, sebagai peritel terbesar di dunia, telah menghadapi berbagai tuduhan terkait praktik bisnisnya yang dianggap tidak adil terhadap pemasok dan pekerja. Salah satu isu yang mencuat adalah tekanan besar terhadap pemasok untuk menurunkan harga secara signifikan, yang berdampak pada kondisi kerja yang kurang layak dan upah rendah bagi buruh di berbagai negara. Selain itu, Walmart juga dikritik karena kebijakan ketenagakerjaannya di AS, yang mencakup pembayaran upah rendah kepada karyawan serta hambatan terhadap upaya pekerja untuk membentuk serikat pekerja.

Di sisi lain, Walmart juga berupaya meningkatkan tanggung jawab sosialnya melalui berbagai inisiatif. Perusahaan telah memperkenalkan program keberlanjutan yang berfokus pada pengurangan emisi karbon, efisiensi energi, dan penggunaan bahan baku yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, Walmart juga menerapkan kebijakan fair trade pada beberapa produknya untuk mendukung kesejahteraan petani dan pekerja di negara berkembang. Meskipun masih menghadapi tantangan etika dalam bisnisnya, Walmart terus berusaha meningkatkan citra dan dampak sosialnya melalui kebijakan keberlanjutan dan keterlibatan dengan komunitas global.

3. Volkswagen dan Skandal Emisi

Pada tahun 2015, Volkswagen (VW), salah satu produsen mobil terbesar di dunia, terlibat dalam skandal besar yang dikenal sebagai "Dieselgate". Investigasi yang dilakukan oleh Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat mengungkap bahwa VW telah menggunakan perangkat lunak ilegal dalam kendaraan diesel mereka untuk memanipulasi hasil uji emisi. Saat diuji di laboratorium, kendaraan-kendaraan tersebut menunjukkan kadar emisi nitrogen oksida (NOx) yang rendah dan sesuai dengan regulasi lingkungan. Namun, dalam kondisi nyata di jalan, emisi yang dihasilkan jauh melebihi batas yang diizinkan.

Skandal ini tidak hanya merugikan citra Volkswagen secara global, tetapi juga menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar. Perusahaan menghadapi tuntutan hukum dari berbagai negara, denda miliaran dolar, serta kepercayaan konsumen yang anjlok. Akibatnya, Volkswagen harus melakukan restrukturisasi besar-besaran dalam strategi bisnisnya, termasuk investasi besar dalam kendaraan listrik dan energi bersih untuk memulihkan reputasinya sebagai perusahaan otomotif yang bertanggung jawab secara etis dan lingkungan.

Kasus ini menjadi contoh penting tentang bagaimana ketidakjujuran dan pelanggaran etika dalam bisnis dapat berujung pada konsekuensi serius, baik dalam aspek hukum, finansial, maupun kepercayaan publik. Skandal Volkswagen menegaskan pentingnya transparansi, kepatuhan terhadap regulasi, serta komitmen terhadap praktik bisnis yang jujur dan bertanggung jawab.

Ketiga kasus di atas menunjukkan bahwa tantangan etika dalam bisnis internasional dapat berdampak signifikan terhadap keberlangsungan dan reputasi perusahaan. Nike harus memperbaiki kebijakan ketenagakerjaannya untuk menanggapi kritik global, Walmart menghadapi dilema antara tekanan biaya dan tanggung jawab sosial, sementara Volkswagen mengalami krisis besar akibat ketidakjujuran dalam pelaporan emisi. Dari kasus-kasus ini, perusahaan dapat belajar bahwa etika bisnis bukan sekadar kepatuhan terhadap hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial yang lebih luas.

Penutup

Etika dalam bisnis internasional adalah aspek yang sangat penting dan kompleks dari operasi global. Perusahaan yang sukses dalam menavigasi tantangan etika ini tidak hanya mematuhi hukum, tetapi juga memelihara standar moral yang tinggi di semua aspek operasi mereka. Menjalankan bisnis secara etis tidak hanya meningkatkan reputasi perusahaan tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan jangka panjang.

Daftar Pustaka

  1. Crane, Andrew, and Matten, Dirk. Business Ethics: Managing Corporate Citizenship and Sustainability in the Age of Globalization. Oxford University Press, 2016.
  2. Donaldson, Thomas, and Dunfee, Thomas W. Ties that Bind: A Social Contracts Approach to Business Ethics. Harvard Business Review Press, 1999.
  3. Ferrell, O. C., Fraedrich, John, and Ferrell, Linda. Business Ethics: Ethical Decision Making & Cases. Cengage Learning, 2019.
  4. International Business Ethics Institute. "Global Business Ethics." International Business Ethics Institute. Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller. Marketing Management. Pearson, 2016.
  5. Armstrong, Gary, dan Philip Kotler. Principles of Marketing. Pearson, 2020.
  6. Baker, Michael J. Marketing: Theory, Evidence, Practice. Routledge, 2016.
  7. Solomon, Michael R. Consumer Behavior: Buying, Having, and Being. Pearson, 2019.
  8. Ferrell, O.C., dan Linda Ferrell. Business Ethics: Ethical Decision Making & Cases. Cengage Learning, 2021.
  9. Kotler, Philip, dan Gary Armstrong. Principles of Marketing. Pearson Education, 2017.
  10. Schwartz, Mark S. Business Ethics: An Ethical Decision-Making Approach. Wiley, 2017.
  11. Porter, Michael E. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. Free Press, 1985.
  12. Harrington, Brooke. Populism and the Crisis of Democracy. Routledge, 2020.
  13.  McDonald, Malcolm, dan Hugh Wilson. Marketing Plans: A Complete Guide. Wiley, 2016.

 

 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Etika dalam Bisnis Internasional"

Posting Komentar