Etika dalam Bisnis Internasional

Pengantar
Etika dalam bisnis internasional mencakup prinsip dan standar moral yang diikuti oleh perusahaan ketika beroperasi di pasar global. Mengingat keragaman budaya, hukum, dan norma sosial di berbagai negara, etika bisnis internasional menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan etika bisnis domestik. Etika ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan tidak hanya mematuhi peraturan lokal tetapi juga beroperasi dengan cara yang etis dan bertanggung jawab di semua pasar tempat mereka beroperasi.
Bisnis
internasional sering menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan antara kepatuhan
terhadap hukum lokal dan menjaga standar etika yang tinggi. Isu-isu seperti
korupsi, eksploitasi tenaga kerja, hak asasi manusia, dan dampak lingkungan
menjadi beberapa aspek penting dalam etika bisnis internasional.
Prinsip-Prinsip
Etika dalam Bisnis Internasional
Etika
dalam bisnis internasional sangat penting dalam menjaga reputasi perusahaan,
membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan, serta menciptakan lingkungan
bisnis yang adil dan berkelanjutan. Berikut adalah prinsip-prinsip utama yang
harus diterapkan oleh perusahaan dalam menjalankan bisnis di tingkat global:
1. Kepatuhan terhadap Hukum dan Peraturan
Perusahaan
harus mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku di negara tempat mereka
beroperasi. Namun, kepatuhan hukum bukanlah satu-satunya standar etika. Ada
beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
- Pemenuhan Standar Hukum Minimum: Setiap negara memiliki regulasi yang mengatur operasi
bisnis, termasuk perpajakan, ketenagakerjaan, perlindungan konsumen, dan
lingkungan. Perusahaan harus memastikan bahwa mereka mematuhi standar
hukum minimum ini.
- Integritas dan Tanggung Jawab: Kepatuhan hukum harus disertai dengan praktik bisnis
yang beretika. Perusahaan tidak boleh mencari celah dalam hukum untuk
mendapatkan keuntungan yang tidak adil.
- Etika di Luar Hukum: Dalam beberapa kasus, hukum suatu negara mungkin
tidak mencakup semua aspek yang dianggap etis secara global. Oleh karena
itu, perusahaan harus menerapkan standar etika yang lebih tinggi daripada
sekadar kepatuhan terhadap hukum.
2. Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi
dan akuntabilitas adalah kunci dalam membangun kepercayaan dengan pelanggan,
investor, dan pemangku kepentingan lainnya.
- Keterbukaan Informasi: Perusahaan harus memberikan informasi yang akurat,
jelas, dan jujur mengenai operasional, kinerja keuangan, dan kebijakan
mereka.
- Akuntabilitas atas Keputusan: Manajemen dan pimpinan perusahaan harus bertanggung
jawab atas keputusan yang mereka buat serta dampaknya terhadap masyarakat
dan lingkungan.
- Pelaporan Keuangan yang Jujur: Manipulasi laporan keuangan atau menyembunyikan
informasi penting dapat merusak reputasi perusahaan dan menyebabkan dampak
hukum yang serius.
- Komunikasi yang Jujur dengan
Pemangku Kepentingan:
Perusahaan harus berkomunikasi dengan jelas dan tidak menyesatkan dalam
interaksi mereka dengan pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat.
3. Hak Asasi Manusia dan Kesejahteraan Pekerja
Perusahaan
harus menghormati hak asasi manusia dan memastikan kesejahteraan pekerja di
semua lokasi operasional mereka. Prinsip ini mencakup:
- Upah yang Adil dan Layak: Pekerja harus menerima upah yang sesuai dengan
standar internasional dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
- Lingkungan Kerja yang Aman: Perusahaan harus menjamin kondisi kerja yang sehat
dan aman bagi semua pekerja.
- Perlakuan yang Tidak
Diskriminatif: Semua karyawan harus
diperlakukan dengan adil, tanpa diskriminasi berdasarkan ras, gender,
agama, atau latar belakang lainnya.
- Kebebasan Berserikat: Pekerja harus diberikan hak untuk membentuk serikat
pekerja dan berpartisipasi dalam perundingan bersama tanpa adanya
intimidasi atau pembalasan.
- Tidak Ada Eksploitasi Tenaga
Kerja: Perusahaan harus memastikan
bahwa tidak ada praktik kerja paksa atau pekerja anak dalam rantai pasokan
mereka.
4. Menghindari Korupsi dan Suap
Korupsi
dan suap merupakan ancaman besar dalam bisnis internasional. Untuk memastikan
bisnis yang bersih dan etis, perusahaan harus:
- Menerapkan Kebijakan
Antikorupsi yang Ketat:
Perusahaan harus memiliki kebijakan yang jelas mengenai penolakan terhadap
segala bentuk suap dan korupsi.
- Melakukan Pelatihan Kepada
Karyawan: Seluruh karyawan harus
mendapatkan pemahaman yang baik mengenai dampak negatif korupsi serta cara
menghindarinya.
- Transparansi dalam Proses
Bisnis: Perusahaan harus menghindari
transaksi yang tidak jelas atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
- Melaporkan Kasus Korupsi: Jika terjadi praktik korupsi dalam lingkungan bisnis,
perusahaan harus melaporkannya kepada otoritas yang berwenang.
5. Kepedulian terhadap Lingkungan
Perusahaan
harus memperhatikan dampak lingkungan dari operasional mereka dan berusaha
untuk mengurangi jejak ekologis mereka dengan menerapkan praktik bisnis
berkelanjutan. Hal ini meliputi:
- Pengelolaan Limbah yang
Bertanggung Jawab:
Perusahaan harus menerapkan sistem daur ulang dan pengolahan limbah yang
sesuai dengan standar lingkungan.
- Pengurangan Emisi Karbon: Menggunakan energi terbarukan dan mengurangi konsumsi
bahan bakar fosil dapat membantu menekan dampak negatif terhadap perubahan
iklim.
- Konservasi Sumber Daya Alam: Penggunaan bahan baku harus dilakukan secara efisien
untuk mengurangi eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
- Pengembangan Produk Ramah
Lingkungan: Perusahaan dapat berinovasi
dalam menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan dan memiliki dampak
minimal terhadap ekosistem.
- Kemitraan dengan Komunitas
Lokal: Bekerja sama dengan
masyarakat setempat untuk memastikan bahwa operasi bisnis tidak merusak
ekosistem atau mengganggu kehidupan mereka.
Prinsip-prinsip
etika dalam bisnis internasional menjadi landasan bagi perusahaan dalam
menjalankan operasional yang bertanggung jawab. Dengan menerapkan kepatuhan
terhadap hukum, transparansi, penghormatan terhadap hak asasi manusia,
penolakan terhadap korupsi, dan kepedulian terhadap lingkungan, perusahaan
dapat membangun reputasi yang baik serta memastikan keberlanjutan bisnis mereka
di pasar global. Penerapan prinsip-prinsip ini tidak hanya memberikan manfaat
bagi perusahaan tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.
Tantangan
Etika dalam Bisnis Internasional
Bisnis internasional menghadapi berbagai
tantangan etika yang kompleks karena beroperasi di lingkungan yang beragam
secara budaya, hukum, ekonomi, dan politik. Memahami tantangan ini sangat
penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa praktik bisnis mereka tetap etis
dan sesuai dengan standar global.
1. Perbedaan
Budaya dan Norma
Setiap negara memiliki budaya dan norma yang
berbeda, yang dapat mempengaruhi pandangan tentang apa yang dianggap etis dalam
bisnis. Misalnya, praktik negosiasi yang dianggap wajar di satu negara bisa
saja dipandang sebagai bentuk suap di negara lain. Perusahaan harus memiliki
pemahaman yang mendalam tentang budaya lokal dan menyesuaikan kebijakan mereka
tanpa melanggar nilai-nilai dasar etika global.
Selain itu, perbedaan dalam konsep keadilan,
kejujuran, dan tanggung jawab sosial juga dapat menimbulkan tantangan. Dalam
beberapa budaya, hubungan personal dan koneksi memainkan peran besar dalam
dunia bisnis, sementara di budaya lain, transparansi dan meritokrasi lebih
diutamakan. Perusahaan harus menyeimbangkan adaptasi terhadap budaya lokal
dengan tetap mempertahankan prinsip etika universal.
2. Kepatuhan
terhadap Berbagai Peraturan
Mengelola kepatuhan terhadap berbagai peraturan
di berbagai negara merupakan tantangan yang sangat kompleks bagi perusahaan
multinasional. Setiap negara memiliki sistem hukum yang berbeda, dan beberapa
negara menerapkan regulasi yang lebih ketat dibandingkan yang lain. Perusahaan
harus memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan lokal sambil tetap berpegang
pada standar etika global.
Sebagai contoh, peraturan mengenai perlindungan lingkungan,
hak-hak pekerja, dan standar keselamatan kerja bisa sangat bervariasi. Beberapa
negara mungkin memiliki regulasi yang lebih longgar dalam aspek ini, yang dapat
menggoda perusahaan untuk mengabaikan standar yang lebih ketat yang mereka
terapkan di negara asalnya. Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan harus
menerapkan kebijakan kepatuhan yang kuat serta memiliki tim hukum yang memahami
regulasi di berbagai yurisdiksi.
3. Eksploitasi
dan Perlakuan Tidak Adil
Di beberapa negara, praktik bisnis yang
melibatkan eksploitasi pekerja atau perlakuan tidak adil masih terjadi,
terutama di sektor manufaktur dan industri padat karya. Tantangan ini mencakup
praktik kerja paksa, pekerja anak, upah yang sangat rendah, serta kondisi kerja
yang tidak manusiawi.
Perusahaan perlu memastikan bahwa rantai pasokan
mereka bebas dari praktik-praktik yang tidak etis. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengadopsi kode etik pemasok, melakukan audit berkala, dan bekerja sama
dengan organisasi internasional yang berfokus pada hak asasi manusia. Konsumen
dan pemangku kepentingan saat ini semakin menuntut transparansi dan
akuntabilitas dari perusahaan terkait bagaimana mereka memperlakukan pekerja di
seluruh rantai pasokan mereka.
4. Pengaruh
Politik dan Ekonomi
Lingkungan politik dan ekonomi di negara tempat
perusahaan beroperasi dapat mempengaruhi keputusan etis yang harus mereka
ambil. Beberapa negara memiliki pemerintahan yang otoriter atau sistem hukum
yang tidak stabil, yang dapat membuat perusahaan harus berurusan dengan regulasi
yang berubah-ubah, birokrasi yang korup, atau kebijakan yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip etika bisnis internasional.
Sebagai contoh, dalam beberapa kasus, pemerintah
setempat mungkin meminta perusahaan untuk berpartisipasi dalam praktik yang dapat
merugikan lingkungan atau masyarakat, seperti membayar pajak dalam jumlah yang
tidak wajar atau berinvestasi dalam proyek yang merugikan komunitas lokal.
Dalam situasi ini, perusahaan harus mempertimbangkan bagaimana mereka dapat
tetap beroperasi tanpa mengorbankan nilai-nilai etika mereka.
Selain itu, fluktuasi ekonomi juga dapat
menimbulkan dilema etika. Dalam situasi krisis ekonomi, beberapa perusahaan
mungkin tergoda untuk memangkas biaya dengan cara yang tidak etis, seperti
mengurangi standar keselamatan kerja atau tidak memberikan kompensasi yang adil
bagi pekerja.
Tantangan etika dalam bisnis internasional sangat
kompleks dan bervariasi tergantung pada lingkungan budaya, hukum, ekonomi, dan
politik di setiap negara. Perusahaan yang ingin beroperasi secara etis harus
memiliki pemahaman mendalam tentang berbagai tantangan ini dan mengembangkan
strategi yang memungkinkan mereka untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip
etika global sambil tetap menghormati peraturan dan norma lokal. Transparansi,
akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap standar internasional akan membantu
perusahaan membangun reputasi yang baik dan menciptakan bisnis yang
berkelanjutan dalam jangka panjang.
Strategi
untuk Mengelola Etika dalam Bisnis Internasional
Dalam
dunia bisnis internasional yang kompleks, perusahaan menghadapi tantangan etika
yang beragam di berbagai negara. Untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan
praktik bisnis yang bertanggung jawab, perusahaan perlu menerapkan strategi
yang efektif dalam mengelola etika. Berikut adalah strategi utama yang dapat
digunakan perusahaan untuk menjaga integritas dan kepatuhan etika dalam
lingkungan bisnis global:
1. Kebijakan Etika yang Jelas dan Konsisten
Perusahaan
harus memiliki kode etik yang jelas dan menerapkannya di seluruh operasi
internasional mereka. Kode etik ini harus mencerminkan nilai-nilai inti
perusahaan serta standar etika internasional, seperti yang ditetapkan oleh
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan United Nations
Global Compact (UNGC).
Kode
etik ini harus mencakup aspek-aspek penting seperti:
- Kepatuhan terhadap hukum lokal
dan internasional
- Larangan terhadap korupsi dan
suap
- Perlindungan hak asasi manusia
dan hak pekerja
- Tanggung jawab lingkungan
- Prinsip transparansi dan akuntabilitas
Penting
bagi perusahaan untuk memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan secara
konsisten di seluruh unit bisnis dan lokasi operasional, tanpa pengecualian.
2. Pelatihan dan Kesadaran
Pelatihan
etika bisnis sangat penting untuk memastikan bahwa semua karyawan memahami
standar etika perusahaan dan bagaimana menerapkannya dalam praktik sehari-hari.
Pelatihan ini harus mencakup:
- Studi kasus mengenai dilema
etika dalam bisnis internasional
- Simulasi dan skenario yang
memungkinkan karyawan memahami dampak keputusan etika mereka
- Panduan untuk mengidentifikasi
dan melaporkan pelanggaran etika
Pelatihan
ini harus dilakukan secara berkala dan diperbarui sesuai dengan perubahan
peraturan dan kebijakan global. Selain itu, perusahaan harus mendorong
kesadaran etika dengan mengkomunikasikan nilai-nilai etika secara terus-menerus
melalui media internal seperti buletin perusahaan, forum diskusi, dan pertemuan
reguler.
3. Sistem Pelaporan dan Pengawasan
Perusahaan
perlu menyediakan mekanisme yang memungkinkan karyawan dan pemangku kepentingan
untuk melaporkan praktik tidak etis tanpa takut akan pembalasan. Sistem
pelaporan yang efektif harus:
- Menyediakan jalur komunikasi
yang aman dan anonim bagi pelapor
- Melibatkan tim independen dalam
penyelidikan kasus etika
- Memastikan adanya perlindungan
terhadap pelapor (whistleblower protection)
Dengan
adanya sistem pelaporan yang transparan dan terpercaya, perusahaan dapat lebih
mudah mendeteksi dan mengatasi masalah etika sebelum menjadi krisis besar.
4. Audit dan Penilaian Berkala
Perusahaan
harus secara rutin menilai dan mengevaluasi praktik bisnis mereka untuk
memastikan kepatuhan terhadap standar etika yang telah ditetapkan. Audit etika
dapat dilakukan oleh tim internal atau oleh pihak eksternal yang independen.
Komponen
penting dari audit etika meliputi:
- Pemeriksaan kepatuhan terhadap
kode etik dan kebijakan perusahaan
- Evaluasi transparansi dalam
pengambilan keputusan
- Identifikasi area yang
berpotensi memiliki risiko etika
- Rekomendasi perbaikan untuk
meningkatkan budaya etika di dalam organisasi
Audit
ini harus dilakukan secara berkala dan hasilnya harus digunakan untuk
mengembangkan strategi yang lebih baik dalam meningkatkan kepatuhan etika di
masa depan.
5. Keterlibatan dan Dialog dengan Pemangku Kepentingan
Dalam
bisnis internasional, keterlibatan dengan berbagai pemangku kepentingan seperti
pemerintah, LSM, mitra bisnis, dan masyarakat lokal sangat penting untuk
membangun reputasi yang baik dan memahami ekspektasi etika di berbagai wilayah.
Strategi
keterlibatan ini meliputi:
- Berpartisipasi dalam forum
bisnis dan konferensi tentang etika
- Membangun hubungan dengan
regulator dan otoritas lokal
- Berkolaborasi dengan organisasi
non-pemerintah dalam proyek keberlanjutan dan tanggung jawab sosial
- Mengadopsi prinsip-prinsip
keberlanjutan dalam rantai pasokan dan hubungan bisnis
Dengan
mendengarkan dan berinteraksi secara aktif dengan pemangku kepentingan,
perusahaan dapat mengantisipasi risiko etika dan mengambil langkah-langkah yang
lebih proaktif dalam memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab.
Mengelola
etika dalam bisnis internasional membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh elemen
perusahaan. Dengan menerapkan kebijakan etika yang jelas, memberikan pelatihan
yang berkelanjutan, menyediakan sistem pelaporan yang efektif, melakukan audit
berkala, dan berinteraksi dengan pemangku kepentingan, perusahaan dapat
menciptakan budaya etika yang kuat. Strategi ini tidak hanya membantu
perusahaan mematuhi peraturan tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik,
memperkuat reputasi perusahaan, dan mendukung keberlanjutan bisnis di pasar
global.
Contoh
Kasus Etika dalam Bisnis Internasional
1. Nike dan Isu
Ketenagakerjaan
Nike, sebagai salah satu merek olahraga terbesar
di dunia, pernah menghadapi kritik tajam terkait praktik ketenagakerjaan yang
tidak etis dalam rantai pasokannya. Pada tahun 1990-an, berbagai laporan
investigasi mengungkap bahwa beberapa pabrik pemasok Nike di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, Vietnam, dan Kamboja menerapkan kondisi kerja
yang buruk. Buruh dilaporkan bekerja dengan jam kerja yang panjang, menerima
upah yang sangat rendah, dan mengalami perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk
pelecehan fisik dan verbal dari manajemen pabrik.
Isu ini memicu reaksi keras dari masyarakat
internasional, organisasi hak asasi manusia, dan aktivis buruh yang menuntut
Nike untuk bertanggung jawab atas kondisi di pabrik pemasoknya. Tekanan yang
semakin besar memaksa Nike untuk mengambil langkah-langkah korektif. Perusahaan
mulai menerapkan kebijakan ketat terhadap pemasoknya, termasuk peningkatan
standar ketenagakerjaan, penghapusan pekerja anak, serta transparansi yang
lebih besar dalam audit rantai pasokan. Saat ini, Nike telah berkomitmen pada
kebijakan keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja di seluruh rantai pasokannya.
2. Walmart dan
Tanggung Jawab Sosial
Walmart, sebagai peritel terbesar di dunia, telah
menghadapi berbagai tuduhan terkait praktik bisnisnya yang dianggap tidak adil
terhadap pemasok dan pekerja. Salah satu isu yang mencuat adalah tekanan besar
terhadap pemasok untuk menurunkan harga secara signifikan, yang berdampak pada
kondisi kerja yang kurang layak dan upah rendah bagi buruh di berbagai negara.
Selain itu, Walmart juga dikritik karena kebijakan ketenagakerjaannya di AS,
yang mencakup pembayaran upah rendah kepada karyawan serta hambatan terhadap
upaya pekerja untuk membentuk serikat pekerja.
Di sisi lain, Walmart juga berupaya meningkatkan
tanggung jawab sosialnya melalui berbagai inisiatif. Perusahaan telah
memperkenalkan program keberlanjutan yang berfokus pada pengurangan emisi
karbon, efisiensi energi, dan penggunaan bahan baku yang lebih ramah
lingkungan. Selain itu, Walmart juga menerapkan kebijakan fair trade pada
beberapa produknya untuk mendukung kesejahteraan petani dan pekerja di negara
berkembang. Meskipun masih menghadapi tantangan etika dalam bisnisnya, Walmart
terus berusaha meningkatkan citra dan dampak sosialnya melalui kebijakan
keberlanjutan dan keterlibatan dengan komunitas global.
3. Volkswagen dan
Skandal Emisi
Pada tahun 2015, Volkswagen (VW), salah satu
produsen mobil terbesar di dunia, terlibat dalam skandal besar yang dikenal
sebagai "Dieselgate". Investigasi yang dilakukan oleh Environmental
Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat mengungkap bahwa VW telah
menggunakan perangkat lunak ilegal dalam kendaraan diesel mereka untuk
memanipulasi hasil uji emisi. Saat diuji di laboratorium, kendaraan-kendaraan
tersebut menunjukkan kadar emisi nitrogen oksida (NOx) yang rendah dan sesuai
dengan regulasi lingkungan. Namun, dalam kondisi nyata di jalan, emisi yang
dihasilkan jauh melebihi batas yang diizinkan.
Skandal ini tidak hanya merugikan citra
Volkswagen secara global, tetapi juga menyebabkan kerugian finansial yang
sangat besar. Perusahaan menghadapi tuntutan hukum dari berbagai negara, denda
miliaran dolar, serta kepercayaan konsumen yang anjlok. Akibatnya, Volkswagen
harus melakukan restrukturisasi besar-besaran dalam strategi bisnisnya,
termasuk investasi besar dalam kendaraan listrik dan energi bersih untuk
memulihkan reputasinya sebagai perusahaan otomotif yang bertanggung jawab
secara etis dan lingkungan.
Kasus ini menjadi contoh penting tentang
bagaimana ketidakjujuran dan pelanggaran etika dalam bisnis dapat berujung pada
konsekuensi serius, baik dalam aspek hukum, finansial, maupun kepercayaan
publik. Skandal Volkswagen menegaskan pentingnya transparansi, kepatuhan
terhadap regulasi, serta komitmen terhadap praktik bisnis yang jujur dan
bertanggung jawab.
Ketiga kasus di atas menunjukkan bahwa tantangan
etika dalam bisnis internasional dapat berdampak signifikan terhadap
keberlangsungan dan reputasi perusahaan. Nike harus memperbaiki kebijakan
ketenagakerjaannya untuk menanggapi kritik global, Walmart menghadapi dilema
antara tekanan biaya dan tanggung jawab sosial, sementara Volkswagen mengalami
krisis besar akibat ketidakjujuran dalam pelaporan emisi. Dari kasus-kasus ini,
perusahaan dapat belajar bahwa etika bisnis bukan sekadar kepatuhan terhadap
hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap keadilan, transparansi, dan
tanggung jawab sosial yang lebih luas.
Penutup
Etika
dalam bisnis internasional adalah aspek yang sangat penting dan kompleks dari
operasi global. Perusahaan yang sukses dalam menavigasi tantangan etika ini
tidak hanya mematuhi hukum, tetapi juga memelihara standar moral yang tinggi di
semua aspek operasi mereka. Menjalankan bisnis secara etis tidak hanya
meningkatkan reputasi perusahaan tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan
jangka panjang.
Daftar Pustaka
- Crane,
Andrew, and Matten, Dirk. Business Ethics: Managing Corporate
Citizenship and Sustainability in the Age of Globalization. Oxford
University Press, 2016.
- Donaldson,
Thomas, and Dunfee, Thomas W. Ties that Bind: A Social Contracts
Approach to Business Ethics. Harvard Business Review Press, 1999.
- Ferrell,
O. C., Fraedrich, John, and Ferrell, Linda. Business Ethics: Ethical
Decision Making & Cases. Cengage Learning, 2019.
- International Business Ethics
Institute. "Global Business Ethics." International Business Ethics
Institute.
Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller. Marketing Management. Pearson, 2016.
- Armstrong,
Gary, dan Philip Kotler. Principles of Marketing. Pearson, 2020.
- Baker,
Michael J. Marketing: Theory, Evidence, Practice. Routledge, 2016.
- Solomon,
Michael R. Consumer Behavior: Buying, Having, and Being. Pearson, 2019.
- Ferrell,
O.C., dan Linda Ferrell. Business Ethics: Ethical Decision Making & Cases.
Cengage Learning, 2021.
- Kotler, Philip, dan Gary Armstrong. Principles of Marketing. Pearson Education, 2017.
- Schwartz, Mark
S. Business Ethics: An Ethical Decision-Making Approach. Wiley, 2017.
- Porter, Michael
E. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. Free
Press, 1985.
- Harrington, Brooke. Populism and the Crisis of Democracy. Routledge, 2020.
- McDonald,
Malcolm, dan Hugh Wilson. Marketing Plans: A Complete Guide. Wiley, 2016.
0 Response to "Etika dalam Bisnis Internasional"
Posting Komentar