Polemik Pelarangan Studi Tour di Jawa Barat: Kebijakan Gubernur KDM Tuai Pro dan Kontra
Beberapa pekan terakhir, dunia pendidikan di Jawa Barat kembali menjadi sorotan publik. Gubernur Jawa Barat, KDM, mengeluarkan kebijakan tegas yang melarang seluruh kegiatan study tour atau kunjungan wisata edukatif bagi sekolah-sekolah di semua tingkatan, mulai dari SD hingga SMA/SMK. Keputusan ini sontak mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang mendukung dengan alasan keselamatan, namun tidak sedikit pula yang menyayangkan karena melihat kegiatan tersebut sebagai bagian penting dari proses pembelajaran non-formal.
Awal
Mula Kebijakan
Larangan ini bermula dari
keprihatinan atas sejumlah kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan
rombongan siswa sekolah saat melakukan studi tour, terutama saat menggunakan
armada bus pariwisata yang kurang layak jalan. Beberapa kejadian tragis yang
menimpa siswa di berbagai daerah menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah
untuk segera mengambil tindakan pencegahan.
Dengan semangat melindungi peserta
didik dari risiko perjalanan yang tak diinginkan, Gubernur KDM menyampaikan
instruksi resmi kepada seluruh Dinas Pendidikan di Jawa Barat untuk
menghentikan sementara seluruh kegiatan studi tour. Kebijakan ini mencakup
sekolah negeri maupun swasta, tanpa terkecuali.
Argumen
di Pihak Pro: Mengutamakan Keselamatan
Bagi kelompok yang mendukung,
larangan ini dinilai sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjamin
keselamatan siswa. Mereka berpendapat bahwa belajar tidak harus dilakukan
dengan bepergian jauh. Banyak metode lain yang bisa dipakai guru untuk
menciptakan suasana belajar menyenangkan, seperti kunjungan virtual,
pemanfaatan laboratorium, atau menghadirkan praktisi langsung ke sekolah.
Selain itu, faktor biaya juga
menjadi pertimbangan. Tidak semua orang tua mampu membayar kegiatan studi tour
yang kadang berlangsung hingga ke luar provinsi. Larangan ini dianggap dapat
menghapuskan praktik pungutan tidak wajib yang kerap membebani sebagian orang
tua murid.
“Langkah ini melindungi anak-anak
kita, terutama dari praktik kegiatan wisata yang lebih berorientasi rekreasi
daripada edukasi,” ujar salah satu pengamat pendidikan di Bandung.
Argumen
di Pihak Kontra: Studi Tour Bukan Sekadar Jalan-Jalan
Di sisi lain, tidak sedikit yang
menentang kebijakan tersebut. Para orang tua, guru, bahkan siswa merasa
kegiatan studi tour selama ini membawa dampak positif yang signifikan terhadap
perkembangan siswa. Kunjungan ke museum, pabrik industri, atau pusat riset
sering kali memperluas wawasan siswa dan menambah pengalaman belajar di luar
kelas yang tidak tergantikan oleh teori semata.
“Saya kecewa. Anak saya kelas 6 SD,
seharusnya tahun ini bisa ikut studi tour ke Yogyakarta. Sudah dari semester
lalu mereka menabung bersama. Masa itu semua dibatalkan begitu saja?” ungkap
seorang wali murid di Cirebon.
Guru-guru juga menyampaikan bahwa
kegiatan studi tour membantu membangun semangat kebersamaan, mempererat relasi
antarsiswa dan guru, serta menciptakan kenangan positif selama masa sekolah.
Perlukah
Pelarangan Total?
Yang menjadi pertanyaan mendasar
adalah: apakah kebijakan larangan total merupakan solusi terbaik? Banyak pihak
yang mengusulkan pendekatan yang lebih bijak, yakni bukan melarang sepenuhnya,
melainkan mengatur dengan lebih ketat. Pemerintah bisa mewajibkan sekolah untuk
bekerja sama dengan perusahaan transportasi yang telah terverifikasi, menyusun
rencana kegiatan yang jelas dan edukatif, serta melibatkan orang tua dalam
proses persetujuan.
“Pelarangan itu langkah mudah, tapi
bukan selalu langkah terbaik. Justru seharusnya pemerintah memperbaiki sistem
pengawasan dan pelatihan bagi panitia kegiatan di sekolah,” ujar Ketua Komite
Sekolah Menengah di Bogor.
Solusi
Alternatif dan Harapan
Beberapa kepala daerah dan tokoh
pendidikan mendorong adanya solusi alternatif, seperti penguatan edukasi
berbasis lokal (local wisdom) atau program belajar luar kelas yang dilakukan di
sekitar lingkungan sekolah. Selain itu, teknologi digital seperti virtual
tour ke museum, planetarium, atau kawasan sejarah kini semakin berkembang
dan bisa menjadi sarana edukatif tanpa risiko perjalanan.
Namun pada akhirnya, banyak
masyarakat berharap agar pemerintah tidak terburu-buru dalam menetapkan
kebijakan jangka panjang tanpa melalui kajian menyeluruh, terutama yang
menyangkut pendidikan karakter dan pengalaman siswa.
Penutup:
Mencari Titik Temu
Polemik pelarangan studi tour di
Jawa Barat memperlihatkan bahwa dunia pendidikan adalah ruang dinamis yang
menuntut kebijakan yang seimbang. Pemerintah tentu punya niat baik untuk
melindungi anak-anak, tapi masyarakat juga berharap agar kebijakan dibuat
dengan melibatkan suara dari berbagai pihak.
Kini, tantangannya adalah bagaimana
menciptakan solusi yang tetap mengedepankan keselamatan tanpa mengorbankan
pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Mungkin, saatnya
semua pihak duduk bersama dan merancang ulang konsep studi tour yang aman,
terjangkau, dan benar-benar mendidik.
0 Response to "Polemik Pelarangan Studi Tour di Jawa Barat: Kebijakan Gubernur KDM Tuai Pro dan Kontra"
Posting Komentar