Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan


Pendahuluan

Dalam lanskap bisnis global yang dinamis, persaingan tidak lagi hanya ditentukan oleh kualitas produk atau inovasi teknologi semata, melainkan juga oleh kualitas tata kelola perusahaan. Good Corporate Governance (GCG) hadir sebagai kerangka kerja yang memastikan perusahaan beroperasi secara transparan, akuntabel, bertanggung jawab, independen, dan adil. Penerapan GCG bukan hanya sekadar kepatuhan terhadap regulasi, melainkan juga strategi jangka panjang untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan.

Di tengah kompleksitas pasar, ketidakpastian ekonomi, dan percepatan transformasi digital, GCG menjadi penentu utama dalam membangun reputasi yang kokoh dan meningkatkan kinerja keuangan. Penelitian-penelitian empiris menunjukkan bahwa perusahaan yang konsisten menerapkan prinsip GCG mampu meminimalkan risiko, memperkuat loyalitas pelanggan, menarik investor berkualitas, serta menjaga keberlanjutan usaha.

Artikel ini membahas secara komprehensif konsep dan prinsip dasar GCG, pengaruhnya terhadap profitabilitas dan reputasi perusahaan, bukti empiris dari berbagai studi, serta tantangan implementasinya di dunia nyata. Dengan pemahaman yang mendalam, diharapkan pembaca dapat melihat bahwa GCG bukan sekadar tuntutan administratif, tetapi merupakan fondasi strategis bagi pertumbuhan dan daya saing perusahaan.

 

Konsep Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik adalah seperangkat prinsip, aturan, dan proses yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuannya bukan hanya memastikan perusahaan berjalan sesuai ketentuan hukum, tetapi juga membangun kepercayaan, menjaga keberlanjutan bisnis, dan menciptakan nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan — mulai dari pemegang saham, karyawan, pelanggan, hingga masyarakat luas.

Dalam konteks bisnis modern, GCG menjadi fondasi penting untuk menghadapi tantangan globalisasi, perubahan teknologi, dan tuntutan akan praktik bisnis yang etis. Perusahaan yang menerapkan GCG secara konsisten akan memiliki citra positif, kinerja keuangan yang lebih stabil, serta daya saing yang kuat di pasar.

1. Transparansi (Transparency)

Transparansi berarti perusahaan bersikap terbuka dalam memberikan informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu kepada seluruh pihak yang membutuhkan, baik internal maupun eksternal. Informasi yang dimaksud mencakup kinerja keuangan, strategi bisnis, risiko yang dihadapi, hingga kebijakan operasional.

  • Contoh Penerapan: Perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia wajib merilis laporan keuangan kuartalan yang diaudit dan dapat diakses publik. Transparansi ini memungkinkan investor mengambil keputusan berdasarkan data yang dapat dipercaya.
  • Manfaat: Meningkatkan kepercayaan investor, mengurangi rumor negatif, dan meminimalkan risiko kesalahpahaman.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas memastikan setiap organ perusahaan — seperti dewan komisaris, direksi, dan manajemen — memiliki peran, tanggung jawab, dan kewenangan yang jelas. Prinsip ini menuntut adanya mekanisme pengawasan yang efektif sehingga setiap tindakan dapat dipertanggungjawabkan.

  • Contoh Penerapan: Direksi bertanggung jawab atas pencapaian target perusahaan, sedangkan dewan komisaris melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan kinerja direksi.
  • Manfaat: Menghindari tumpang tindih wewenang, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan memastikan keputusan diambil demi kepentingan perusahaan secara keseluruhan.

3. Responsibilitas (Responsibility)

Responsibilitas berarti perusahaan menjalankan kegiatan usahanya dengan mematuhi peraturan perundang-undangan dan prinsip etika bisnis. Ini mencakup tanggung jawab sosial dan lingkungan, yang semakin menjadi perhatian publik dan investor.

  • Contoh Penerapan: Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat lokal dan pengurangan dampak lingkungan, seperti yang dilakukan PT Pertamina melalui program konservasi mangrove.
  • Manfaat: Menjaga keberlanjutan bisnis, membangun hubungan positif dengan masyarakat, dan menghindari sanksi hukum.

4. Independensi (Independency)

Independensi memastikan perusahaan bebas dari campur tangan pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu yang dapat memengaruhi objektivitas pengambilan keputusan.

  • Contoh Penerapan: Penunjukan komisaris independen yang tidak memiliki hubungan kepemilikan atau bisnis dengan perusahaan, untuk memastikan pengawasan yang objektif.
  • Manfaat: Menghindari konflik kepentingan dan memastikan semua keputusan diambil untuk kepentingan terbaik perusahaan.

5. Kewajaran (Fairness)

Kewajaran mengacu pada perlakuan yang setara kepada semua pemegang saham dan pemangku kepentingan, termasuk investor minoritas, karyawan, dan mitra bisnis. Tidak boleh ada diskriminasi atau perlakuan istimewa yang merugikan pihak lain.

  • Contoh Penerapan: Hak suara yang sama dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) dan kebijakan rekrutmen yang mengutamakan kompetensi tanpa membedakan latar belakang.
  • Manfaat: Meningkatkan loyalitas karyawan, menjaga hubungan baik dengan mitra bisnis, dan memperkuat kepercayaan investor.

GCG sebagai Pengungkit Kinerja dan Reputasi

Kelima prinsip GCG di atas bukan sekadar formalitas atau pemenuhan regulasi. Dalam praktiknya, penerapan GCG yang konsisten akan menciptakan ekosistem perusahaan yang sehat, meminimalkan risiko, dan memperkuat posisi perusahaan di pasar. Perusahaan dengan tata kelola yang baik cenderung memiliki profitabilitas lebih tinggi karena mampu mengelola risiko dengan lebih efektif, sekaligus memperoleh reputasi positif yang menjadi modal sosial berharga di mata publik dan investor.


Pengaruh GCG terhadap Profitabilitas Perusahaan

1. Meningkatkan Efisiensi Operasional

Perusahaan yang menerapkan GCG cenderung memiliki sistem pengawasan internal yang kuat, mengurangi pemborosan sumber daya, dan meningkatkan efisiensi operasional.
Contoh empiris:
Penelitian di sektor perbankan Indonesia (Siregar & Bachtiar, 2010) menemukan bahwa bank yang memiliki dewan komisaris independen dengan persentase lebih tinggi menunjukkan rasio ROA (Return on Assets) yang lebih baik.

2. Meminimalkan Risiko dan Biaya Modal

GCG yang baik mengurangi risiko skandal keuangan, kebangkrutan, atau kerugian akibat keputusan yang tidak hati-hati. Hal ini meningkatkan kepercayaan investor sehingga biaya modal (cost of capital) menurun.
Contoh empiris:
Studi di Bursa Efek Malaysia menunjukkan bahwa perusahaan dengan skor GCG tinggi memiliki biaya utang lebih rendah karena kepercayaan kreditur meningkat.

3. Meningkatkan Akses terhadap Modal

Perusahaan yang reputasinya baik dalam penerapan GCG lebih mudah mendapatkan pendanaan dari bank maupun pasar modal. Modal yang cukup memungkinkan ekspansi dan peningkatan profitabilitas.

 

Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Reputasi Perusahaan

Reputasi perusahaan adalah aset tak berwujud yang nilainya sering kali jauh melampaui aset fisik. Dalam dunia bisnis yang semakin transparan, reputasi tidak hanya dibangun melalui produk atau layanan berkualitas, tetapi juga melalui tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG).

Penerapan GCG yang konsisten mampu menciptakan citra positif, meningkatkan kepercayaan publik, memperkuat loyalitas pelanggan, hingga membuka jalan bagi kemitraan strategis. Tiga aspek berikut menunjukkan bagaimana GCG dapat memengaruhi reputasi perusahaan secara signifikan.

1. Membangun Kepercayaan Publik

Kepercayaan publik adalah fondasi dari reputasi yang kokoh. Ketika perusahaan menerapkan prinsip transparansi dalam pelaporan keuangan dan komunikasi, publik akan menilai bahwa perusahaan tersebut memiliki integritas tinggi.

Transparansi tidak hanya berarti menyajikan angka-angka keuangan secara terbuka, tetapi juga mengungkapkan risiko bisnis, strategi jangka panjang, dan kebijakan internal. Informasi ini memungkinkan investor, pelanggan, dan mitra bisnis untuk membuat keputusan yang tepat berdasarkan data yang akurat.

Contoh empiris:
Survei Edelman Trust Barometer 2022 menunjukkan bahwa perusahaan dengan praktik tata kelola yang transparan memiliki tingkat kepercayaan publik 30% lebih tinggi dibanding perusahaan yang tertutup. Hal ini membuktikan bahwa keterbukaan bukan sekadar kewajiban regulasi, melainkan strategi reputasi yang efektif.

Ilustrasi nyata:
Di sektor perbankan, Bank Mandiri secara rutin mengadakan public expose yang membahas kinerja keuangan, rencana bisnis, dan inovasi layanan. Kegiatan ini tidak hanya memenuhi kewajiban kepada Bursa Efek Indonesia, tetapi juga memperkuat citra bank sebagai institusi yang kredibel dan dapat dipercaya.

2. Meningkatkan Loyalitas Pelanggan

Reputasi yang dibangun dari praktik bisnis yang etis dan bertanggung jawab akan mendorong pelanggan untuk tetap setia, bahkan di tengah gempuran persaingan. Pelanggan modern semakin peduli pada nilai-nilai keberlanjutan, etika rantai pasok, dan tanggung jawab sosial perusahaan.

Ketika pelanggan merasa bahwa mereka membeli produk dari perusahaan yang memiliki integritas, keputusan mereka menjadi lebih dari sekadar transaksi ekonomi — itu adalah bentuk dukungan terhadap nilai dan prinsip yang mereka yakini.

Contoh:
Unilever Indonesia mempertahankan citra positifnya melalui komitmen pada keberlanjutan (sustainability) dan etika bisnis. Perusahaan ini memastikan sumber bahan baku berasal dari pemasok yang mematuhi standar lingkungan dan sosial. Kampanye seperti "Every U Does Good" mengomunikasikan bahwa setiap produk yang dibeli konsumen turut berkontribusi pada tujuan sosial atau lingkungan.

Dampak:
Selain meningkatkan loyalitas, citra positif semacam ini membuat konsumen bersedia membayar harga yang lebih tinggi karena mereka percaya pada nilai yang diusung merek tersebut.

3. Memperkuat Hubungan dengan Regulator dan Mitra Bisnis

Penerapan GCG tidak hanya berdampak pada hubungan perusahaan dengan pelanggan, tetapi juga dengan pihak-pihak strategis seperti regulator, lembaga keuangan, dan mitra bisnis.

Perusahaan yang patuh pada regulasi dan menjalankan operasionalnya secara etis akan lebih mudah mendapatkan dukungan dari regulator, misalnya dalam bentuk percepatan perizinan, kemudahan akses proyek pemerintah, atau perlakuan yang adil dalam penegakan hukum.

Contoh:
Perusahaan teknologi finansial (fintech) yang mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait perlindungan data dan keamanan transaksi cenderung mendapat izin operasional lebih cepat serta memiliki peluang lebih besar untuk bekerja sama dengan bank atau institusi besar lainnya.

Manfaat jangka panjang:
Hubungan yang baik dengan regulator dan mitra bisnis juga berarti perusahaan memiliki jejaring kolaborasi yang kuat, membuka peluang untuk ekspansi pasar, dan meminimalkan potensi konflik hukum.

Dari ketiga aspek tersebut — kepercayaan publik, loyalitas pelanggan, dan hubungan dengan regulator/mitra — terlihat jelas bahwa reputasi perusahaan adalah cerminan dari kualitas penerapan GCG. Perusahaan yang mengabaikan tata kelola berisiko kehilangan kepercayaan publik, merusak hubungan dengan mitra, dan akhirnya menurunkan kinerja bisnisnya.

Sebaliknya, GCG yang diterapkan dengan sungguh-sungguh menjadi strategi jangka panjang yang tidak hanya menjaga keberlangsungan usaha, tetapi juga mengangkat posisi perusahaan sebagai pemimpin pasar yang dihormati.

 

Bukti Empiris dari Berbagai Studi: Mengungkap Dampak Nyata GCG

Penerapan Good Corporate Governance (GCG) sering kali dianggap sebagai konsep normatif yang harus dipenuhi demi kepatuhan regulasi. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa GCG tidak hanya memberi nilai tambah secara etis, tetapi juga berdampak nyata pada kinerja keuangan, reputasi, dan valuasi pasar perusahaan. Bukti empiris berikut memperlihatkan hubungan langsung antara kualitas tata kelola dan keberhasilan perusahaan di berbagai belahan dunia.

1. Studi di Bursa Efek Indonesia: Korelasi GCG dan Kinerja Keuangan

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menemukan adanya korelasi positif antara indeks GCG dan indikator kinerja keuangan seperti Return on Equity (ROE) dan Return on Assets (ROA).

  • ROE mengukur seberapa besar keuntungan yang dihasilkan perusahaan dari modal yang ditanamkan pemegang saham.
  • ROA mengukur seberapa efisien perusahaan memanfaatkan asetnya untuk menghasilkan keuntungan.

Maknanya:
Perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik terbukti lebih mampu mengoptimalkan modal dan aset yang mereka miliki. Hal ini bisa disebabkan oleh keputusan manajemen yang lebih hati-hati, transparansi dalam aliran keuangan, dan minimnya pemborosan akibat praktik korupsi atau penyalahgunaan dana.

Contoh:
Beberapa perusahaan perbankan di Indonesia yang meraih skor tinggi dalam penilaian GCG dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pertumbuhan ROE yang konsisten di atas rata-rata industri. Kinerja positif ini tidak hanya meningkatkan keuntungan, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan investor.

2. Studi di Eropa: Keberagaman Dewan Direksi dan Reputasi Media

Penelitian di sejumlah negara Eropa menemukan bahwa perusahaan dengan dewan direksi yang beragam — baik dari sisi gender, latar belakang etnis, maupun pengalaman profesional — memiliki reputasi yang lebih baik di media.

Mengapa bisa begitu?
Keberagaman dalam kepemimpinan membawa sudut pandang yang lebih luas, pengambilan keputusan yang lebih inklusif, dan kemampuan adaptasi yang lebih tinggi terhadap dinamika pasar global. Media dan publik cenderung merespons positif perusahaan yang mencerminkan nilai keberagaman ini, karena dianggap lebih modern, progresif, dan peka terhadap isu sosial.

Contoh:
Di Inggris, perusahaan seperti Vodafone dan Diageo dikenal karena memiliki proporsi perempuan yang signifikan di jajaran direksi. Hal ini tidak hanya menjadi bahan pemberitaan positif, tetapi juga meningkatkan citra perusahaan di mata konsumen yang mendukung kesetaraan gender.

3. Riset McKinsey & Company: GCG dan Valuasi Pasar

Riset yang dilakukan oleh McKinsey & Company (2019) terhadap ratusan perusahaan global mengungkapkan bahwa perusahaan dengan tata kelola yang kuat memiliki valuasi pasar rata-rata 20% lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tata kelolanya lemah.

Penjelasan:
Investor cenderung memberikan “harga premium” kepada perusahaan yang dinilai aman, transparan, dan minim risiko hukum. GCG yang baik mengurangi potensi skandal, kegagalan manajemen, atau kerugian besar akibat keputusan yang tidak bertanggung jawab.

Contoh:
Perusahaan teknologi seperti Microsoft dan Adobe dikenal memiliki tata kelola yang ketat, termasuk transparansi laporan, kode etik yang jelas, dan komitmen pada keberlanjutan. Hasilnya, valuasi pasar kedua perusahaan ini cenderung stabil bahkan di tengah gejolak ekonomi global.

Bukti empiris dari berbagai studi ini memperkuat argumen bahwa GCG bukan hanya “hiasan” dalam laporan tahunan, tetapi fondasi yang secara langsung memengaruhi kepercayaan investor, citra publik, dan performa finansial.

  • Di Indonesia, penerapan GCG terbukti berkontribusi pada efisiensi penggunaan modal dan aset.
  • Di Eropa, keberagaman di level pimpinan meningkatkan reputasi media dan citra publik.
  • Secara global, perusahaan dengan tata kelola kuat mendapatkan valuasi pasar yang lebih tinggi.

Dengan kata lain, GCG adalah investasi strategis yang hasilnya tidak hanya terlihat di neraca keuangan, tetapi juga dalam persepsi publik dan keberlanjutan bisnis.

 

Tantangan dalam Implementasi Good Corporate Governance (GCG)

Penerapan Good Corporate Governance (GCG) sering kali dianggap sebagai kunci keberhasilan perusahaan dalam membangun reputasi, menarik investor, dan menjaga keberlanjutan usaha. Namun, implementasinya tidak selalu berjalan mulus. Di banyak organisasi, tantangan muncul dari faktor internal maupun eksternal yang menghambat efektivitas penerapan prinsip-prinsip GCG.

Berikut adalah tiga tantangan utama yang kerap dihadapi perusahaan dalam menerapkan GCG beserta penjelasan rinci dan contoh-contohnya.

1. Budaya Organisasi yang Kurang Mendukung

Salah satu hambatan terbesar dalam implementasi GCG adalah budaya organisasi yang belum sepenuhnya mendukung nilai transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Resistensi sering muncul dari manajemen atau karyawan yang merasa bahwa keterbukaan informasi dapat mengurangi kendali mereka atau menimbulkan risiko bagi posisi pribadi.

Mengapa ini terjadi?

  • Budaya kerja yang sudah lama terbentuk cenderung sulit berubah.
  • Sebagian manajer enggan berbagi informasi karena khawatir akan mengundang kritik.
  • Adanya persepsi bahwa tata kelola yang ketat akan memperlambat pengambilan keputusan.

Contoh nyata:
Di beberapa BUMN, upaya meningkatkan transparansi sering menghadapi tantangan dari pihak internal yang merasa bahwa pembukaan data keuangan atau proyek akan mengundang audit dan sorotan publik. Akibatnya, penerapan GCG berjalan setengah hati dan hanya sebatas formalitas.

Solusi potensial:
Perusahaan perlu melakukan change management secara terstruktur, mengedepankan edukasi dan sosialisasi nilai-nilai GCG sebagai bagian dari budaya kerja, bukan sekadar aturan administratif.

2. Biaya Implementasi yang Tinggi

Penerapan GCG membutuhkan investasi awal yang tidak sedikit, mulai dari pengadaan sistem teknologi informasi, pelatihan karyawan, hingga pengawasan dan audit berkala. Bagi perusahaan besar, biaya ini mungkin relatif kecil dibandingkan potensi manfaatnya. Namun, bagi perusahaan skala menengah dan kecil, pengeluaran ini sering dianggap beban.

Komponen biaya yang umum muncul:

  • Pengembangan sistem ERP untuk integrasi data perusahaan.
  • Pelatihan SDM terkait etika bisnis, kepatuhan hukum, dan pengendalian internal.
  • Audit eksternal untuk menilai kepatuhan terhadap prinsip GCG.

Contoh kasus:
Sebuah perusahaan manufaktur menengah di Jawa Barat ingin menerapkan sistem manajemen risiko berbasis teknologi. Namun, biaya implementasi perangkat lunak dan pelatihan mencapai ratusan juta rupiah, sehingga manajemen menunda proyek tersebut.

Solusi potensial:
Pemerintah dan asosiasi industri dapat menyediakan insentif atau dukungan teknis bagi perusahaan yang serius menerapkan GCG, seperti keringanan pajak atau subsidi pelatihan.

3. Kepatuhan yang Bersifat Formalitas

Tantangan lain adalah penerapan GCG yang hanya sebatas dokumen dan laporan, tanpa internalisasi nilai yang sesungguhnya. Dalam kasus ini, perusahaan mungkin memiliki manual tata kelola, kode etik, atau laporan tahunan yang indah di atas kertas, tetapi praktik di lapangan tidak mencerminkan prinsip-prinsip tersebut.

Mengapa ini berbahaya?

  • Menciptakan kesenjangan antara citra publik dan realitas operasional.
  • Meningkatkan risiko reputasi jika publik atau media menemukan bukti pelanggaran.
  • Menghilangkan manfaat jangka panjang GCG sebagai alat manajemen strategis.

Contoh:
Beberapa perusahaan yang masuk dalam kategori ini biasanya memiliki laporan tahunan yang memuat skor GCG tinggi, tetapi tetap terlibat dalam kasus pelanggaran hukum, manipulasi laporan keuangan, atau konflik kepentingan.

Solusi potensial:
Penerapan GCG harus diintegrasikan ke dalam proses bisnis harian, didukung oleh kepemimpinan yang memberi teladan (lead by example), dan diukur melalui indikator kinerja yang terhubung langsung dengan budaya perusahaan.

Menerapkan GCG secara efektif bukan hanya soal memenuhi regulasi atau menghasilkan laporan tahunan yang menarik, tetapi tentang membangun komitmen nyata dari seluruh elemen organisasi. Tantangan seperti budaya organisasi yang resisten, biaya implementasi yang tinggi, dan kepatuhan yang hanya bersifat formalitas harus diatasi dengan strategi yang tepat.

Kunci keberhasilan ada pada kepemimpinan yang visioner, dukungan sumber daya yang memadai, serta integrasi nilai-nilai GCG ke dalam setiap aspek operasional perusahaan. Dengan demikian, GCG dapat berfungsi sebagai fondasi yang kokoh untuk keberlanjutan bisnis dan pertumbuhan jangka panjang.

Kesimpulan

Penerapan Good Corporate Governance terbukti memberikan dampak signifikan terhadap kinerja dan reputasi perusahaan. Melalui prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran, GCG membangun ekosistem bisnis yang sehat dan berdaya saing tinggi. Bukti empiris menunjukkan korelasi positif antara GCG dengan peningkatan profitabilitas, efisiensi operasional, kepercayaan publik, serta valuasi pasar.

Meskipun demikian, implementasi GCG menghadapi tantangan nyata seperti resistensi budaya organisasi, biaya penerapan yang tinggi, dan kecenderungan kepatuhan sebatas formalitas. Untuk mengatasinya, perusahaan memerlukan kepemimpinan visioner, internalisasi nilai-nilai GCG ke dalam budaya kerja, serta dukungan teknologi dan sumber daya yang memadai.

Dengan komitmen yang konsisten, GCG dapat menjadi pengungkit strategis yang tidak hanya menjaga keberlangsungan usaha, tetapi juga memposisikan perusahaan sebagai pelaku bisnis yang dihormati, dipercaya, dan relevan di mata publik maupun pasar global.

Daftar Pustaka

  • Cadbury, A. (1992). Report of the Committee on the Financial Aspects of Corporate Governance. London: Gee and Co. Ltd.
  • Claessens, S., & Yurtoglu, B. B. (2013). Corporate Governance in Emerging Markets: A Survey. Emerging Markets Review, 15, 1–33. https://doi.org/10.1016/j.ememar.2012.03.002
  • McKinsey & Company. (2019). Why Governance Matters: A Global Perspective. McKinsey Insights Report.
  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2021). Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Emiten atau Perusahaan Publik. Jakarta: OJK.
  • Siregar, S. V., & Bachtiar, Y. (2010). Corporate Governance and Firm Value: The Role of Ownership Structure in Indonesia. Journal of Indonesian Economy and Business, 25(3), 123–142.
  • World Bank. (2018). Corporate Governance Toolkit for Emerging Markets. Washington, DC: World Bank Group.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan"

Posting Komentar