Gubernur Jawa Barat di Gugat 8 Organisasi Sekolah Swasta ke PTUN Bandung
Di tanah Pasundan, tempat sawah membentang dan angin membawa aroma teh dari perkebunan hijau, sebuah riak kecil mulai menjelma ombak besar. Ombak itu bukan datang dari pantai selatan, melainkan dari dunia pendidikan dunia yang seharusnya menjadi taman tumbuhnya budi, namun kini terguncang oleh kebijakan yang dipandang merobek keseimbangan. Delapan organisasi sekolah swasta, laksana prajurit terakhir yang menjaga bentengnya, melangkah dengan tekad menuju Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Lawan mereka bukan sembarang pihak: Gubernur Jawa Barat.
Akar dari Perselisihan
Kisah ini bermula dari sebuah
kebijakan pemerintah provinsi Jawa Barat yang menambah jumlah siswa maksimal
dalam satu kelas hingga 50 orang. Kebijakan ini, yang di atas kertas mungkin
terlihat sebagai upaya efisiensi dan pemerataan akses, di mata sekolah swasta
adalah pedang bermata dua bahkan, bagi sebagian, terasa seperti ujung tombak yang
diarahkan ke dada mereka.
Sekolah swasta selama ini hidup berdampingan dengan sekolah negeri, mengisi celah dan menawarkan alternatif pendidikan. Namun, dengan jumlah siswa yang besar di satu kelas negeri, peluang bagi sekolah swasta untuk menarik peserta didik semakin mengecil. Mereka khawatir bukan hanya kehilangan murid, tapi juga kehilangan nafas untuk bertahan.
Suara dari Pihak yang Tersisih
Delapan organisasi yang bergabung
dalam gugatan ini bukan sembarang perkumpulan. Mereka mewakili ribuan sekolah
swasta dari berbagai penjuru Jawa Barat mulai dari lembaga pendidikan
berbasis agama, sekolah kejuruan, hingga sekolah inklusi yang melayani
anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dalam pandangan mereka, kebijakan ini
menyalahi prinsip keadilan dan mengabaikan keseimbangan ekosistem pendidikan.
“Ini bukan sekadar angka di atas
kertas,” ujar seorang perwakilan organisasi, suaranya berat menahan emosi.
“Bagi kami, setiap murid adalah denyut nadi yang menghidupi sekolah. Ketika
jumlah itu diambil, maka yang diambil bukan hanya murid, tapi juga masa depan
guru, staf, dan bahkan keberlangsungan sebuah lembaga.”
Dampak Ekonomi dan Sosial
Dampak dari kebijakan ini tak hanya
bersifat akademis. Sekolah swasta, terutama yang berada di pinggiran kota dan
pedesaan, mengandalkan uang sekolah dari murid untuk membayar gaji guru,
merawat fasilitas, dan menjalankan program pendidikan. Ketika jumlah siswa
menurun drastis, arus kas sekolah terganggu, guru berpotensi kehilangan
pekerjaan, dan kualitas pendidikan terancam.
Lebih jauh lagi, sekolah swasta
sering menjadi tempat bagi anak-anak yang tak terakomodasi di sekolah negeri
karena alasan geografis, kebutuhan khusus, atau pilihan orang tua yang
menginginkan pendidikan berbeda. Dengan kebijakan baru ini, mereka merasa
pintu-pintu itu akan semakin sempit dibuka.
Jalan Menuju PTUN
Menggugat pemerintah bukanlah
langkah ringan. Proses di PTUN memerlukan bukti, argumen hukum, dan keteguhan
hati menghadapi birokrasi. Namun, delapan organisasi ini memandang tidak ada
jalan lain. Mereka membawa gugatan ke PTUN Bandung, berharap hakim dapat
menilai kebijakan ini secara objektif: apakah benar demi pemerataan, atau
justru mematikan keberagaman pendidikan di Jawa Barat.
Perspektif Pemerintah
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat berdalih bahwa kebijakan ini bertujuan membuka kesempatan bagi lebih
banyak siswa untuk masuk sekolah negeri, mengurangi daftar tunggu, dan
memastikan anak-anak dari keluarga kurang mampu dapat mengakses pendidikan
tanpa biaya tinggi. Gubernur menyatakan bahwa pendidikan adalah hak setiap
warga negara, dan pemerintah wajib memaksimalkan kapasitas sekolah negeri.
Namun, kritikus menilai logika ini
mengabaikan fakta bahwa kualitas pendidikan sering menurun jika jumlah siswa
terlalu banyak di satu kelas. Interaksi guru dan murid menjadi minim,
pengawasan melemah, dan pembelajaran cenderung berubah menjadi ceramah massal
tanpa ruang dialog.
Di balik gugatan ini, sesungguhnya
ada pertarungan filosofi pendidikan. Apakah pendidikan seharusnya hanya diukur
dari angka partisipasi, atau juga dari kualitas interaksi di dalam kelas?
Apakah pemerataan berarti meratakan semua siswa ke sekolah negeri, atau
memberikan kesempatan yang sama bagi sekolah swasta untuk berkembang?
Seorang tokoh pendidikan pernah
berkata, “Pendidikan itu bukan sekadar menyalin pengetahuan ke kepala, tetapi
membentuk manusia utuh.” Dalam kelas berisi 50 siswa, bisakah seorang guru
membentuk manusia utuh, atau ia hanya akan menjadi pengawas ujian yang
terus-menerus membacakan materi?
Gelombang Dukungan
Gugatan ini memantik diskusi luas di
masyarakat. Orang tua murid, guru, hingga pemerhati pendidikan mulai
menyuarakan pendapat. Sebagian mendukung kebijakan pemerintah demi pemerataan,
sebagian lagi berdiri di belakang sekolah swasta demi keberagaman pilihan.
Media sosial menjadi arena debat, sementara ruang-ruang diskusi akademis
mencoba mencari titik tengah.
Di sela perdebatan, tak sedikit yang
mengusulkan jalan damai: peninjauan ulang kebijakan dengan melibatkan semua
pihak, mencari kompromi jumlah siswa yang ideal, dan memastikan bahwa baik
sekolah negeri maupun swasta dapat terus hidup berdampingan.
Potret Masa Depan
Hasil dari gugatan ini akan menjadi
preseden penting. Jika PTUN memenangkan pihak sekolah swasta, kebijakan
Gubernur bisa dibatalkan atau direvisi. Namun jika pemerintah menang, sekolah
swasta harus mencari strategi baru untuk bertahan entah dengan inovasi kurikulum,
peningkatan layanan, atau bahkan perubahan model bisnis pendidikan.
Yang jelas, pendidikan di Jawa Barat
tengah berada di persimpangan. Jalan yang dipilih akan menentukan apakah masa
depan pendidikan di provinsi ini akan menjadi hamparan taman dengan beragam
bunga, atau sebuah ladang monokultur yang seragam namun rentan.
Epilog
Seperti sebuah novel yang bab-babnya
belum ditulis, kisah ini masih berlanjut. Delapan organisasi sekolah swasta
kini menunggu panggilan sidang, mempersiapkan dokumen, dan mengasah argumen
hukum mereka. Di sisi lain, pemerintah menyiapkan pembelaan, dengan keyakinan
bahwa kebijakannya adalah demi kebaikan rakyat.
Di antara dua kutub ini, ada jutaan
anak yang menjadi taruhan anak-anak yang kelak akan mewarisi dunia yang kita
tinggalkan. Dan bukankah inti pendidikan adalah mempersiapkan mereka, bukan
sekadar mengisi bangku kelas?
0 Response to "Gubernur Jawa Barat di Gugat 8 Organisasi Sekolah Swasta ke PTUN Bandung"
Posting Komentar