Indonesia Emas: Slogan Megah, Realita Resah?
Mimpi Besar di Ujung Usia Bangsa
Indonesia akan genap berusia 100 tahun pada 2045. Di tahun yang simbolis ini, pemerintah mencanangkan sebuah visi besar: Indonesia Emas 2045. Sebuah narasi yang menggugah Indonesia akan menjadi negara maju, sejahtera, adil, dan berdaya saing di panggung dunia. Di setiap seminar, forum kebangsaan, hingga pidato kenegaraan, slogan ini terus digaungkan. Terdengar megah dan membangkitkan harapan. Namun, di balik kemegahan itu, muncul tanya yang mengusik: benarkah kita menuju ke sana, atau sekadar larut dalam euforia slogan?
Narasi yang Menggoda, Tapi…
Tak
bisa disangkal, visi Indonesia Emas membawa semangat positif. Ia menyatukan asa
di tengah berbagai krisis yang datang silih berganti. Pemerintah menargetkan
Indonesia akan masuk dalam lima besar ekonomi dunia, dengan pendapatan per
kapita mencapai lebih dari 23 ribu dolar AS.
Namun,
banyak kalangan mulai mempertanyakan: apakah visi ini realistis atau utopis?
Karena saat melihat kenyataan di lapangan, masyarakat justru disuguhi ironi.
Kesenjangan ekonomi, pendidikan yang tertinggal, krisis iklim, hingga korupsi
struktural masih menjadi makanan sehari-hari.
Kesenjangan yang Makin Menganga
Indonesia
memang tumbuh secara ekonomi, tapi siapa yang benar-benar merasakan manfaatnya?
Data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan
(rasio Gini) masih stagnan. Di kota-kota besar, gedung pencakar langit dan
pusat perbelanjaan mewah tumbuh pesat, namun di balik gang sempit, masih banyak
keluarga yang tak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
Indonesia
Emas bukan sekadar pertumbuhan ekonomi,
tapi soal pemerataan kesejahteraan. Jika yang kaya makin kaya dan yang miskin
tetap tertinggal, apakah itu bisa disebut kemajuan?
Pendidikan dan Kesehatan: Pilar yang Masih Rapuh
Dua
pilar utama untuk mencapai visi Indonesia Emas adalah pendidikan dan kesehatan.
Sayangnya, keduanya belum menjadi prioritas yang dijalankan secara konsisten
dan merata.
- Pendidikan kita masih
berorientasi pada hafalan,
bukan pembentukan karakter dan keterampilan masa depan.
- Angka putus sekolah di daerah terpencil masih tinggi.
- Akses terhadap layanan
kesehatan bermutu
masih menjadi kemewahan bagi sebagian masyarakat.
Jika
manusia Indonesia tidak sehat, tidak cerdas, dan tidak berdaya, maka bagaimana
mungkin negara ini bisa bersaing secara global pada 2045?
Bonus Demografi atau Bom Waktu?
Indonesia
saat ini berada dalam masa keemasan demografi populasi
usia produktif jauh lebih besar dari usia non-produktif. Secara teori, ini
adalah momentum emas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun,
tanpa lapangan kerja yang memadai, tanpa pendidikan vokasi yang relevan, dan
tanpa kebijakan yang adaptif, bonus demografi bisa berubah menjadi beban
sosial. Pemuda bisa menjadi agen perubahan, tapi juga bisa menjadi kelompok
frustrasi jika harapan mereka tidak dipenuhi.
Slogan Tanpa Arah Akan Kehilangan Makna
Slogan
memang penting untuk menyatukan arah. Tapi slogan tanpa tindakan hanya akan
menjadi tempelan manis di atas ketimpangan struktural. Masyarakat tidak butuh
janji, mereka butuh bukti.
Indonesia
Emas bukan soal kata-kata indah di spanduk atau baliho. Ia adalah soal ketegasan dalam kebijakan, keberanian
menghadapi kenyataan, dan kejujuran untuk mengakui bahwa kita masih punya
banyak PR.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Jika
kita benar-benar ingin mewujudkan Indonesia Emas bukan sekadar menjadikannya slogan
politik lima tahunan maka beberapa langkah berikut sangat krusial:
- Reformasi pendidikan yang menyentuh esensi: berpikir kritis, kreatif, dan
kolaboratif.
- Investasi besar-besaran dalam
kesehatan publik, bukan sekadar kuratif tapi
juga preventif.
- Kebijakan ekonomi inklusif, yang berpihak pada UMKM dan sektor informal.
- Pemberantasan korupsi yang
nyata, bukan simbolik.
- Pemberdayaan pemuda, dengan program pelatihan, inkubasi wirausaha, dan
ruang partisipasi politik yang terbuka.
Penutup: Antara Mimpi dan Tanggung Jawab
Indonesia
Emas adalah mimpi kolektif. Tapi setiap mimpi menuntut tanggung jawab. Saat
ini, banyak rakyat yang bukan hanya bertanya "apa kabar Indonesia
Emas?" tapi juga “siapa yang akan benar-benar diuntungkan?”
Realitas
hari ini bukan untuk menihilkan mimpi, melainkan untuk menyadarkan bahwa kita
tak bisa berleha-leha di atas janji. Kita butuh lebih dari sekadar slogan.
Kita butuh gerakan nyata.
Jika
tidak, Indonesia Emas hanya akan menjadi dongeng yang indah di buku sejarah dan
disesali oleh generasi mendatang.
Disclaimer
Tulisan
ini merupakan opini reflektif untuk mendorong diskusi publik yang kritis dan
sehat. Narasi ini tidak ditujukan untuk menyalahkan pihak mana pun, melainkan
untuk memperkuat kesadaran bersama bahwa visi besar hanya bisa diraih dengan
kerja besar yang jujur dan konsisten.
0 Response to "Indonesia Emas: Slogan Megah, Realita Resah?"
Posting Komentar