Perencanaan Audit: Tahapan Perencanaan, Risiko Audit, dan Materialitas
Pendahuluan
Audit merupakan proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif terhadap asersi yang dibuat mengenai aktivitas ekonomi dan peristiwa, guna memastikan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan audit, tahap perencanaan audit memiliki peranan krusial yang menentukan arah dan efektivitas proses audit secara keseluruhan. Perencanaan audit membantu auditor untuk memahami entitas yang diaudit, mengidentifikasi risiko material, serta merancang prosedur audit yang sesuai agar diperoleh keyakinan memadai atas laporan keuangan.
Dokumen
ini membahas secara mendalam mengenai aspek-aspek penting dalam perencanaan
audit, seperti pemahaman terhadap entitas, penilaian risiko, penetapan strategi
audit, serta pentingnya dokumentasi dalam tahap perencanaan. Selain itu,
disoroti pula peran komunikasi antara auditor dengan pihak terkait dalam proses
perencanaan. Dengan perencanaan yang tepat, auditor tidak hanya dapat
meningkatkan efisiensi audit tetapi juga memperkuat kualitas hasil audit yang
dihasilkan.
Tahapan
Perencanaan Audit
Perencanaan audit merupakan fondasi penting dalam
proses audit. Tahapan ini tidak hanya memastikan efisiensi dan efektivitas
audit, tetapi juga memberikan auditor arah yang jelas dalam mengidentifikasi
area berisiko, mengalokasikan sumber daya secara tepat, dan merancang
pendekatan audit yang sesuai. Dalam standar auditing, perencanaan merupakan
tahap awal yang berfungsi untuk membentuk dasar pelaksanaan audit sesuai dengan
tujuan dan ruang lingkup yang telah ditentukan.
1.
Memahami Entitas dan Lingkungannya
Langkah awal dan krusial dalam perencanaan audit
adalah memperoleh pemahaman menyeluruh tentang entitas yang akan diaudit.
Pemahaman ini mencakup aspek internal dan eksternal entitas, seperti:
·
Struktur organisasi dan tata kelola perusahaan
·
Sistem informasi akuntansi dan pelaporan
keuangan
·
Proses bisnis utama dan siklus transaksi
·
Industri tempat entitas beroperasi
·
Regulasi, hukum, dan standar yang berlaku
·
Faktor eksternal seperti ekonomi, teknologi, dan
persaingan
Tujuan:
Memahami entitas secara menyeluruh membantu
auditor mengidentifikasi area yang rawan terhadap salah saji material dan
menetapkan strategi audit yang sesuai.
Contoh:
Pada audit perusahaan manufaktur, auditor perlu
memahami:
·
Proses produksi (dari pembelian bahan baku
hingga produk jadi)
·
Pengelolaan persediaan di gudang
·
Biaya produksi (langsung dan tidak langsung)
·
Sistem pengendalian kualitas produk
Misalnya, jika diketahui bahwa perusahaan memiliki
tingkat retur produk tinggi, auditor harus mencermati akurasi pencatatan
penjualan dan retur penjualan.
2.
Menilai Risiko Salah Saji Material
Setelah memahami entitas, auditor mengevaluasi risiko
salah saji material dalam laporan keuangan. Risiko ini dapat muncul
dari:
·
Risiko Inheren (inherent risk):
Risiko salah saji yang muncul tanpa mempertimbangkan pengendalian internal.
·
Risiko Pengendalian (control risk):
Risiko bahwa salah saji tidak dapat dicegah atau dideteksi oleh pengendalian
internal.
Penilaian risiko ini akan digunakan untuk
menentukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit selanjutnya.
Tujuan:
Agar auditor dapat mengarahkan fokus pada area
yang memiliki risiko tinggi dan menghindari pendekatan audit yang terlalu umum
atau tidak efektif.
Contoh:
Dalam audit perusahaan ritel, risiko salah saji
mungkin tinggi pada akun kas dan persediaan. Jika perusahaan
memiliki banyak toko cabang, auditor akan mengevaluasi sistem pengawasan atas
penerimaan kas dan pencatatan persediaan di masing-masing cabang.
3.
Menentukan Strategi Audit Keseluruhan
Strategi audit keseluruhan adalah kerangka kerja
tingkat tinggi yang digunakan untuk mengatur ruang lingkup dan arah audit.
Strategi ini mencakup:
·
Alokasi tanggung jawab di tim audit
·
Penggunaan teknologi audit
·
Pendekatan audit berbasis risiko
·
Pemilihan pendekatan substantif atau pengujian
pengendalian (control testing)
Tujuan:
Memberikan panduan umum bagi tim audit agar
pelaksanaan audit efisien, efektif, dan sesuai dengan standar.
Contoh:
Jika dalam penilaian risiko diketahui bahwa
pengendalian internal klien kuat, auditor dapat mengurangi pengujian substantif
dan lebih banyak mengandalkan pengujian pengendalian. Sebaliknya, untuk entitas
yang belum diaudit sebelumnya, auditor mungkin memilih pendekatan audit
substantif menyeluruh.
4.
Menyiapkan Program Audit (Audit Plan)
Program audit merupakan rincian spesifik prosedur
audit yang akan dilakukan untuk tiap akun dan siklus transaksi. Ini adalah
turunan langsung dari strategi audit dan memuat:
·
Tujuan audit untuk masing-masing area
·
Prosedur pengujian (uji substantif, pengujian
pengendalian)
·
Dokumentasi bukti audit yang dibutuhkan
Tujuan:
Memastikan bahwa semua area penting diperiksa
dengan metode yang sesuai, serta agar pelaksanaan audit terdokumentasi dan dapat
ditinjau oleh pihak lain (reviewer).
Contoh:
Untuk akun Piutang Usaha,
program audit dapat mencakup:
·
Konfirmasi piutang kepada pelanggan
·
Penelaahan umur piutang (aging schedule)
·
Evaluasi kelayakan cadangan kerugian piutang
·
Analisis tren penagihan piutang selama tiga
tahun terakhir
5.
Menentukan Tingkat Materialitas
Materialitas adalah ambang batas yang digunakan
auditor untuk mengevaluasi apakah salah saji dalam laporan keuangan cukup
signifikan untuk mempengaruhi keputusan pengguna laporan. Penetapan ini
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Faktor yang dipertimbangkan:
·
Total aset atau laba bersih perusahaan
·
Sifat akun (misalnya, saldo hutang kepada pihak
berelasi bisa dianggap material meskipun jumlahnya kecil)
·
Kepentingan pemangku kepentingan
Contoh:
Auditor dapat menetapkan materialitas sebesar 5%
dari laba bersih sebelum pajak. Jika laba bersih perusahaan adalah Rp 2 miliar,
maka materialitasnya adalah Rp 100 juta. Salah saji yang melebihi nilai ini
harus diperbaiki atau diungkapkan.
6.
Mengalokasikan Sumber Daya dan Menetapkan Tenggat Waktu
Audit yang baik membutuhkan alokasi sumber daya
manusia, waktu, dan peralatan yang memadai. Auditor harus menentukan siapa yang
akan menangani area tertentu, jadwal pekerjaan lapangan, serta deadline untuk
laporan akhir audit.
Tujuan:
Agar proses audit tidak melebihi anggaran waktu
dan biaya, serta hasil audit tersedia sesuai dengan kebutuhan klien (misalnya
untuk rapat umum pemegang saham atau pelaporan ke OJK).
Contoh:
·
Audit atas kantor pusat dilakukan oleh senior
auditor
·
Audit atas cabang-cabang dilakukan oleh tim
junior yang diawasi reviewer
·
Pekerjaan lapangan dijadwalkan 3 minggu
·
Draft laporan audit disusun 1 minggu setelah
pekerjaan lapangan selesai
7.
Melakukan Pertimbangan Etika dan Independensi
Audit hanya dapat dipercaya jika dilakukan secara
independen dan objektif. Auditor harus menilai apakah terdapat kondisi yang:
·
Mengancam independensi (misalnya memiliki
hubungan pribadi dengan manajemen klien)
·
Menimbulkan konflik kepentingan
·
Mempengaruhi integritas, objektivitas, dan
profesionalisme auditor
Tindakan:
·
Mengisi dan menandatangani lembar pernyataan
independensi
·
Menolak klien jika terdapat ancaman serius
terhadap independensi
·
Menerapkan langkah-langkah pengamanan
(safeguard), jika memungkinkan
Contoh:
Seorang auditor yang baru saja pindah dari posisi
akuntan di perusahaan klien dalam waktu kurang dari satu tahun, tidak boleh
ikut dalam audit atas laporan keuangan perusahaan tersebut, karena
independensinya secara faktual dan dalam penampilan telah terganggu.
Tahapan perencanaan audit adalah proses yang
dinamis, saling berkaitan, dan sangat penting untuk keberhasilan keseluruhan
audit. Dengan perencanaan yang matang, auditor tidak hanya meningkatkan
efisiensi pekerjaan tetapi juga meningkatkan kualitas dan keandalan hasil
audit.
RISIKO AUDIT
Risiko
audit (audit risk) adalah kemungkinan
bahwa auditor menyampaikan opini bahwa laporan keuangan suatu entitas telah
disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, padahal sebenarnya
laporan keuangan tersebut mengandung salah saji material yang tidak terdeteksi.
Risiko ini melekat dalam setiap proses audit dan tidak dapat dihilangkan
sepenuhnya, tetapi dapat dikelola atau diminimalkan hingga ke tingkat yang
dapat diterima oleh auditor melalui prosedur audit yang memadai dan evaluasi risiko
yang cermat.
Menurut
International Standard on Auditing (ISA) 200, risiko audit merupakan
dasar dari pelaksanaan audit berbasis risiko (risk-based audit) dan menjadi
pertimbangan utama auditor dalam merancang pendekatan audit untuk memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat.
Komponen Risiko Audit
Risiko
audit terdiri dari tiga komponen utama yang saling terkait, yaitu:
1. Risiko Inheren (Inherent Risk)
Risiko
inheren adalah risiko yang melekat secara alami dalam suatu akun atau
transaksi, terlepas dari keberadaan pengendalian internal. Risiko ini
mencerminkan kemungkinan terjadinya salah saji material akibat sifat atau
karakteristik bawaan dari transaksi, estimasi, atau kegiatan entitas.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi:
- Kompleksitas transaksi
(misalnya derivatif, konsolidasi, akuisisi)
- Subjektivitas estimasi
manajemen (misalnya nilai wajar aset tidak berwujud)
- Volume transaksi yang besar
- Tingkat perubahan regulasi atau
standar akuntansi
- Potensi adanya niat fraud dalam
pelaporan keuangan
Contoh:
- Akun cadangan kerugian
piutang memiliki risiko inheren tinggi karena penentuannya sangat
bergantung pada pertimbangan subjektif manajemen atas kemungkinan tidak
tertagihnya piutang.
- Akun persediaan pada
perusahaan manufaktur bisa memiliki risiko inheren tinggi jika terdiri
dari banyak jenis barang, mudah rusak, atau nilainya cepat usang.
2. Risiko Pengendalian (Control Risk)
Risiko
pengendalian adalah risiko bahwa salah saji material yang terjadi pada tingkat
transaksi atau saldo akun tidak dapat dicegah atau dideteksi dan dikoreksi
secara tepat waktu oleh sistem pengendalian internal entitas.
Risiko
ini ditentukan oleh efektivitas desain dan implementasi pengendalian internal.
Semakin lemah pengendalian internal, maka semakin tinggi risiko
pengendaliannya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi:
- Ketiadaan pemisahan tugas
(separation of duties)
- Kurangnya otorisasi dan
persetujuan atas transaksi
- Ketidakteraturan dalam
pelaksanaan rekonsiliasi
- Sistem TI yang tidak memiliki
kontrol akses atau log audit
- Kurangnya supervisi atau review
independen
Contoh:
Jika dalam suatu perusahaan pegawai yang menerima kas juga mencatat
transaksi dalam buku kas, maka risiko pengendaliannya tinggi. Ketiadaan
pemisahan tugas tersebut memberikan peluang untuk melakukan kecurangan dan
menyembunyikan kesalahan.
3. Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko
deteksi adalah risiko bahwa prosedur audit yang dilakukan oleh auditor tidak
berhasil mendeteksi salah saji material yang ada. Risiko ini menjadi
satu-satunya komponen risiko audit yang dapat dikendalikan secara langsung oleh
auditor melalui:
- Penetapan cakupan dan kedalaman
prosedur audit
- Pemilihan teknik audit (uji
substantif, pengujian pengendalian, pengujian analitik)
- Kualitas pelaksanaan audit
(misalnya pengalaman auditor, pengawasan, dan dokumentasi)
Faktor-faktor
yang mempengaruhi:
- Kurangnya pengalaman atau
keahlian auditor
- Volume transaksi yang sangat
besar (sampling error)
- Data yang tidak lengkap atau
tidak akurat
- Ketergantungan yang berlebihan
pada teknologi atau prosedur audit umum
- Waktu audit yang terbatas
(audit deadline pressure)
Contoh:
Seorang auditor melakukan uji secara sampling terhadap faktur penjualan namun tidak
mengambil sampel yang mencerminkan seluruh populasi transaksi, atau auditor
hanya menggunakan prosedur analitis umum tanpa menguji dokumen pendukung, maka
kemungkinan salah saji yang signifikan tidak terdeteksi akan meningkat.
4. Model Risiko Audit
Model
ini menegaskan bahwa total risiko audit merupakan hasil perkalian dari ketiga komponennya.
Dalam praktik, auditor tidak dapat secara langsung mempengaruhi risiko inheren
dan risiko pengendalian karena kedua risiko tersebut melekat pada entitas yang
diaudit. Namun, auditor dapat menyesuaikan tingkat risiko deteksi
melalui desain dan pelaksanaan audit yang tepat.
Implikasi
Praktis:
Jika
IR dan CR tinggi, maka auditor harus merancang prosedur audit yang lebih
ekstensif untuk menurunkan DR sehingga risiko audit keseluruhan tetap dalam
batas yang dapat diterima (acceptable audit risk).
Contoh Penerapan Model Risiko Audit
Misalkan:
- Auditor menilai Inherent
Risk = tinggi (0.9)
- Control Risk = sedang (0.5)
- Auditor ingin mempertahankan Audit
Risk = rendah (0.05)
Maka
auditor harus menghitung tingkat risiko deteksi maksimum yang dapat ditoleransi:
Dengan
demikian, auditor harus merancang prosedur audit yang dapat menurunkan
risiko deteksi di bawah 11,1%, seperti melakukan pengujian substantif
mendalam, menggunakan teknik konfirmasi, dan menambah ukuran sampel.
Risiko
audit merupakan bagian integral dari setiap proses audit yang perlu dipahami
dan dikelola oleh auditor. Dengan mengevaluasi risiko inheren dan risiko
pengendalian secara cermat, auditor dapat menyesuaikan prosedur audit untuk
mengendalikan risiko deteksi. Tujuan akhir adalah memastikan bahwa opini
auditor atas laporan keuangan dapat diandalkan dan mencerminkan kenyataan yang
ada.
Materialitas
Materialitas
adalah besaran atau sifat salah saji informasi keuangan yang, jika dihilangkan
atau disajikan keliru, dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan
keuangan. Konsep ini bersifat profesional dan relatif.
1. Penetapan Materialitas Awal (Planning Materiality)
Auditor
menetapkan materialitas pada awal audit sebagai panduan dalam perencanaan dan
pelaksanaan audit. Biasanya dihitung berdasarkan persentase dari elemen laporan
keuangan, seperti:
- 5% dari laba sebelum pajak
- 1% dari total aset
- 0,5% dari total pendapatan
Pemilihan
dasar tergantung pada sifat bisnis klien dan kepentingan pengguna laporan
keuangan.
2. Materialitas Kinerja (Performance Materiality)
Merupakan
jumlah yang lebih kecil dari materialitas awal dan digunakan untuk mengurangi
risiko bahwa agregasi salah saji yang tidak material secara individual dapat
menjadi material secara keseluruhan.
3. Materialitas untuk Komponen Individu
Dalam
audit grup atau entitas dengan banyak anak perusahaan/divisi, auditor
menetapkan tingkat materialitas yang relevan untuk masing-masing komponen.
4. Revisi Materialitas
Jika
selama audit terdapat perubahan signifikan, auditor dapat menyesuaikan tingkat
materialitas. Contohnya, ketika diketahui bahwa pendapatan jauh lebih tinggi
dari yang diestimasi saat perencanaan.
Hubungan antara Perencanaan, Risiko Audit, dan Materialitas
Ketiga
elemen ini saling terkait dan membentuk fondasi strategi audit:
- Penilaian risiko digunakan
untuk menentukan area yang memerlukan perhatian lebih besar.
- Materialitas membatasi area
fokus, sehingga auditor tidak perlu mengaudit seluruh informasi.
- Perencanaan audit
mengintegrasikan keduanya untuk menentukan prosedur audit yang efisien.
Contoh:
Jika auditor menilai bahwa akun persediaan memiliki risiko inheren dan
pengendalian tinggi, dan nilai persediaan mendekati batas materialitas, maka
prosedur audit untuk akun tersebut akan diperluas.
Kesimpulan
Perencanaan
audit merupakan tahap awal yang sangat penting dalam proses audit yang
bertujuan untuk mengarahkan auditor dalam melaksanakan tugasnya secara efisien
dan efektif. Dalam tahap ini, auditor harus memperoleh pemahaman yang memadai
tentang entitas dan lingkungannya, menilai risiko salah saji material, serta
menyusun strategi audit yang tepat. Komunikasi dengan pihak-pihak terkait dan
dokumentasi yang memadai menjadi elemen kunci dalam mendukung proses
perencanaan. Dengan perencanaan yang matang, auditor dapat lebih siap dalam
mengidentifikasi area berisiko tinggi dan merancang prosedur audit yang relevan,
sehingga hasil audit yang diperoleh dapat diandalkan dan bermanfaat bagi para
pemangku kepentingan.
Daftar Pustaka
- Arens, A. A., Elder, R. J.,
& Beasley, M. S. (2017). Auditing
and Assurance Services: An Integrated Approach (16th ed.). Pearson.
- Boynton, W. C., & Johnson,
R. N. (2006). Modern Auditing:
Assurance Services and the Integrity of Financial Reporting (8th
ed.). Wiley.
- Messier, W. F., Glover, S. M.,
& Prawitt, D. F. (2017). Auditing
and Assurance Services: A Systematic Approach (10th ed.).
McGraw-Hill Education.
- Ikatan Akuntan Indonesia.
(2011). Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP). Jakarta: IAI.
- Mulyadi. (2016). Auditing (Buku 1). Jakarta:
Salemba Empat.
- Sawyer, L. B., Dittenhofer, M.
A., & Scheiner, J. H. (2003). Sawyer's
Internal Auditing: The Practice of Modern Internal Auditing (5th
ed.). The Institute of Internal Auditors.
- Hayes, R., Dassen, R.,
Schilder, A., & Wallage, P. (2005). Principles of Auditing: An Introduction to International Standards
on Auditing. Pearson Education.
0 Response to "Perencanaan Audit: Tahapan Perencanaan, Risiko Audit, dan Materialitas"
Posting Komentar