STANDAR DAN PRINSIP AUDIT
Pendahuluan
Audit merupakan salah satu pilar penting dalam sistem akuntansi dan pelaporan keuangan modern. Dalam konteks tata kelola perusahaan dan akuntabilitas publik, audit berfungsi untuk memberikan keyakinan yang memadai atas kewajaran penyajian laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Agar proses audit dapat dilakukan secara sistematis, obyektif, dan dapat dipercaya, maka auditor harus bekerja berdasarkan standar profesional dan prinsip-prinsip etika yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
Standar
dan prinsip audit merupakan kerangka normatif yang digunakan untuk memastikan
bahwa proses pemeriksaan keuangan dilakukan sesuai dengan pedoman teknis dan
etis. Standar audit mencakup standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan
standar pelaporan yang mengarahkan bagaimana audit direncanakan, dilaksanakan,
dan dilaporkan. Sementara itu, prinsip kode etik seperti integritas,
objektivitas, dan independensi menjadi landasan moral yang menjamin
profesionalisme dan kualitas hasil audit.
Pemahaman
menyeluruh terhadap standar dan prinsip audit sangat penting, tidak hanya bagi
auditor profesional, tetapi juga bagi manajemen, pemilik bisnis, dan pemangku
kepentingan lainnya. Dengan memahami kerangka kerja ini, pihak-pihak terkait
dapat menjaga kepercayaan publik terhadap informasi keuangan serta meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas organisasi.
1. Standar Profesional Audit
Standar
Profesional Audit adalah pedoman normatif yang
digunakan oleh auditor untuk memastikan bahwa proses audit dilakukan dengan
cara yang sistematis, objektif, dan dapat dipercaya. Standar ini disusun dan
dikembangkan oleh badan profesi seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
melalui Komite Profesi Akuntan Publik (KPAP), serta mengikuti
prinsip-prinsip International Standards on Auditing (ISA) yang
dikeluarkan oleh International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB).
Tujuan utamanya adalah untuk melindungi kepentingan publik dan meningkatkan
kualitas audit.
Standar Umum
Standar
umum mencerminkan kualitas pribadi dan profesional auditor. Standar ini berlaku
sepanjang proses audit, dari perencanaan hingga pelaporan.
1. Kompetensi dan Pelatihan Profesional
Auditor
harus memiliki:
- Pengetahuan teknis: tentang akuntansi, auditing, hukum bisnis, dan sistem
informasi.
- Keterampilan praktis: dalam menerapkan prosedur audit dan menangani dokumen
keuangan yang kompleks.
- Pelatihan berkelanjutan: mengikuti pelatihan, seminar, atau mengambil
sertifikasi profesional seperti CPA (Certified Public Accountant), CA
(Chartered Accountant), atau CIA (Certified Internal Auditor).
Contoh:
Seorang
auditor yang menangani perusahaan fintech harus memahami teknologi keuangan,
sistem pembayaran digital, dan risiko siber agar dapat mengidentifikasi potensi
salah saji dalam laporan keuangan.
2. Independensi Auditor
Independensi
adalah kemampuan auditor untuk memberikan opini objektif tanpa dipengaruhi
kepentingan pribadi, klien, atau tekanan eksternal.
Independensi
terdiri dari:
- Independensi dalam fakta
(independence in fact):
sikap mental bebas dari bias atau konflik kepentingan.
- Independensi dalam penampilan
(independence in appearance):
bagaimana pihak ketiga memandang objektivitas auditor.
Contoh:
Seorang
auditor tidak boleh mengaudit perusahaan tempat saudara kandungnya bekerja
sebagai direktur keuangan, karena hal ini mengganggu persepsi independensi.
3. Kecermatan dan Ketelitian Profesional (Due Professional
Care)
Auditor
harus:
- Melaksanakan audit dengan penuh
kehati-hatian, menyadari potensi risiko salah saji material.
- Mendokumentasikan semua langkah
kerja audit secara memadai.
Contoh:
Jika
auditor menemukan saldo piutang usaha yang tinggi namun tidak ada konfirmasi
dari pelanggan, auditor wajib melakukan prosedur tambahan dan tidak hanya
mengandalkan data klien.
Standar Pekerjaan Lapangan
Standar
ini berkaitan dengan bagaimana pekerjaan audit dilakukan di lapangan. Ini
mencakup prosedur-prosedur audit yang dirancang untuk mengumpulkan bukti yang
memadai dan relevan.
1. Perencanaan dan Supervisi Audit
Audit
harus dimulai dengan rencana yang jelas dan harus ada pengawasan terhadap
pekerjaan audit yang dilakukan oleh junior auditor.
Langkah-langkah:
- Penilaian risiko awal
- Penentuan ruang lingkup audit
- Penjadwalan dan penugasan tim
audit
Contoh:
Dalam
mengaudit perusahaan multinasional, senior auditor membagi pekerjaan menjadi
beberapa wilayah (regional audit) dan mengatur supervisi berkala melalui rapat
mingguan dan review dokumen kerja (working papers).
2. Pemahaman terhadap Entitas dan Lingkungannya
Auditor
wajib memahami:
- Struktur organisasi perusahaan
- Proses bisnis utama
- Sistem pengendalian internal
- Lingkungan ekonomi dan industri
Contoh:
Saat
mengaudit rumah sakit, auditor harus memahami proses klaim BPJS, sistem
pencatatan pasien, dan pengendalian atas inventaris obat-obatan.
3. Bukti Audit yang Memadai dan Relevan
Auditor
harus:
- Mengumpulkan bukti audit yang cukup
(sufficiency) dan sesuai (appropriateness).
- Menggunakan teknik seperti:
observasi, inspeksi dokumen, wawancara, pengujian transaksi, dan
konfirmasi pihak ketiga.
Contoh:
Untuk
memverifikasi piutang, auditor mengirimkan surat konfirmasi langsung ke
pelanggan perusahaan dan mencocokkannya dengan catatan internal.
Standar Pelaporan
Standar
ini mengatur bagaimana auditor menyampaikan hasil auditnya melalui laporan
audit yang terstruktur dan sesuai dengan ketentuan.
1. Pernyataan tentang Kesesuaian dengan Standar Audit
Auditor
harus secara eksplisit menyatakan bahwa audit dilakukan sesuai dengan standar
profesional yang berlaku, seperti PSA (Pernyataan Standar Audit) atau ISA.
Contoh
Kalimat dalam Laporan Audit:
"Kami
telah melakukan audit berdasarkan Standar Audit yang ditetapkan oleh Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI)..."
2. Konsistensi Penerapan Prinsip Akuntansi
Auditor
menilai apakah prinsip akuntansi yang digunakan perusahaan konsisten dengan
tahun sebelumnya.
Contoh:
Jika
suatu perusahaan sebelumnya menggunakan metode FIFO dalam penilaian persediaan
dan tahun ini berubah ke metode average cost tanpa alasan kuat, auditor harus
mengungkapkan hal ini dalam laporan audit.
3. Kecukupan Pengungkapan Informasi
Laporan
keuangan harus menyajikan informasi yang memadai agar dapat dipahami pengguna
laporan.
Contoh:
Jika
perusahaan memiliki pinjaman dalam mata uang asing, auditor harus memastikan
bahwa nilai tukar dan risiko nilai tukar diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.
4. Pernyataan Opini Audit
Auditor
memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan, yang bisa berupa:
Jenis
Opini |
Penjelasan |
Contoh |
Wajar
Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) |
Laporan keuangan menyajikan secara
wajar tanpa catatan penting |
Perusahaan telah memenuhi PSAK
secara penuh |
Wajar
Dengan Pengecualian (Qualified Opinion) |
Ada beberapa hal yang menyimpang,
tapi tidak material |
Perusahaan tidak menyajikan
informasi terkait segmen operasi |
Opini
Tidak Wajar (Adverse Opinion) |
Laporan keuangan secara
keseluruhan tidak sesuai standar |
Pengakuan pendapatan dilakukan
tidak sesuai prinsip akrual |
Tidak
Memberikan Opini (Disclaimer of Opinion) |
Auditor tidak dapat memperoleh
bukti audit yang cukup |
Auditor ditolak akses terhadap
dokumen penting |
2. Kode Etik Auditor
Kode
Etik Auditor merupakan landasan moral dan profesional yang mengarahkan perilaku
auditor dalam menjalankan tugasnya. Dalam dunia audit, independensi, kejujuran,
dan integritas menjadi hal yang mutlak untuk memastikan hasil audit yang
objektif dan dapat dipercaya. Kode etik tidak hanya berfungsi sebagai pedoman
perilaku, tetapi juga sebagai pelindung bagi profesi auditor dari potensi
penyalahgunaan wewenang, konflik kepentingan, serta tekanan dari pihak-pihak
eksternal.
Kode
etik ini biasanya ditetapkan oleh asosiasi profesi seperti Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI) atau International Federation of Accountants
(IFAC) yang mengeluarkan Code of Ethics for Professional Accountants.
Prinsip-Prinsip Kode Etik Auditor
1. Integritas
Penjelasan:
Integritas adalah prinsip dasar yang mengharuskan auditor untuk bersikap jujur,
adil, dan tidak berkompromi terhadap nilai-nilai moral dalam setiap aspek
pekerjaannya. Auditor tidak boleh melakukan tindakan yang menyesatkan atau menyembunyikan
informasi penting dari laporan audit, baik secara sengaja maupun tidak.
Contoh:
Seorang auditor menemukan bahwa kliennya telah melakukan kesalahan pencatatan
yang menyebabkan laba perusahaan tampak lebih besar dari kenyataan. Meskipun
perusahaan menawarkan kompensasi tambahan agar kesalahan tersebut diabaikan,
auditor tetap melaporkannya secara objektif dalam laporan audit demi menjaga
integritasnya.
2. Objektivitas
Penjelasan:
Objektivitas mengharuskan auditor untuk bebas dari bias, benturan kepentingan,
atau pengaruh yang tidak semestinya dalam membuat keputusan profesional. Dalam
menjalankan audit, auditor tidak boleh membiarkan hubungan pribadi atau tekanan
dari pihak eksternal memengaruhi penilaiannya.
Contoh:
Auditor yang memiliki saudara bekerja sebagai manajer keuangan di perusahaan
klien harus menolak penugasan audit pada perusahaan tersebut untuk menghindari
konflik kepentingan dan mempertahankan objektivitas.
3. Kompetensi Profesional dan Kehati-hatian
Penjelasan:
Auditor harus memiliki kompetensi teknis dan profesional yang memadai dalam
menjalankan tugasnya. Selain itu, mereka harus melakukan pekerjaannya dengan
cermat, teliti, dan sesuai dengan standar audit yang berlaku. Kompetensi juga
mencakup komitmen untuk mengikuti pelatihan berkelanjutan guna mengikuti
perkembangan praktik dan teknologi terbaru dalam bidang audit.
Contoh:
Auditor yang belum pernah mengaudit industri pertambangan harus menolak
penugasan tersebut atau meminta pelatihan lebih lanjut sebelum menerima
penugasan, agar hasil audit tidak menyesatkan akibat kurangnya pemahaman.
4. Kerahasiaan
Penjelasan:
Auditor memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama proses audit. Informasi tersebut tidak boleh dibocorkan kepada pihak
ketiga tanpa persetujuan tertulis dari klien, kecuali diharuskan oleh hukum
atau peraturan yang berlaku.
Contoh:
Setelah menyelesaikan audit, auditor mengetahui bahwa klien akan melakukan
ekspansi bisnis besar. Auditor tidak boleh membocorkan informasi tersebut
kepada investor atau media karena termasuk informasi non-publik yang bersifat
rahasia.
5. Perilaku Profesional
Penjelasan:
Auditor wajib mematuhi seluruh hukum dan peraturan yang berlaku, serta
menghindari tindakan yang dapat merusak reputasi profesi. Ini termasuk
menghindari perilaku yang tidak etis, seperti menerima gratifikasi atau
berpartisipasi dalam kegiatan ilegal.
Contoh:
Auditor yang diketahui menggunakan data audit untuk berdagang saham atas nama
pribadi akan dianggap melanggar perilaku profesional karena memanfaatkan
informasi audit untuk keuntungan pribadi, dan ini merusak citra profesi secara
keseluruhan.
6. Independensi
Penjelasan:
Independensi berarti auditor harus bebas dari pengaruh apa pun, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang dapat memengaruhi penilaian
profesionalnya. Ada dua aspek independensi: independensi dalam fakta (in
fact) dan independensi dalam penampilan (in appearance). Auditor
tidak boleh memiliki hubungan keuangan, keluarga, atau kepentingan pribadi
dengan klien audit.
Contoh:
Seorang auditor yang memiliki saham di perusahaan yang sedang diaudit harus
segera mengungkapkan kepemilikan tersebut dan mengundurkan diri dari penugasan
audit karena konflik kepentingan yang mengganggu independensinya.
Pentingnya Kode Etik Auditor dalam Praktik
Kode
etik memberikan jaminan kepada publik bahwa hasil audit adalah obyektif, andal,
dan bebas dari pengaruh pihak tertentu. Hal ini sangat penting karena laporan
audit digunakan oleh berbagai pemangku kepentingan seperti investor, kreditur,
dan regulator dalam mengambil keputusan ekonomi. Kegagalan menjaga kode etik
tidak hanya mencoreng reputasi auditor, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian
besar pada publik.
Kode
Etik Auditor bukan hanya sekadar aturan normatif, tetapi merupakan jantung dari
praktik audit yang andal dan dipercaya. Setiap prinsipnya saling berhubungan
dan memperkuat posisi auditor sebagai profesi yang menjunjung tinggi kebenaran
dan tanggung jawab. Auditor yang mematuhi kode etik akan berkontribusi besar
terhadap terciptanya tata kelola perusahaan yang baik dan akuntabel.
3. Independensi Auditor
Pengertian dan Pentingnya Independensi Auditor
Independensi
auditor adalah prinsip fundamental dalam
profesi audit yang menjamin bahwa auditor dapat melakukan pekerjaannya secara
objektif, bebas dari pengaruh, tekanan, atau kepentingan pihak lain.
Independensi adalah landasan utama yang menjadikan hasil audit dapat dipercaya
oleh para pemangku kepentingan seperti pemegang saham, investor, regulator, dan
publik. Tanpa independensi, hasil audit dapat diragukan dan tidak mencerminkan
kondisi keuangan yang sebenarnya dari entitas yang diaudit.
Independensi
auditor bukan hanya tentang bebas dari pengaruh, tetapi juga tentang persepsi
publik terhadap objektivitas auditor. Dalam konteks ini, independensi menjadi
kunci untuk menjaga integritas profesi dan kepercayaan terhadap sistem
pelaporan keuangan.
Dua Dimensi Independensi Auditor
Independensi
terbagi menjadi dua dimensi utama yang harus dijaga oleh auditor, yaitu:
a. Independensi dalam Fakta (Independence in Fact)
Independensi
dalam fakta mengacu pada kondisi nyata bahwa auditor secara mental
dan profesional benar-benar bebas dari segala bentuk pengaruh yang bisa
memengaruhi penilaian profesionalnya. Dalam hal ini, auditor harus memastikan
bahwa semua keputusan dan kesimpulan audit diambil berdasarkan bukti audit yang
diperoleh dan bukan karena tekanan, hubungan, atau kepentingan pribadi dengan
klien.
Contoh:
Seorang
auditor yang tidak memiliki saham, utang, atau kepentingan lain dalam
perusahaan klien dapat dikatakan memiliki independensi dalam fakta. Jika
auditor memiliki pinjaman pribadi dari perusahaan klien, maka independensinya
secara fakta sudah terganggu, karena ada potensi konflik kepentingan yang bisa
memengaruhi objektivitas penilaiannya.
b. Independensi dalam Penampilan (Independence in
Appearance)
Independensi
dalam penampilan merujuk pada bagaimana publik memandang atau mempersepsikan
independensi auditor. Bahkan jika auditor benar-benar netral dan objektif
dalam kenyataannya, tetapi apabila ada indikasi yang menciptakan persepsi
ketidaknetralan, maka hal ini tetap dianggap sebagai pelanggaran terhadap
prinsip independensi.
Contoh:
Jika
seorang auditor terlihat sering makan malam dengan direktur keuangan klien atau
menerima hadiah mahal, maka walaupun auditor tetap objektif dalam pelaksanaan
audit, publik dapat memandangnya sebagai tidak independen. Hal ini merusak reputasi
dan kepercayaan terhadap hasil audit tersebut.
Faktor-Faktor yang Dapat Mengancam Independensi Auditor
Untuk
menjaga kedua aspek independensi di atas, auditor harus menghindari berbagai
faktor ancaman yang dapat merusak objektivitasnya. Berikut adalah beberapa
faktor utama yang dapat mengancam independensi auditor:
1. Hubungan Keuangan dengan Klien
Auditor
tidak diperbolehkan memiliki investasi langsung maupun tidak langsung
dalam perusahaan yang diaudit. Hal ini mencakup kepemilikan saham, obligasi,
atau bentuk investasi lainnya.
Contoh:
Seorang
auditor yang memiliki saham senilai Rp50 juta di perusahaan klien auditnya,
meskipun kecil, tetap dianggap sebagai pelanggaran terhadap independensi karena
adanya potensi keuntungan pribadi dari hasil audit yang dilakukan.
2. Hubungan Pribadi dengan Klien
Jika
auditor memiliki hubungan keluarga atau pertemanan dekat dengan
pihak-pihak yang berada di posisi manajemen atau yang terlibat dalam penyusunan
laporan keuangan, maka ada risiko auditor tidak dapat bersikap objektif.
Contoh:
Auditor
yang mengaudit perusahaan tempat adik kandungnya bekerja sebagai Chief
Financial Officer (CFO) akan menghadapi konflik kepentingan karena hubungan
darah tersebut dapat memengaruhi keputusan profesionalnya.
3. Pemberian Jasa Non-Audit
Pemberian
jasa non-audit (seperti jasa pajak, konsultasi manajemen, atau sistem
informasi) kepada klien yang sama berisiko menciptakan konflik kepentingan
karena auditor bisa menjadi penilai atas hasil pekerjaannya sendiri.
Contoh:
Jika
kantor akuntan publik menyediakan layanan perencanaan pajak kepada klien dan
pada saat yang sama mengaudit laporan keuangan klien tersebut, maka ada risiko
bahwa auditor tidak akan kritis terhadap kesalahan atau agresivitas pelaporan
pajak klien.
4. Rotasi Auditor
Beberapa
regulasi mewajibkan adanya rotasi auditor secara berkala untuk mencegah
kedekatan yang berlebihan antara auditor dengan klien, yang dapat menurunkan
tingkat skeptisisme profesional.
Contoh:
Di
Indonesia, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, rotasi partner audit wajib
dilakukan paling lama setiap lima tahun untuk memastikan terjaganya
independensi dan profesionalisme.
5. Tekanan dari Manajemen Klien
Manajemen
klien terkadang mencoba mempengaruhi auditor untuk menyetujui laporan
keuangan yang tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum (GAAP/PSAK).
Contoh:
Manajemen
klien menekan auditor agar tidak mencantumkan catatan atas piutang tak tertagih
yang signifikan karena akan menurunkan laba. Auditor harus mampu menolak
tekanan ini dan tetap menyampaikan temuan sesuai fakta.
Independensi
auditor merupakan pondasi utama dari kredibilitas laporan audit. Kedua
aspek independensi, yaitu dalam fakta dan dalam penampilan, harus dijaga dengan
ketat untuk memastikan bahwa audit dilakukan secara objektif, profesional, dan
dapat dipercaya. Auditor tidak hanya harus bebas dari pengaruh yang nyata,
tetapi juga dari segala situasi yang dapat menimbulkan persepsi negatif di mata
publik.
Penerapan
prinsip ini membutuhkan komitmen etis, pengawasan regulasi, dan kepatuhan
terhadap standar profesi, seperti yang diatur dalam Kode Etik Ikatan
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan standar internasional seperti dari IFAC
(International Federation of Accountants).
Kesimpulan
Standar
dan prinsip audit memiliki peran krusial dalam menjamin kualitas dan keandalan
proses audit. Standar audit memberikan panduan teknis yang mencakup kompetensi
auditor, independensi, kecermatan kerja, pengumpulan bukti yang relevan, serta
penyusunan laporan yang sesuai dengan norma profesional. Di sisi lain,
prinsip-prinsip kode etik seperti integritas, objektivitas, dan profesionalisme
membantu menjaga kepercayaan publik terhadap profesi auditor.
Kepatuhan
terhadap standar profesional dan kode etik bukan hanya tanggung jawab moral,
tetapi juga merupakan syarat mutlak bagi kelangsungan dan reputasi profesi
akuntansi publik. Auditor yang memegang teguh standar dan prinsip tersebut akan
mampu menjalankan tugasnya secara objektif dan akurat, serta memberikan nilai
tambah bagi pemangku kepentingan. Oleh karena itu, penguatan pemahaman dan
implementasi standar serta kode etik audit perlu terus dilakukan melalui
pendidikan, pelatihan, dan pengawasan oleh lembaga profesi.
Daftar Pustaka
- Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI). (2022). Pernyataan Standar Audit (PSA). Jakarta:
IAPI Press.
- International Auditing and
Assurance Standards Board (IAASB). (2020). International Standards on
Auditing (ISA). New York: IFAC.
- Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
(2021). Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Jakarta: Salemba
Empat.
- International Federation of
Accountants (IFAC). (2022). Code of Ethics for Professional Accountants.
New York: IFAC.
- Arens, A. A., Elder, R. J.,
& Beasley, M. S. (2021). Auditing and Assurance Services: An
Integrated Approach (17th ed.). Pearson Education.
- Boynton, W. C., & Johnson,
R. N. (2006). Modern Auditing: Assurance Services and the Integrity of
Financial Reporting (8th ed.). Wiley.
- Mulyadi. (2016). Auditing
(Buku 1). Jakarta: Salemba Empat.
- Sukrisno Agoes. (2017). Auditing:
Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
0 Response to "STANDAR DAN PRINSIP AUDIT"
Posting Komentar