BAB IV MANAJEMEN DAN BISNIS GLOBAL
PENDAHULUAN
Di panggung ekonomi dunia, batas negara kini hanya sebatas garis pada peta. Barang, jasa, modal, dan informasi menyeberang benua lebih cepat dari embusan angin. Di tengah arus besar ini, kemampuan mengelola menjadi bekal paling berharga. Manajemen bukan lagi sekadar mengatur sumber daya di ruang sempit perusahaan, tetapi seni dan ilmu memimpin organisasi dalam pusaran global.
Bab
ini membuka tirai untuk melihat manajemen dalam seluruh wajahnya: pengertian,
tujuan, ragam fungsi, dan tingkatan hierarki yang membentuk denyutnya. Kita
menelusuri jejak sejarahnya dari bengkel kecil Revolusi Industri hingga
organisasi digital lintas negara, lalu mengarungi samudra bisnis global mengurai
definisi, karakteristik, motif, strategi, hingga tantangan yang menyertai.
Seperti
pelaut yang membaca bintang untuk menuntun arah, pembahasan ini memberi kompas
bagi siapa pun yang ingin memahami manajemen sebagai seni merajut benang
strategi dan bisnis global sebagai samudra peluang yang harus diarungi dengan
kecermatan, keberanian, dan etika.
PENGERTIAN, TUJUAN, JENIS, DAN TINGKATAN MANAJEMEN
Di tengah pusaran perubahan zaman, ketika
teknologi berlari lebih cepat daripada regulasi dan pasar berayun mengikuti
sentimen global, ada satu keterampilan yang tetap menjadi inti keberhasilan
setiap organisasi: kemampuan mengelola. Manajemen bukan sekadar daftar
prosedur; ia adalah simfoni yang merajut visi, manusia, modal, dan teknologi
menjadi harmoni yang menghasilkan nilai. Seperti konduktor orkestra, manajer
menyeimbangkan tempo antara perencanaan dan tindakan, antara stabilitas dan
inovasi, antara kepentingan internal dan tuntutan eksternal.
1.
Pengertian Manajemen: Seni Merajut Benang Strategi
Sattar (2017) menyebut manajemen sebagai “proses
merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan sumber daya untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.” Robbins & Coulter (2023)
menegaskannya sebagai “koordinasi aktivitas kerja orang lain agar organisasi
mencapai tujuannya.”
Dua definisi ini menyoroti esensi manajemen
sebagai fungsi sosial: menggerakkan orang melalui perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Manajemen adalah seni merajut berbagai benang ide, manusia, modal, teknologi menjadi
kain strategi yang indah dan kokoh.
Ada tiga kata kunci dari definisi di atas:
1.
Proses – bukan aktivitas
sekali jadi, melainkan siklus berulang.
2.
Koordinasi – menyatukan
energi beragam individu dan unit.
3.
Tujuan – arah yang memberi
makna pada seluruh upaya.
Tanpa proses, manajemen hanya letupan sesaat.
Tanpa koordinasi, ia menjadi kerumunan. Tanpa tujuan, ia kehilangan arah.
Dengan ketiganya, manajemen menjadi penggerak organisasi menuju pencapaian.
2. Tujuan
Manajemen: Kompas yang Menuntun Arah
Tujuan manajemen tidak berhenti pada profit
semata. Literatur modern (Sattar, 2017; Robbins & Coulter, 2023) menegaskan
dimensi yang lebih luas:
a. Efisiensi
– menggunakan sumber daya secara optimal. Setiap rupiah, menit, dan tenaga
dialokasikan sehemat mungkin tanpa mengorbankan kualitas.
b. Efektivitas
– mencapai sasaran organisasi. Tidak cukup hemat; harus tepat sasaran.
c. Peningkatan
kesejahteraan karyawan dan pemangku kepentingan – organisasi maju
bersama orang-orang di dalamnya.
d. Inovasi
berkelanjutan – agar tetap relevan di pasar dinamis. Stagnasi adalah
awal kemunduran.
e. Tanggung
jawab sosial – memberi dampak positif pada masyarakat dan lingkungan.
Tujuan-tujuan ini ibarat bintang penunjuk arah.
Dalam praktiknya, manajer harus menyeimbangkan berbagai kepentingan: laba dan
etika, pertumbuhan dan keberlanjutan, efisiensi dan kesejahteraan.
Contoh konkret:
1. Perusahaan
ritel modern menetapkan target pertumbuhan penjualan, tetapi juga menerapkan
kebijakan ramah lingkungan.
2. Perusahaan
teknologi mengutamakan inovasi produk sekaligus kesejahteraan talenta
digitalnya.
3. Jenis
Manajemen: Instrumen dalam Orkestra Organisasi
Manajemen dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi.
Masing-masing fungsi seperti instrumen berbeda dalam orkestra; manajer menjadi
dirigen yang menjaga harmoni.
a. Manajemen Produksi/Operasi
Mengelola proses penciptaan barang
dan/atau jasa. Mencakup pengaturan kapasitas, kualitas, persediaan, dan
logistik. Tanpa manajemen operasi yang baik, strategi hebat hanya tinggal di
atas kertas.
b. Manajemen Pemasaran
Menghubungkan produk dengan pasar.
Meneliti kebutuhan konsumen, menetapkan harga, memilih saluran distribusi, dan
menciptakan komunikasi pemasaran. Di era digital, fungsi ini mencakup
pengelolaan media sosial dan pengalaman pelanggan.
c. Manajemen Keuangan
Mengatur arus kas, investasi, dan
risiko. Menentukan struktur modal, kebijakan dividen, hingga strategi
pembiayaan. Keputusan keuangan yang bijak ibarat bahan bakar untuk mesin
organisasi.
d. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
Mengembangkan dan memelihara SDM:
rekrutmen, pelatihan, penilaian kinerja, kompensasi, hingga perencanaan karier.
SDM bukan sekadar biaya, melainkan aset strategis.
e. Manajemen Strategis
Menentukan arah jangka panjang
organisasi. Menganalisis lingkungan, merumuskan visi, misi, dan strategi
kompetitif. Michael Porter (1998) menekankan keunggulan bersaing lahir dari
posisi unik dan aktivitas yang selaras.
Kelima fungsi ini saling terkait. Keputusan
pemasaran mempengaruhi operasi; kebijakan keuangan berdampak pada SDM; strategi
menentukan prioritas semua fungsi.
4.
Tingkatan Manajemen: Hierarki yang Menghidupkan Visi
Hierarki manajemen menurut Griffin (2023):
a. Top Management
Direksi, CEO, komisaris mereka menetapkan visi, misi, dan strategi
jangka panjang. Keputusan mereka bersifat menyeluruh, mempengaruhi organisasi
secara keseluruhan. Top management ibarat nahkoda kapal yang menentukan arah
pelayaran.
b. Middle Management
Manajer departemen, kepala divisi.
Mereka menerjemahkan strategi menjadi program kerja. Middle management adalah
jembatan antara visi besar dan operasi sehari-hari—penghubung antara dek
komando dan ruang mesin.
c. First-Line Management
Supervisor, mandor, kepala seksi.
Memimpin operasi sehari-hari, berinteraksi langsung dengan pekerja di garis
depan. Mereka memastikan kebijakan diterapkan dengan efektif.
Pemahaman tingkatan ini penting agar aliran
komunikasi, pengambilan keputusan, dan pertanggungjawaban berjalan lancar. Jika
top management adalah pemikir, middle management adalah penerjemah, dan
first-line adalah pelaksana, maka sinergi ketiganya yang membuat organisasi
bergerak.
MANAJEMEN SEBAGAI SENI, ILMU, DAN PROFESI
Dalam denyut kehidupan organisasi, manajemen
bukanlah satu wajah tunggal. Ia ibarat prisma yang memantulkan cahaya berbeda
ketika dilihat dari sudut berbeda: sebagai ilmu ia menyajikan
prinsip, teori, dan metode yang dapat dipelajari; sebagai seni
ia memerlukan intuisi, kreativitas, dan kemampuan interpersonal; sebagai profesi
ia menuntut standar etika, kompetensi, dan tanggung jawab sosial. Ketiga
dimensi ini membentuk identitas manajemen yang utuh menggabungkan kerangka pikir sistematis dengan sentuhan manusiawi,
serta dedikasi profesional.
1.
Manajemen sebagai Ilmu: Fondasi Pengetahuan dan Metode
Manajemen disebut ilmu karena memiliki prinsip,
teori, dan metode yang dapat diuji dan dipelajari. Seperti ilmu lainnya, ia
lahir dari observasi, penelitian, dan pengujian hipotesis. Frederick W. Taylor
dengan scientific management, Henri Fayol dengan fungsi manajemennya,
hingga Michael Porter dengan teori strategi semua
menyumbangkan fondasi yang dapat dipelajari siapa pun.
Karakteristik
manajemen sebagai ilmu:
a. Prinsip
Universal – perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian berlaku
lintas organisasi.
b. Metodologi
Sistematis – menggunakan analisis, data, indikator kinerja.
c. Prediktabilitas
– dengan memahami variabel, manajer dapat meramalkan hasil tertentu.
Seperti dokter yang mendiagnosis pasien
berdasarkan ilmu medis, manajer mendiagnosis masalah organisasi berdasarkan
data dan teori.
2.
Manajemen sebagai Seni: Sentuhan Intuisi dan Kreativitas
Namun, manajemen bukan sekadar formula. Dua
organisasi dengan struktur sama bisa menghasilkan kinerja berbeda tergantung
“sentuhan” manajernya. Di sinilah manajemen menjadi seni: kemampuan membaca
situasi, merasakan denyut tim, memotivasi orang, bernegosiasi, dan mengambil
keputusan dalam ketidakpastian.
Karakteristik
manajemen sebagai seni:
a. Intuisi
– menangkap sinyal halus yang tak selalu terlihat di data.
b. Kreativitas
– menciptakan cara baru memecahkan masalah.
c. Kemampuan
Interpersonal – membangun hubungan, menyelesaikan konflik,
menginspirasi.
Manajer yang efektif seperti konduktor orkestra:
partitur sama, instrumen sama, tetapi hasilnya harmoni atau kacau tergantung
dirigen.
3.
Manajemen sebagai Profesi: Etika dan Standar Kompetensi
Dimensi ketiga adalah manajemen sebagai profesi.
Artinya, praktik manajemen memerlukan:
a. Kompetensi
– pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman.
b. Kode
Etik – tanggung jawab kepada organisasi, karyawan, masyarakat, dan
lingkungan.
c. Pengembangan
Berkelanjutan – mengikuti perkembangan ilmu dan praktik terbaru.
Manajemen sebagai profesi menciptakan
kepercayaan. Pemangku kepentingan yakin bahwa keputusan manajer bukan sekadar
improvisasi, tetapi berlandaskan standar profesional dan integritas.
Contoh nyata: praktik corporate governance,
tanggung jawab sosial perusahaan, dan sertifikasi manajemen proyek adalah
manifestasi profesionalisme manajerial.
Integrasi
Tiga Dimensi: Menyatukan Pengetahuan, Intuisi, dan Etika
Ketiga dimensi ini tidak berdiri sendiri. Seorang
manajer:
1.
Menggunakan ilmu untuk
menganalisis masalah dan merancang strategi.
2.
Menggunakan seni untuk
menggerakkan tim, bernegosiasi, dan memimpin perubahan.
3.
Menggunakan profesionalisme
untuk menjaga standar, etika, dan tanggung jawab sosial.
Tanpa ilmu, manajemen menjadi serangkaian
improvisasi. Tanpa seni, ia menjadi mesin kaku yang kehilangan sentuhan
manusiawi. Tanpa profesionalisme, ia rentan disalahgunakan. Dengan ketiganya,
manajemen menjadi disiplin yang utuh berdaya
guna dan beretika.
Manajemen sebagai ilmu memberi kerangka dan alat;
sebagai seni memberi jiwa dan inspirasi; sebagai profesi memberi standar dan
integritas. Dalam praktik sehari-hari, manajer yang berhasil adalah mereka yang
mampu berpindah dengan luwes di antara ketiga dimensi ini menggabungkan analisis tajam dengan empati
hangat, intuisi dengan data, keberanian dengan etika.
Seperti arsitek yang menguasai ilmu bangunan
sekaligus seni ruang, manajer adalah perancang dan penggerak organisasi. Dan
seperti profesi mulia lainnya, ia memikul tanggung jawab untuk tidak hanya
mencapai tujuan bisnis, tetapi juga menciptakan dampak positif bagi manusia dan
lingkungan tempat organisasi beroperasi.
Manajemen
di Era Global dan Digital
Di abad ke-21, konteks manajemen berubah:
1.
Globalisasi – organisasi harus
memahami budaya, regulasi, dan pasar lintas negara.
2.
Teknologi Digital – big data,
AI, dan otomasi mengubah proses pengambilan keputusan.
3.
Ketenagakerjaan Fleksibel –
munculnya gig economy menuntut gaya manajemen baru.
4.
Tuntutan Keberlanjutan –
tanggung jawab sosial dan lingkungan semakin penting.
Fungsi dan tingkatan manajemen tetap relevan,
tetapi cara melaksanakannya harus adaptif. Perencanaan kini berbasis data real
time; pengorganisasian melibatkan tim lintas negara; pengarahan menuntut
komunikasi digital; pengendalian memanfaatkan dashboard analitik.
Implikasi
Praktis: Membangun Organisasi yang Adaptif
Pemahaman tentang pengertian, tujuan, jenis, dan
tingkatan manajemen bukan sekadar teori. Ia menjadi dasar untuk:
1. Menetapkan
struktur organisasi yang tepat.
2. Menyusun
strategi yang realistis dan kontekstual.
3. Mengoptimalkan
fungsi lintas departemen.
4. Mengembangkan
kepemimpinan di setiap level.
5. Mengantisipasi
risiko dan peluang.
Organisasi yang menginternalisasi prinsip
manajemen ini lebih siap menghadapi ketidakpastian dan memanfaatkan peluang.
Manajemen adalah seni sekaligus ilmu yang
menggerakkan sumber daya agar organisasi mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Definisi dari Sattar (2017) dan Robbins & Coulter (2023)
menegaskan koordinasi aktivitas kerja orang lain sebagai inti manajemen.
Tujuannya bukan hanya profit, tetapi juga efisiensi, efektivitas, kesejahteraan,
inovasi, dan tanggung jawab sosial.
Jenis manajemen produksi, pemasaran, keuangan, SDM, strategis adalah instrumen yang dimainkan dalam
orkestra organisasi. Tingkatan manajemen top,
middle, first-line adalah hierarki
yang memastikan harmoni antara visi dan pelaksanaan.
Di era global dan digital, prinsip-prinsip ini
tetap relevan, tetapi cara menerapkannya menuntut adaptasi, kreativitas, dan
etika. Dengan memahami pengertian, tujuan, jenis, dan tingkatan manajemen,
organisasi dibekali kompas dan peta untuk berlayar di samudra ketidakpastian.
Manajemen bukan sekadar prosedur, melainkan seni menghidupkan visi,
menggerakkan orang, dan menciptakan nilai yang bertahan di tengah perubahan
zaman.
SEJARAH
MANAJEMEN
Jika kita menelusuri alur sejarah umat manusia,
jejak manajemen telah terukir jauh sebelum kata “manajemen” dikenal. Ketika
suku pemburu mengatur pembagian hasil buruan, ketika arsitek Mesir kuno
mengoordinasikan ribuan pekerja membangun piramida, ketika pelaut Nusantara
menyusun logistik pelayaran ke seberang samudra di sanalah embrio manajemen bekerja. Ia lahir sebagai naluri
mengatur dan mengoordinasi, berkembang menjadi keterampilan, lalu
bertransformasi menjadi ilmu.
Seiring Revolusi Industri pada abad ke-19,
kebutuhan untuk mengatur tenaga kerja dan mesin dalam skala besar memicu
lahirnya manajemen modern sebagai disiplin ilmiah. Dari bengkel kecil, ia
tumbuh menjadi teori, metode, dan profesi yang menopang organisasi raksasa.
Jejak sejarah ini menunjukkan bahwa manajemen bukan dogma statis, melainkan
organisme yang berevolusi mengikuti zaman.
1. Era
Klasik (akhir abad ke-19 – awal abad ke-20): Mengukir Fondasi Ilmu
Revolusi Industri mengubah lanskap produksi:
pabrik besar, tenaga kerja massal, mesin-mesin baru. Dibutuhkan cara sistematis
untuk meningkatkan efisiensi.
a. Frederick
W. Taylor memperkenalkan scientific management atau manajemen
ilmiah: pengukuran waktu kerja, standar prosedur, pembagian tugas yang jelas.
Tujuannya: efisiensi dan produktivitas.
b. Henri
Fayol menambahkan perspektif administratif dengan merumuskan fungsi
manajemen: planning, organizing, commanding, coordinating, controlling.
Kerangka ini hingga kini menjadi dasar buku-buku manajemen.
Era klasik ini ibarat fondasi bangunan. Ia
memberikan struktur dan logika bagi praktik mengelola, meskipun fokusnya
cenderung mekanistis.
2. Era
Hubungan Manusia (1930-an): Menemukan Dimensi Sosial
Efisiensi mesin ternyata tidak cukup. Studi
Hawthorne di pabrik Western Electric mengungkap bahwa produktivitas pekerja
bukan hanya soal pencahayaan dan prosedur, tetapi juga pengakuan, komunikasi,
dan hubungan antarindividu.
a. Elton
Mayo menekankan pentingnya faktor sosial, motivasi, dan kepuasan
kerja.
b. Organisasi
mulai dilihat bukan sekadar sistem mekanik, tetapi komunitas manusia dengan
kebutuhan psikologis.
Era ini menambahkan “jiwa” pada struktur yang
dibangun era klasik. Manajemen menjadi lebih manusiawi.
3. Era
Sistem dan Kontingensi (1960-an – 1980-an): Melihat Organisasi sebagai
Organisme
Perubahan lingkungan bisnis yang makin kompleks
mendorong lahirnya pendekatan sistem.
a. Organisasi
dipandang sebagai sistem terbuka yang menerima input,
mengolahnya menjadi output, dan berinteraksi dengan lingkungan.
b. Teori
kontingensi menegaskan: tidak ada satu pendekatan universal
yang cocok untuk semua; manajemen harus sesuai konteks, struktur mengikuti
strategi, gaya kepemimpinan mengikuti situasi.
Era ini ibarat lensa baru: dari melihat
organisasi sebagai mesin ke melihatnya sebagai organisme hidup yang
beradaptasi.
4. Era
Modern dan Digital (1990-an – sekarang): Adaptif, Kolaboratif, Berbasis Data
Memasuki abad ke-21, ekonomi berbasis pengetahuan
dan teknologi digital mengubah cara organisasi bekerja.
a. Fokus
pada inovasi, agility, dan kolaborasi
lintas batas.
b. Muncul
konsep knowledge management, lean management,
agile management.
c. Teknologi
informasi memungkinkan pengambilan keputusan berbasis data real-time,
koordinasi tim virtual lintas negara, dan otomatisasi proses rutin.
Manajemen kini bukan hanya merencanakan dan
mengendalikan, tetapi juga memfasilitasi pembelajaran, mengelola perubahan
cepat, dan menumbuhkan budaya inovasi.
Pelajaran
dari Jejak Sejarah
Perjalanan manajemen dari bengkel kecil ke
organisasi modern mengajarkan:
1. Ia
selalu lahir dari kebutuhan praktis, lalu diformalkan menjadi teori.
2. Ia
berevolusi seiring perubahan teknologi, ekonomi, dan nilai masyarakat.
3. Keseimbangan
antara struktur dan manusia, antara kontrol dan kreativitas, menjadi kunci
keberhasilan.
Seperti pohon yang tumbuh dari biji kecil menjadi
raksasa, manajemen berkembang dari praktik intuitif menjadi disiplin ilmu yang
kompleks. Namun akarnya tetap sama: keinginan untuk mengatur upaya bersama agar
tujuan tercapai.
Manajemen sebagai praktik setua peradaban telah
menemani manusia sejak mengelola buruan hingga mengelola konglomerasi global.
Sebagai ilmu, ia lahir pada abad ke-19, diperkaya oleh berbagai pendekatan dari
klasik, hubungan manusia, sistem, hingga kontingensi. Di era modern dan
digital, ia semakin adaptif, kolaboratif, dan berbasis data.
Jejak sejarah ini menegaskan: manajemen bukan
dogma beku, melainkan disiplin yang hidup, belajar, dan berubah. Siapa pun yang
ingin menjadi manajer efektif perlu memahami akar sejarah ini agar dapat
memetik kebijaksanaan masa lalu dan menyiapkan strategi masa depan.
BISNIS
GLOBAL: MENYEBRANG BATAS, MENGANYAM PELUANG
Di era di mana batas negara semakin kabur oleh
teknologi dan transportasi, aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung di dalam
satu bendera. Barang, jasa, modal, dan informasi bergerak melintasi samudra dan
benua seperti arus laut yang tak terlihat. Bisnis global adalah cerminan zaman
ini: sebuah samudra luas yang penuh peluang, namun juga menyimpan arus bawah
dan badai kebijakan yang harus diantisipasi. Ia mengundang keberanian,
kecermatan, dan kecakapan strategi.
Sebagaimana para pelaut Nusantara dahulu
mengarungi lautan rempah untuk menganyam jejaring dagang dunia, perusahaan masa
kini mengarungi pasar global untuk menganyam peluang. Dari industri makanan
hingga teknologi digital, dari perusahaan keluarga hingga raksasa multinasional,
bisnis global telah menjadi denyut nadi ekonomi modern.
Definisi
Bisnis Global
Alexander Thian (2021) menjelaskan bisnis global
sebagai “kegiatan usaha yang melibatkan transaksi lintas negara, baik berupa
barang, jasa, modal, maupun informasi.” Griffin (2023) menambahkan: “bisnis
global mencakup operasi perusahaan di lebih dari satu negara, dengan
mempertimbangkan perbedaan budaya, ekonomi, politik, dan hukum.”
Dari definisi tersebut, kita dapat menangkap tiga
aspek penting:
1.
Lintas Batas Geografis: transaksi
terjadi melampaui yurisdiksi negara.
2.
Keragaman Konteks: harus
memperhatikan perbedaan budaya, hukum, dan ekonomi.
3.
Integrasi Global: mengelola
sumber daya, pasar, dan rantai pasok yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Bisnis global bukan sekadar ekspor produk; ia
adalah jaringan nilai (value network) yang terhubung secara internasional.
Karakteristik
Bisnis Global
Bisnis global ibarat ekosistem lintas negara
dengan ciri khas yang membedakannya dari bisnis domestik:
1. Perluasan
Pasar Lintas Negara: produk dijual di berbagai negara, dengan adaptasi
rasa, kemasan, atau layanan sesuai pasar lokal.
2. Sumber
Daya Global: bahan baku, tenaga kerja, teknologi, dan modal diperoleh
dari berbagai belahan dunia untuk mengoptimalkan biaya dan kualitas.
3. Perbedaan
Budaya, Hukum, dan Regulasi: perusahaan harus menyesuaikan diri dengan
norma lokal sekaligus menjaga standar global.
4. Sensitivitas
terhadap Fluktuasi Ekonomi dan Politik: nilai tukar, tarif, kebijakan
perdagangan, hingga ketegangan geopolitik mempengaruhi strategi.
Karakteristik ini menuntut organisasi memiliki
kemampuan koordinasi lintas budaya, logistik global, serta sistem informasi
yang tangguh.
Motif
Perusahaan Memasuki Pasar Global
Mengapa perusahaan meninggalkan kenyamanan pasar
domestik dan menempuh risiko di pasar global? Beberapa motif utama:
1. Mencari
Pasar Baru: ketika pasar domestik jenuh, ekspansi ke luar negeri
membuka ruang pertumbuhan.
2. Mengakses
Sumber Daya Lebih Murah atau Berkualitas: bahan baku, teknologi, atau
tenaga kerja spesialis mungkin lebih mudah diperoleh di luar negeri.
3. Mendapatkan
Keunggulan Kompetitif melalui Skala Ekonomi: produksi massal untuk
pasar global menurunkan biaya per unit.
4. Diversifikasi
Risiko: dengan beroperasi di berbagai negara, perusahaan tidak terlalu
bergantung pada satu pasar.
Motif ini bukan hanya soal keuntungan, tetapi
juga soal keberlangsungan usaha di tengah dinamika global.
Strategi
Masuk Pasar Global
Kotler & Keller (2022) mengidentifikasi
beberapa strategi masuk pasar global, masing-masing dengan implikasi modal,
kontrol, dan risiko berbeda:
1.
Ekspor (Langsung/Tidak Langsung):
menjual produk ke luar negeri melalui distributor atau perantara. Risiko
rendah, kontrol terbatas.
2.
Lisensi dan Waralaba:
memberikan hak kepada pihak lokal untuk memproduksi atau menjual produk. Cocok
untuk merek yang ingin tumbuh cepat dengan investasi terbatas.
3.
Joint Venture dan Aliansi Strategis:
bermitra dengan perusahaan lokal untuk berbagi risiko, keahlian, dan jaringan.
Cocok di pasar yang kompleks atau regulasi ketat.
4.
Investasi Langsung (Foreign Direct
Investment/FDI): mendirikan pabrik atau anak perusahaan di luar
negeri. Memberi kontrol penuh tetapi memerlukan modal besar dan menghadapi
risiko politik.
Pemilihan strategi ini harus mempertimbangkan tujuan
jangka panjang, sumber daya perusahaan, dan kondisi pasar sasaran.
Tantangan
Bisnis Global
Mengelola bisnis global bukan sekadar memperluas
pasar; ada tantangan kompleks yang harus dihadapi:
1. Budaya:
bahasa, nilai, kebiasaan mempengaruhi pemasaran, manajemen, dan negosiasi.
Sebuah slogan yang sukses di negara asal bisa saja menyinggung di negara lain.
2. Hukum
dan Regulasi: standar produk, perizinan, perlindungan konsumen, hingga
isu pajak berganda memerlukan kepatuhan ketat.
3. Ekonomi
Makro: inflasi, suku bunga, nilai tukar, kebijakan fiskal di berbagai
negara mempengaruhi biaya dan harga.
4. Teknologi:
kecepatan inovasi, keamanan data, infrastruktur digital berbeda-beda di tiap
negara.
5. Persaingan:
pemain lokal dan global berebut pasar; adaptasi strategi menjadi kunci.
Mengatasi tantangan ini memerlukan riset
mendalam, fleksibilitas strategi, dan kepemimpinan lintas budaya.
Contoh
Bisnis Global
Sejumlah perusahaan Indonesia telah menapaki
panggung global:
1.
Indofood, Mayora, dan Garudafood
mengekspor produk makanan ke berbagai negara, menyesuaikan resep dan kemasan
dengan selera lokal sambil menjaga standar kualitas internasional.
2.
Gojek berekspansi ke Asia
Tenggara, menghadapi perbedaan regulasi transportasi daring, adaptasi metode
pembayaran, dan dinamika kompetisi lokal.
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa kekuatan
lokal (local strength) dapat menjadi modal untuk meraih peluang global jika
dikemas dengan strategi tepat.
Implikasi
Manajerial di Era Global
Manajemen di era global menuntut kombinasi
keahlian teknis, kepekaan budaya, dan visi strategis:
1. Berpikir
Lintas Budaya: menguasai komunikasi antarbudaya, adaptasi gaya
kepemimpinan, dan sensitif terhadap norma lokal.
2. Mengelola
Rantai Pasok Global: koordinasi pemasok, logistik lintas negara, dan
mitigasi risiko geopolitik.
3. Mengantisipasi
Fluktuasi Ekonomi: hedging nilai tukar, diversifikasi pasar, dan
perencanaan skenario.
4. Integrasi
Tanggung Jawab Sosial: mematuhi standar lingkungan dan HAM global,
membangun reputasi positif di mata masyarakat internasional.
Manajer global bukan hanya pengendali angka,
tetapi juga “navigator” yang membaca peta budaya, politik, dan teknologi.
Bisnis
Global dan Daya Saing Bangsa
Bisnis global bukan sekadar arena kompetisi
perusahaan, tetapi juga medan bagi daya saing bangsa:
1. Transfer
Teknologi dan Pengetahuan: investasi asing membawa keterampilan baru.
2. Mendorong
Standar Kualitas: produk lokal harus memenuhi standar global,
meningkatkan mutu industri nasional.
3. Ekspor
Budaya dan Identitas: melalui produk kreatif, kuliner, dan layanan digital,
bangsa memperkenalkan identitasnya ke dunia.
Namun ada pula tantangan: ketergantungan pada
pasar global, risiko krisis global, dan persaingan yang semakin ketat.
Kebijakan publik dan dukungan ekosistem sangat menentukan keberhasilan pelaku
bisnis dalam mengarungi pasar internasional.
Masa
Depan Bisnis Global: Digital, Berkelanjutan, Inklusif
Tren global menunjukkan arah baru:
1.
Digitalisasi: e-commerce lintas
negara, platform digital, dan layanan berbasis data mempercepat globalisasi
usaha kecil sekalipun.
2.
Keberlanjutan (Sustainability):
konsumen global semakin peduli lingkungan dan etika; perusahaan harus
mengintegrasikan prinsip ESG (Environmental, Social, Governance).
3.
Inklusivitas: akses pasar
global kini terbuka bagi UMKM melalui platform digital, mengurangi kesenjangan
dengan perusahaan besar.
Bisnis global di masa depan tidak hanya tentang
skala, tetapi juga tentang nilai dan dampak.
Bisnis global adalah samudra luas yang mengundang
keberanian untuk berlayar. Definisinya melampaui sekadar transaksi lintas
negara; ia adalah integrasi pasar, sumber daya, dan budaya dalam satu ekosistem
yang saling terkait. Karakteristiknya menuntut adaptasi, strategi, dan
pengelolaan risiko yang matang. Motif ekspansi tidak hanya untuk keuntungan,
tetapi juga untuk keberlanjutan dan daya saing.
Strategi masuk pasar global dari ekspor hingga investasi langsung ibarat jalur-jalur pelayaran yang bisa
dipilih sesuai kemampuan dan tujuan. Tantangan budaya, hukum, ekonomi,
teknologi, dan persaingan adalah badai yang harus dibaca peta anginnya. Namun
contoh keberhasilan perusahaan lokal yang mendunia menunjukkan bahwa peluang
nyata terbuka bagi yang siap.
Manajemen di era global bukan lagi sekadar fungsi
teknis, tetapi seni memimpin di atas perbedaan, ilmu membaca dinamika pasar,
dan profesi yang menjembatani visi dengan realitas lintas batas. Masa depan
bisnis global akan ditentukan oleh mereka yang mampu menyebrang batas sambil
menganyam peluang dengan inovasi, keberlanjutan, dan kepekaan budaya.
Dalam konteks ini, pemahaman mendalam tentang
bisnis global bukan hanya pengetahuan akademik, tetapi bekal strategis untuk
menavigasi dunia usaha yang semakin tanpa batas sebuah seni berlayar di samudra ekonomi dunia.
KESIMPULAN
Manajemen
adalah seni, ilmu, dan profesi yang lahir dari kebutuhan manusia mengatur upaya
bersama. Ia berkembang dari praktik intuitif para pemburu dan tukang bangunan
piramida, menjadi ilmu sistematis yang dirumuskan Taylor, Fayol, dan para
pemikir modern. Kini, di era digital dan global, manajemen menjadi lebih
adaptif, kolaboratif, dan berbasis data namun tetap memerlukan sentuhan
intuisi dan etika.
Bisnis
global adalah samudra luas yang penuh peluang sekaligus badai. Definisinya
melampaui ekspor-impor; ia mencakup integrasi pasar, sumber daya, dan budaya dalam
satu jaringan nilai. Motif ekspansi lintas negara bukan hanya soal keuntungan,
tetapi juga akses sumber daya, skala ekonomi, diversifikasi risiko, dan daya
saing bangsa.
Pemahaman
mendalam tentang pengertian, tujuan, jenis, dan tingkatan manajemen menjadi
bekal untuk mengelola organisasi di arena global. Seperti konduktor yang
memimpin orkestra lintas instrumen, manajer global harus menguasai komunikasi
antarbudaya, rantai pasok internasional, mitigasi risiko ekonomi, dan integrasi
tanggung jawab sosial.
Dengan
panduan konsep dan kebijaksanaan sejarah, manajemen dan bisnis global tidak
lagi tampak sebagai konsep abstrak, melainkan jalan nyata menuju kemandirian,
keberlanjutan, dan kemajuan bersama. Di tangan para pemimpin yang menguasai
ilmu, seni, dan profesi manajemen, dunia usaha bukan sekadar arena persaingan,
tetapi juga panggung untuk menciptakan nilai, menganyam peluang, dan memberi
manfaat bagi masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sattar. (2017). Pengantar Bisnis.
Deepublish.
2.
Alexander Thian. (2021). Pengantar
Bisnis. Penerbit Andi.
3.
B. Siswanto. (2021). Pengantar Manajemen.
Bumi Aksara.
4.
Griffin, R. W. (2023). Business
Essentials. Pearson.
5.
Robbins, S. P., & Coulter, M. (2023). Management.
Pearson.
6.
Kotler, P., & Keller, K. (2022). Marketing
Management. Pearson.
7.
Pearce, J. A., & Robinson, R. B. (2022). Strategic
Management. McGraw-Hill.
8.
Badan Pusat Statistik & Kementerian Koperasi
RI (berbagai laporan).
9.
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
10. Porter,
M. E. (1998). Competitive Advantage. Free
Press.
VERSI PDF.
0 Response to "BAB IV MANAJEMEN DAN BISNIS GLOBAL"
Posting Komentar