BAB II KOMPONEN PROSES BISNIS
PENDAHULUAN
Di setiap organisasi, proses bisnis adalah aliran kehidupan yang tidak pernah berhenti. Namun aliran ini tidak mengalir dalam ruang hampa; ia bergerak melalui komponen-komponen yang saling berkelindan, seperti roda gigi yang menggerakkan mesin besar. Komponen proses bisnis aktivitas, aktor, sumber daya, input, output, dan nilai tambah ibarat anatomi tubuh yang menentukan vitalitas sebuah organisasi.
Memahami komponen-komponen ini bukan sekadar
latihan konseptual, melainkan langkah strategis. Dengan mengenali setiap unsur,
manajemen dapat melihat alur kerja secara menyeluruh, menemukan titik lemah
yang tersembunyi, dan mengoptimalkan sumber daya agar hasil yang dicapai bukan
hanya efektif dan efisien, tetapi juga bernilai lebih bagi pelanggan. Setiap
komponen, walau tampak kecil, adalah bagian dari sistem besar yang dirancang
untuk menciptakan nilai. Tanpa keselarasan di antara mereka, proses bisnis
kehilangan arah dan denyutnya melemah.
Pendahuluan ini mengajak pembaca untuk melihat
lebih dalam bagaimana setiap aktivitas dijalankan, siapa aktornya, dengan
sumber daya apa ia bekerja, dan bagaimana input diubah menjadi output yang
bernilai tambah. Dengan pandangan yang utuh, kita dapat memahami bahwa
organisasi yang sehat adalah organisasi yang komponen prosesnya saling berpadu
secara harmonis.
AKTIVITAS: TUGAS,
PEKERJAAN, DAN ALUR KERJA
Aktivitas adalah fondasi setiap proses bisnis.
Harmon (2020) mendefinisikan aktivitas sebagai unit kerja terkecil dalam suatu
proses yang memberikan kontribusi terhadap hasil akhir. Definisi ini menekankan
bahwa aktivitas bukan sekadar tindakan acak, tetapi bagian dari sistem yang
dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Dumas dkk. (2018) menambahkan bahwa
aktivitas adalah langkah-langkah konkret yang mengubah input menjadi output,
sehingga menjadi titik penting dalam penciptaan nilai.
Jenis Aktivitas
Aktivitas dalam proses bisnis dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
1. Aktivitas
Utama (Core Activities): Aktivitas yang langsung menciptakan nilai
bagi pelanggan atau penerima layanan. Contohnya adalah pengolahan pesanan
pelanggan, produksi barang, atau pemberian layanan inti.
2. Aktivitas
Pendukung (Support Activities): Aktivitas yang mendukung kelancaran
aktivitas utama, seperti administrasi, pemeliharaan peralatan, atau pelatihan
karyawan. Meskipun tidak berhubungan langsung dengan pelanggan, aktivitas ini
memastikan proses utama berjalan tanpa hambatan.
3. Aktivitas
Manual vs Otomatis: Aktivitas manual dilakukan oleh manusia secara
langsung, seperti pemeriksaan dokumen atau layanan pelanggan tatap muka.
Sementara aktivitas otomatis dilakukan oleh sistem atau mesin, misalnya
pemrosesan data oleh perangkat lunak atau pengisian ulang stok secara otomatis
melalui sistem ERP.
Alur Kerja
Aktivitas-aktivitas yang berbeda saling terhubung
membentuk aliran pekerjaan atau workflow. Alur kerja ini menentukan urutan
pelaksanaan tugas dari awal hingga akhir, sehingga proses berlangsung
sistematis dan mudah dipantau. Alur kerja yang jelas membantu mengurangi
kesalahan, menghindari duplikasi pekerjaan, dan meningkatkan efisiensi
operasional. Dalam konteks manajemen proses bisnis, pemetaan alur kerja
(process mapping) menjadi salah satu langkah kunci untuk memahami interaksi
antaraktivitas.
Contoh Praktis
Sebagai ilustrasi, dalam proses penjualan,
aktivitas yang terlibat antara lain penerimaan pesanan dari pelanggan,
pengecekan stok barang, pengemasan produk, dan pengiriman. Setiap aktivitas
memiliki urutan dan pelaksana yang berbeda, namun semuanya harus terintegrasi
agar pelanggan menerima barang tepat waktu dengan kualitas yang dijanjikan.
Dengan memahami aktivitas sebagai bagian terkecil
namun penting dari proses bisnis, organisasi dapat memetakan alur kerja dengan
lebih baik, mengidentifikasi potensi perbaikan, dan meningkatkan penciptaan
nilai bagi pelanggan.
AKTOR: INDIVIDU,
TIM, DAN UNIT ORGANISASI
Di balik setiap proses bisnis, selalu ada
pihak-pihak yang menjalankannya. Mereka inilah yang disebut aktor
proses. Harmon (2020)
menjelaskan aktor sebagai entitas yang berperan melaksanakan aktivitas dalam
proses bisnis, baik berupa individu, kelompok kerja, unit bisnis, maupun pihak
eksternal. Dumas dkk. (2018) menambahkan bahwa aktor tidak hanya terbatas pada
manusia, tetapi juga mencakup sistem atau teknologi yang bertindak sebagai
pelaksana aktivitas.
Siapa Aktor
Proses
Aktor proses adalah pihak yang melakukan atau
mendukung aktivitas tertentu. Mereka bisa berupa:
1. Individu,
seperti staf administrasi atau operator mesin.
2. Tim,
yaitu kelompok yang bekerja secara kolaboratif menyelesaikan satu rangkaian
aktivitas.
3. Unit
Bisnis, misalnya divisi pemasaran, departemen produksi, atau bagian
keuangan.
4. Pihak
Eksternal, seperti pemasok, mitra bisnis, atau bahkan pelanggan yang
berinteraksi langsung dalam proses.
Peran, Tanggung
Jawab, dan Otoritas
Setiap aktor memiliki peran spesifik yang
memengaruhi kelancaran proses. Peran tersebut meliputi pengambilan keputusan,
pelaksanaan tugas teknis, pengawasan, atau penyediaan dukungan. Tanggung jawab
aktor memastikan tugas yang dilakukan sesuai standar yang ditetapkan, sementara
otoritas menentukan batasan kewenangan dalam mengambil keputusan atau melakukan
tindakan tertentu. Tanpa pembagian peran dan otoritas yang jelas, proses
berisiko mengalami tumpang tindih, konflik, atau keterlambatan.
Pengaruh
terhadap Kualitas dan Kecepatan Proses
Kompetensi, koordinasi, dan komunikasi antaraktor
menjadi faktor penentu kualitas dan kecepatan proses. Aktor yang kompeten mampu
menyelesaikan tugas dengan benar dan cepat, sementara koordinasi yang baik
antaraktor memperlancar alur kerja. Sebaliknya, kurangnya komunikasi dapat
menyebabkan hambatan, kesalahan, atau keterlambatan. Oleh karena itu,
organisasi perlu memastikan bahwa setiap aktor memahami tugasnya, memiliki
keterampilan yang memadai, dan berkomunikasi secara efektif.
Contoh Praktis
Dalam proses pemesanan online, aktor meliputi
staf layanan pelanggan yang menerima pesanan, tim gudang yang menyiapkan barang,
kurir yang mengantarkan pesanan, dan sistem pembayaran elektronik yang
memproses transaksi. Semua aktor ini harus bekerja selaras agar pelanggan
menerima produk tepat waktu dan sesuai dengan yang dipesan.
SUMBER
DAYA: MATERIAL, FINANSIAL, DAN TEKNOLOGI
Dalam setiap organisasi baik yang bergerak di bidang jasa, manufaktur, maupun sektor public sumber daya merupakan “bahan bakar” yang
menghidupkan roda proses bisnis. Tanpa manajemen sumber daya yang tepat,
strategi secanggih apa pun akan terhenti di tengah jalan. Sumber daya bukan
hanya sekadar alat atau dana, melainkan keseluruhan aset berwujud dan tak
berwujud yang menopang tercapainya tujuan organisasi.
1.
Klasifikasi Sumber Daya
Sumber daya dapat dibedakan menjadi dua kategori
besar:
a. Berwujud
(Tangible Resources)
Ini mencakup bahan baku, peralatan,
mesin, gedung, dan dana tunai yang tersedia. Dalam konteks perusahaan
manufaktur, misalnya, besi baja untuk produksi otomotif atau dana operasional
untuk pembelian mesin baru merupakan contoh sumber daya berwujud.
b. Tak
Berwujud (Intangible Resources)
Termasuk di dalamnya adalah
informasi, hak paten, lisensi, merek dagang, jaringan kemitraan, hingga
reputasi merek yang dibangun bertahun-tahun. Aset tak berwujud sering kali
menjadi keunggulan kompetitif paling kuat misalnya
kepercayaan konsumen terhadap sebuah merek yang membuatnya lebih unggul
dibanding pesaing dengan produk serupa.
2.
Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumber Daya
Sumber daya yang baik tidak hanya dimiliki,
tetapi juga dikelola secara efektif dan efisien.
a. Manajemen
bahan baku (material management) berfokus pada pengadaan tepat waktu,
mengurangi pemborosan, dan menjamin kualitas.
b. Manajemen
keuangan memastikan aliran dana sehat, investasi tepat sasaran, dan
pengendalian biaya berjalan optimal.
c. Manajemen
aset tak berwujud mengarah pada perlindungan hak kekayaan intelektual,
penguatan brand image, serta optimalisasi data dan informasi untuk pengambilan
keputusan.
Ketiganya berinteraksi erat: dana diperlukan
untuk membeli material dan teknologi, sementara teknologi mempercepat
pemrosesan material, dan reputasi merek memengaruhi akses pendanaan maupun
pemasok.
3.
Teknologi Informasi sebagai Akselerator Proses
Dalam era digital, teknologi informasi (TI) telah
menjadi katalis yang mempercepat laju proses bisnis.
a.
Otomatisasi mengurangi
ketergantungan pada tenaga manual.
b.
Integrasi data meminimalisir
kesalahan dan meningkatkan akurasi laporan.
c.
Akses real-time memungkinkan
manajemen memantau kinerja dan segera mengambil keputusan korektif bila
diperlukan.
TI bukan sekadar pendukung, tetapi kini menjadi strategic
enabler: tanpa sistem informasi yang mumpuni, organisasi akan
tertinggal dalam hal kecepatan, ketepatan, dan koordinasi.
4.
Studi Kasus: Implementasi Sistem ERP pada Perusahaan Manufaktur
Enterprise Resource Planning (ERP) adalah contoh
nyata bagaimana pengelolaan sumber daya dapat diakselerasi teknologi.
a. Kondisi
Sebelum ERP: Data produksi, penjualan, dan keuangan terpisah di
departemen masing-masing, menyebabkan duplikasi dan keterlambatan informasi.
b.
Setelah ERP: Semua data
terintegrasi dalam satu platform. Divisi produksi tahu persediaan bahan baku
secara real-time; bagian penjualan melihat status pesanan; dan bagian keuangan
langsung memproses penagihan.
Hasilnya: biaya operasional turun,
kecepatan layanan meningkat, kesalahan berkurang, dan pengambilan keputusan
menjadi lebih berbasis data (data-driven).
Dengan pemahaman yang utuh tentang sumber
daya material, finansial, dan teknologi, organisasi dapat menyusun
strategi pemanfaatan yang lebih sinergis. Ini bukan hanya soal “memiliki”
sumber daya, melainkan juga menyelaraskan, mengoptimalkan, dan
mengintegrasikan ketiga unsur tersebut agar menjadi motor penggerak
keunggulan kompetitif jangka panjang.
INPUT,
OUTPUT, DAN NILAI TAMBAH PROSES
Dalam setiap organisasi, proses dapat diibaratkan
sebagai “dapur” tempat bahan mentah diolah menjadi hidangan bernilai lebih
tinggi. Input adalah bahan mentah, output adalah hidangan yang tersaji, dan nilai
tambah adalah cita rasa baru yang membuatnya lebih berharga bagi
pelanggan. Pemahaman atas tiga elemen ini menjadi fondasi penting bagi manajer
untuk merancang, mengukur, dan menyempurnakan proses bisnis.
1.
Konsep Input dan Output
a.
Input. Segala sesuatu yang masuk ke
dalam sistem atau proses. Bisa berupa bahan mentah, tenaga kerja, energi,
informasi, waktu, hingga layanan pendukung. Input menjadi titik awal sebuah
proses, seperti tepung, gula, dan tenaga baker pada industri roti; atau data
dan informasi pelanggan pada industri perbankan.
b.
Output. Hasil akhir dari proses. Output
dapat berupa barang jadi, jasa, informasi, keputusan, atau pengalaman. Output
adalah bukti nyata keberhasilan suatu proses mengolah inputnya. Dalam industri
manufaktur, output berbentuk produk fisik yang siap dijual. Dalam sektor jasa,
output bisa berupa konsultasi yang memberikan solusi bagi klien.
Dengan memahami hubungan input–output, organisasi
dapat mengidentifikasi celah perbaikan dan memastikan semua sumber daya yang
digunakan benar-benar menghasilkan hasil yang diinginkan.
2.
Nilai Tambah Proses
Proses yang efektif tidak sekadar
mentransfer input menjadi output,
tetapi mengubah input tersebut sehingga memiliki nilai
lebih besar bagi pelanggan atau organisasi. Nilai tambah dapat berupa:
a. Peningkatan
kualitas produk atau layanan.
b. Penurunan
biaya atau waktu produksi.
c. Penambahan
fitur atau layanan yang membuat pelanggan merasa lebih puas.
d. Pengolahan
data mentah menjadi informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan.
Dengan kata lain, nilai tambah adalah “alasan”
mengapa proses itu ada. Jika proses tidak menghasilkan nilai tambah, berarti
proses tersebut perlu dievaluasi atau dihapuskan.
3.
Metrik Pengukuran Nilai Tambah
Untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah yang
dihasilkan, organisasi memerlukan indikator yang jelas. Beberapa metrik yang
umum digunakan antara lain:
a.
Biaya (Cost): Apakah biaya input
lebih rendah dibanding nilai output yang dihasilkan?
b.
Waktu Siklus (Cycle Time): Seberapa
cepat proses berlangsung dari awal hingga akhir?
c.
Kualitas (Quality): Apakah output
sesuai standar yang diharapkan pelanggan?
d.
Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction):
Apakah pelanggan merasa puas dengan produk atau layanan?
Metrik ini berfungsi sebagai kompas agar proses
tetap berada di jalur yang memberikan manfaat maksimal.
4.
Contoh Nyata
·
Sektor Manufaktur:
Input berupa bahan baku (misalnya
baja, plastik) dan tenaga kerja diolah menjadi produk jadi (misalnya kendaraan,
peralatan rumah tangga) yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Proses ini
menciptakan nilai tambah melalui desain, teknologi produksi, dan kualitas.
·
Sektor Jasa:
Input berupa informasi pelanggan,
data preferensi, atau masalah yang dihadapi klien diolah menjadi layanan yang
dipersonalisasi, misalnya paket wisata sesuai minat pelanggan atau rekomendasi
produk bank berdasarkan profil risiko nasabah. Nilai tambah tercipta dalam
bentuk pengalaman dan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi.
Dengan memahami input, output, dan nilai
tambah proses, organisasi
dapat lebih bijak merancang strategi operasionalnya. Proses yang baik adalah
yang hemat biaya, cepat, berkualitas, dan memuaskan pelanggan sebuah kombinasi yang menjadi kunci
keunggulan bersaing di era modern.
HUBUNGAN
ANTAR KOMPONEN DALAM PROSES BISNIS
Proses bisnis adalah ekosistem yang tersusun dari
berbagai komponen yang saling terkait. Aktivitas, aktor, sumber daya, input,
dan output bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari
rangkaian yang membentuk aliran kerja. Keterpaduan antar komponen inilah yang
menentukan kelancaran, efektivitas, dan nilai tambah dari setiap proses.
1.
Interaksi Komponen
Aktivitas tidak akan berjalan tanpa aktor yang
melaksanakannya. Aktor memanfaatkan sumber daya baik material, finansial, maupun teknologi untuk mengubah input menjadi output yang bernilai tambah. Dalam
konteks ini:
1. Aktivitas
adalah langkah-langkah kerja yang mengolah input.
2. Aktor
adalah pelaku proses, baik individu, tim, maupun unit organisasi.
3. Sumber
daya adalah bahan baku, informasi, dana, maupun sistem teknologi yang
digunakan.
4. Input
adalah masukan proses, sedangkan output adalah hasil akhir
yang memiliki nilai lebih tinggi.
Interaksi harmonis antar komponen menjamin proses
berlangsung efisien, cepat, dan sesuai standar.
2.
Diagram Sederhana Aliran Proses
Hubungan antar komponen dapat divisualisasikan
dalam alur sederhana:
Input → Aktivitas (oleh Aktor dengan
Sumber Daya) → Output bernilai tambah
Skema ini menunjukkan bahwa semua komponen harus
bekerja selaras agar hasil yang diperoleh sesuai ekspektasi organisasi dan
pelanggan.
3.
Risiko Integrasi Buruk
Keterpaduan yang lemah antar komponen dapat
menimbulkan:
1. Bottleneck:
titik kemacetan yang memperlambat alur kerja.
2. Duplikasi
kerja: aktivitas berulang yang tidak menambah nilai.
3. Kesalahan
dan inefisiensi: akibat koordinasi yang tidak jelas.
Akibatnya, biaya meningkat, kualitas menurun, dan
kepuasan pelanggan berkurang.
4.
Strategi Sinkronisasi Komponen
Agar komponen berjalan serempak, organisasi
perlu:
1. Standarisasi
prosedur: mendefinisikan proses secara jelas agar semua pihak memahami
langkah yang sama.
2. Pemanfaatan
teknologi: sistem terintegrasi (misalnya ERP) untuk menyatukan data
dan aliran kerja.
3. Komunikasi
lintas fungsi: memastikan semua aktor mengetahui peran dan informasi
terbaru untuk mencegah miskomunikasi.
Dengan strategi ini, komponen-komponen proses
bisnis dapat bekerja seperti orkestrasi yang menghasilkan harmoni nilai tambah.
MEMAHAMI
KOMPONEN UNTUK MENGUASAI PROSES BISNIS
Dalam dunia organisasi yang kian kompleks,
memahami komponen proses bisnis bukanlah sekadar langkah administratif,
melainkan fondasi strategis. Setiap proses bisnis pada hakikatnya adalah aliran
nilai: input masuk ke dalam sistem, diolah melalui serangkaian
aktivitas,
dijalankan oleh aktor yang memanfaatkan sumber daya,
lalu menghasilkan output yang memiliki nilai tambah bagi pemangku kepentingan.
Dengan mengenali tiap komponen ini secara
mendalam, organisasi akan lebih mudah memetakan bagaimana
proses berjalan, mengevaluasi titik lemah dan kekuatannya, serta memperbaiki metode kerja agar lebih efisien.
Pemahaman menyeluruh terhadap komponen proses bisnis memungkinkan perusahaan
menghubungkan tujuan strategis dengan praktik operasional sehari-hari, sehingga
peningkatan daya saing bukan
lagi cita-cita abstrak, melainkan hasil nyata yang terukur.
Dalam bahasa lain, memahami komponen proses
bisnis adalah seperti membaca peta yang menuntun perjalanan organisasi. Tanpa
peta yang jelas, perjalanan menuju keunggulan kompetitif akan penuh risiko dan
kebingungan; dengan peta yang akurat, setiap langkah menjadi lebih terarah,
hemat sumber daya, dan menghasilkan dampak positif bagi keberlanjutan usaha.
KESIMPULAN
Komponen proses bisnis bukanlah entitas terpisah
yang berdiri sendiri; ia adalah mata rantai yang membentuk ekosistem kerja. Aktivitas
adalah langkah-langkah yang menggerakkan; aktor adalah jiwa
yang menjalankan; sumber daya adalah bahan bakar yang
memungkinkan gerak; input
adalah titik mula; output adalah hasil nyata; dan nilai tambah adalah esensi yang membuat semua kerja
bermakna.
Keselarasan antar komponen inilah yang menjadi
penentu kualitas dan daya saing organisasi. Ketika aktivitas dikelola rapi,
aktor memahami perannya, sumber daya digunakan bijak, input diolah cerdas, dan
output menghasilkan nilai tambah yang dirasakan pelanggan, maka proses bisnis
menjadi mesin keunggulan yang tangguh. Sebaliknya, ketidakpaduan antar komponen
menciptakan kemacetan, duplikasi kerja, dan pemborosan yang melemahkan organisasi.
Kesimpulannya, memahami komponen proses bisnis
adalah memahami denyut kehidupan organisasi itu sendiri. Pengetahuan ini
memberi peta bagi manajer dan praktisi untuk mengarahkan, menyempurnakan, dan
mensinergikan seluruh elemen agar strategi besar dapat diwujudkan dalam
tindakan nyata. Dengan pemahaman yang utuh, peningkatan kinerja dan keunggulan
bersaing bukan lagi sekadar harapan, tetapi kenyataan yang terukur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harmon,
P. (2020). Business Process Change: A Business Process Management Guide for
Managers and Process Professionals. 4th Edition. Morgan Kaufmann.
2. Dumas,
M., La Rosa, M., Mendling, J., & Reijers, H. A. (2018). Fundamentals of
Business Process Management. Springer.
3. vom
Brocke, J., & Rosemann, M. (Eds.). (2021). Handbook on Business Process
Management. Springer.
4. Weske,
M. (2019). Business Process Management: Concepts, Languages, Architectures.
Springer.
5. Modul
Analisis Proses Bisnis. (2023). Tim Pengajar Universitas.
6. Hammer,
M., & Champy, J. (2001). Reengineering the Corporation: A Manifesto for
Business Revolution. Harper Business.
7. Porter,
M. E. (1985). Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior
Performance. Free Press.
8. Rummler,
G. A., & Brache, A. P. (2012). Improving Performance: How to Manage the
White Space on the Organization Chart. Jossey-Bass.
9. ISO
9001:2015. Quality management systems — Requirements.
10. Wibowo,
A. (2020). Manajemen Proses Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers.
VERSI PDF.
0 Response to "BAB II KOMPONEN PROSES BISNIS"
Posting Komentar