BAB. II LINGKUNGAN BISNIS
Dalam panggung besar perekonomian, setiap organisasi ibarat aktor yang bermain bukan di ruang hampa, tetapi di atas panggung yang penuh dinamika: ada cahaya peluang, bayang-bayang risiko, suara penonton yang beragam, dan aturan naskah yang terus berubah. Panggung itulah yang kita sebut lingkungan bisnis. Di sanalah perusahaan bernafas, berinteraksi, dan berjuang untuk menciptakan nilai.
Lingkungan bisnis bukanlah sekadar deretan
istilah, melainkan ekosistem hidup yang menentukan arah dan ritme organisasi. Batas-batas
lingkungan organisasi menandai ruang kendali internal dan samudra eksternal
yang harus dibaca. Sementara itu, lingkungan ekonomi memberi warna dan arus
yang menggerakkan segala aktivitas bisnis. Keduanya membentuk kerangka besar
bagi mahasiswa untuk memahami bagaimana sebuah organisasi beroperasi, bertahan,
dan tumbuh.
Melalui bab ini, mahasiswa diajak tidak hanya
mengenali faktor-faktor internal dan eksternal secara konseptual, tetapi juga
belajar menyelami denyut kehidupan bisnis: membaca data ekonomi sebagai sinyal,
memahami interaksi dengan pemangku kepentingan, mengantisipasi risiko, dan
menangkap peluang. Seperti calon nakhoda yang belajar membaca peta laut sebelum
berlayar, mahasiswa akan belajar membaca peta lingkungan bisnis sebelum mengarungi
dunia kerja yang sesungguhnya.
BATAS-BATAS LINGKUNGAN ORGANISASI
Setiap organisasi ibarat sebuah makhluk hidup
yang berdiri di tengah ekosistemnya. Ia bukan benda mati yang berdiri sendiri,
tetapi sebuah sistem yang bernafas, berinteraksi, dan beradaptasi. Seperti
tubuh manusia yang memiliki kulit untuk membedakan bagian dalam dan luar,
organisasi pun memiliki batas garis imajiner yang memisahkan faktor internal yang dapat
dikendalikan dari faktor eksternal yang hanya dapat dipengaruhi. Memahami batas-batas
ini berarti memahami denyut kehidupan organisasi, ruang geraknya, serta
jendela-jendela peluang yang tersedia di luar.
Robbins & Coulter (2023) menegaskan bahwa
organisasi adalah sistem terbuka (open system) yang menerima
input dari lingkungan, mengolahnya menjadi output, lalu mengembalikannya ke
lingkungan. Input itu bisa berupa modal, tenaga kerja, informasi, bahkan
legitimasi sosial. Outputnya berupa produk, layanan, nilai tambah, dan dampak
sosial. Siklus ini terus berulang; interaksi dengan lingkungan menjadi nadi
yang membuat organisasi tetap hidup.
Bagi calon manajer, pemahaman ini bukan sekadar
teori. Ia adalah kompas yang menunjukkan mana wilayah kendali mereka dan mana
wilayah yang harus mereka antisipasi. Tanpa pemahaman itu, strategi yang dibuat
akan seperti peta tanpa legenda indah
tetapi menyesatkan.
Lingkungan Internal: Ruang Domestik Organisasi
Lingkungan internal adalah dunia di dalam
organisasi yang sepenuhnya berada dalam kendali manajemen. Ini
adalah “ruang domestik” tempat keputusan strategis diambil dan dijalankan.
Mengelola lingkungan internal berarti mengatur “ruang mesin kapal” agar kapal
tetap melaju dengan efisien.
Komponen utama lingkungan internal meliputi:
1.
Struktur Organisasi. Struktur
menentukan bagaimana wewenang dan tanggung jawab dibagi. Struktur fungsional,
matriks, atau divisional masing-masing punya implikasi pada koordinasi dan
pengambilan keputusan.
2.
Budaya Organisasi. Budaya
adalah jiwa organisasi. Nilai, norma, dan kebiasaan yang membentuk perilaku
karyawan menentukan bagaimana strategi dijalankan. Budaya inovatif menghasilkan
produk baru; budaya pelayanan menghasilkan kepuasan pelanggan.
3.
Sumber Daya Manusia. Kompetensi,
motivasi, dan produktivitas karyawan adalah aset utama. SDM yang unggul ibarat
mesin berdaya tinggi; tanpa SDM yang tepat, strategi hanya akan menjadi dokumen
di atas kertas.
4.
Teknologi Internal. Sistem
informasi, proses produksi, dan teknologi digital yang diadopsi menentukan
efisiensi, kualitas, dan kecepatan organisasi. Di era digital, teknologi bukan
lagi sekadar pendukung tetapi menjadi pembeda daya saing.
5.
Modal dan Arus Kas. Ketersediaan
dana internal memengaruhi kemampuan investasi, ekspansi, dan inovasi. Arus kas
sehat adalah darah yang mengalirkan energi ke seluruh organ organisasi.
Karena faktor-faktor ini berada dalam kendali
manajemen, pimpinan dapat mendesain ulang struktur, membangun budaya yang
sehat, mengembangkan SDM, mengadopsi teknologi baru, atau memperkuat modal.
Organisasi yang sadar lingkungan internalnya akan lebih mudah mengarungi
tantangan eksternal.
Lingkungan Eksternal: Samudra di Luar Kapal
Lingkungan eksternal adalah faktor-faktor di luar
kendali langsung organisasi tetapi memiliki pengaruh signifikan terhadap
kinerja dan keberlanjutan. Alexander Thian (2021) membaginya menjadi dua
lapisan:
1.
Lingkungan Mikro (Task
Environment)
Ini adalah aktor-aktor yang
berinteraksi langsung dengan organisasi:
a.
Pemasok: kualitas dan harga bahan
baku mempengaruhi biaya produksi.
b.
Pelanggan: preferensi mereka
menentukan arah inovasi produk.
c.
Pesaing: strategi mereka
mempengaruhi posisi pasar.
d.
Pemegang Saham dan Investor:
harapan mereka mempengaruhi kebijakan dividen, investasi, dan transparansi.
e.
Regulator Sektoral: aturan khusus
industri (misalnya OJK untuk sektor keuangan).
2.
Lingkungan Makro (General
Environment)
Ini adalah konteks yang lebih luas
dan tidak langsung, meliputi:
a.
Politik dan Hukum: stabilitas
politik, kebijakan pajak, peraturan ketenagakerjaan.
b.
Ekonomi: inflasi, suku bunga,
pertumbuhan ekonomi, nilai tukar.
c.
Sosial Budaya dan Demografi: tren
gaya hidup, nilai-nilai masyarakat, perubahan struktur usia penduduk.
d.
Teknologi: kemunculan inovasi baru
yang mengubah model bisnis.
e.
Lingkungan Alam: isu
keberlanjutan, perubahan iklim, ketersediaan sumber daya.
Batas antara internal dan eksternal bersifat permeabel.
Informasi, sumber daya, bahkan tekanan sosial mengalir masuk dan keluar.
Organisasi yang kaku dan tertutup akan kesulitan beradaptasi; organisasi yang
peka dan adaptif akan lebih siap menghadapi perubahan.
Pentingnya Memahami Batas-Batas Organisasi
Mengapa mahasiswa manajemen perlu memahami
batas-batas ini?
1.
Mengidentifikasi Faktor yang Bisa dan
Tidak Bisa Dikendalikan. Ini
membantu manajer fokus pada hal-hal yang benar-benar berada dalam jangkauan
mereka.
2.
Merancang Strategi yang Realistis.
Strategi yang hebat di atas kertas bisa gagal jika mengabaikan kekuatan dan
keterbatasan internal serta dinamika eksternal.
3.
Mengantisipasi Risiko dan Peluang dari
Luar. Perubahan regulasi, tren konsumen, dan teknologi bisa menjadi
peluang bagi yang siap atau ancaman bagi yang lengah.
Contoh konkret:
Sebuah start-up teknologi pendidikan (edutech)
mungkin menguasai aspek internal seperti platform digital dan tim pengembang.
Namun mereka harus waspada terhadap lingkungan eksternal: regulasi perlindungan
data, kebijakan pajak digital, tren belajar daring. Dengan memahami batas-batas
ini, mereka bisa mempersiapkan langkah adaptasi sejak dini.
Contoh ini menunjukkan bahwa pemahaman batas
organisasi bukan hanya teori, tetapi keterampilan praktis untuk bertahan dan
tumbuh dalam dunia nyata.
Integrasi: Organisasi Sebagai Sistem Terbuka
Konsep batas-batas lingkungan organisasi bukanlah
sekadar kategori administratif. Ia adalah kerangka berpikir yang memungkinkan
mahasiswa dan manajer memahami bahwa organisasi adalah sistem terbuka yang
hidup. Input, proses, dan output saling terkait dengan lingkungan. Dengan
pemahaman ini, manajer dapat:
1.
Membuat analisis SWOT yang akurat.
2.
Merancang peta risiko dan peluang.
3.
Menentukan strategi komunikasi dan hubungan
dengan pemangku kepentingan.
4.
Mengambil keputusan yang berbasis data sekaligus
sensitif terhadap nilai-nilai sosial.
Batas-batas lingkungan organisasi adalah garis
imajiner yang menentukan ruang kendali dan ruang pengaruh. Lingkungan internal
adalah “ruang mesin” yang dapat kita atur; lingkungan eksternal adalah
“samudra” yang harus kita baca dan antisipasi. Mahasiswa yang memahami konsep
ini akan lebih siap menyusun strategi, mengelola risiko, dan memimpin
organisasi yang adaptif dan berkelanjutan.
Seperti pelaut yang membaca arah angin sebelum
mengembangkan layar, manajer yang cerdas membaca batas-batas organisasinya
sebelum melangkah. Dengan pemahaman ini, organisasi tidak lagi terombang-ambing
oleh perubahan, tetapi mampu mengarungi gelombang dengan arah yang jelas menuju
tujuan.
LINGKUNGAN
EKONOMI
Jika batas-batas organisasi ibarat dinding rumah
yang melindungi, maka lingkungan ekonomi adalah tanah, udara,
dan cuaca di luar rumah itu. Kadang ia cerah membawa angin segar, kadang ia
mendung dengan badai yang mengguncang. Sattar (2017) menyebut faktor ekonomi
sebagai “angin yang tak terlihat tetapi dirasakan pengaruhnya oleh setiap
perusahaan.” Ia tidak bisa dipegang, tetapi getarannya terasa sampai ke dalam
ruang mesin organisasi.
Lingkungan ekonomi adalah denyut nadi
perekonomian nasional dan global yang memengaruhi setiap keputusan bisnis—dari
harga jual, biaya produksi, hingga strategi investasi. Perusahaan yang peka
terhadap indikator ekonomi ibarat nelayan yang tajam membaca arus laut: ia bisa
menghindari badai dan menemukan jalur ikan yang melimpah.
1. Makna Lingkungan Ekonomi
Lingkungan ekonomi merupakan salah satu komponen
paling dominan dari lingkungan bisnis karena mencakup kondisi
makroekonomi (inflasi, pertumbuhan, nilai tukar) dan struktur
industri (tingkat persaingan, kekuatan pemasok, perilaku konsumen).
Kedua sisi ini ibarat dua wajah dari satu koin: yang satu memberikan konteks
besar, yang lain menunjukkan dinamika sektoral.
Lingkungan ekonomi mempengaruhi:
a.
Daya beli konsumen: semakin kuat
ekonomi, semakin tinggi permintaan barang/jasa.
b.
Biaya input: inflasi dan nilai
tukar menentukan harga bahan baku.
c.
Harga jual: perusahaan harus
menyesuaikan agar tetap kompetitif.
d.
Ketersediaan modal: suku bunga
tinggi membuat pinjaman mahal.
e.
Ekspektasi investor: kondisi
ekonomi menentukan minat investasi.
Mahasiswa yang mempelajari topik ini tidak hanya
belajar istilah, tetapi juga diajak membaca tanda-tanda zaman data ekonomi, laporan BPS, analisis BI agar keputusan bisnis yang mereka buat
kelak berbasis kenyataan, bukan asumsi.
2. Indikator Lingkungan Ekonomi Makro
Indikator-indikator ini ibarat papan penunjuk
jalan yang memberi tahu arah dan kecepatan ekonomi berjalan. Lima yang paling
krusial:
a.
Pertumbuhan Ekonomi (PDB). PDB
mencerminkan kesehatan perekonomian. Jika pertumbuhan tinggi, permintaan barang
dan jasa cenderung meningkat, pasar lebih luas, dan peluang investasi terbuka.
b.
Inflasi. Inflasi adalah kenaikan
harga umum barang dan jasa. Inflasi tinggi membuat biaya input naik dan daya
beli konsumen turun. Perusahaan harus mengatur strategi harga agar tidak
kehilangan pasar.
c.
Suku Bunga. Menentukan biaya
pinjaman dan investasi. Suku bunga tinggi berarti biaya modal mahal, ekspansi
melambat. Suku bunga rendah mendorong investasi dan konsumsi.
d.
Nilai Tukar. Menggambarkan harga
mata uang domestik terhadap mata uang asing. Rupiah melemah membuat ekspor
lebih kompetitif tetapi impor lebih mahal.
e.
Tingkat Pengangguran. Mempengaruhi
ketersediaan tenaga kerja (pasokan) dan daya beli masyarakat (permintaan).
Tingkat pengangguran rendah berarti tenaga kerja langka dan mahal, tetapi daya
beli masyarakat tinggi.
Mahasiswa diajak menggunakan data Badan Pusat
Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan sebagai
laboratorium nyata membaca indikator ini.
3. Struktur Industri dan Analisis Porter
Selain kondisi makro, setiap perusahaan
beroperasi dalam struktur industri tertentu. Michael Porter
(1998) memperkenalkan kerangka “Five Forces” untuk
menganalisis daya tarik industri:
1.
Intensitas Persaingan: semakin ketat,
semakin kecil margin keuntungan.
2.
Ancaman Pendatang Baru: jika hambatan
masuk rendah, ancaman tinggi.
3.
Kekuatan Pemasok: pemasok dominan bisa
menaikkan harga input.
4.
Kekuatan Pembeli: pembeli besar bisa
menekan harga.
5.
Ancaman Produk Pengganti: produk
substitusi bisa menggerus pasar.
Analisis ini membantu perusahaan memahami posisi
mereka dalam “peta perang” industri, menemukan celah strategi, dan menentukan
keunggulan bersaing. Mahasiswa diajak melakukan latihan analisis lima kekuatan
pada industri pilihan mereka untuk mengasah intuisi manajerial.
4. Dinamika Ekonomi Global
Di era globalisasi, perusahaan tidak hanya
menghadapi lingkungan ekonomi nasional, tetapi juga arus ekonomi dunia:
a.
Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA):
membuka peluang ekspor, tetapi juga menghadirkan pesaing asing.
b.
Tarif dan Non-Tarif Barrier:
hambatan yang harus diantisipasi eksportir.
c.
Standar Kualitas dan Sertifikasi
Internasional: syarat untuk masuk pasar global.
d.
Fluktuasi Pasar Dunia: harga
komoditas internasional mempengaruhi pendapatan.
Contoh konkret:
1.
Perusahaan kopi Toraja yang mengekspor ke Eropa
harus mematuhi standar sertifikasi organik dan fair trade agar produknya
diterima.
2.
Perusahaan garmen di Jawa Barat menghadapi isu
tarif preferensi dan tuntutan keberlanjutan (sustainability) dari pembeli
global.
Melalui contoh ini, mahasiswa dapat melihat
bagaimana dinamika global memaksa perusahaan lokal untuk berpikir dan bertindak
mendunia.
5. Implikasi Manajerial
Lingkungan ekonomi tidak bisa
dikendalikan, tetapi bisa diantisipasi. Perusahaan
yang peka terhadap perubahan ekonomi akan lebih siap menghadapi badai:
1.
Mengatur strategi harga dan stok sesuai inflasi.
2.
Menyusun rencana kontinjensi menghadapi pelemahan
nilai tukar.
3.
Menentukan timing investasi berdasarkan siklus
suku bunga.
4.
Mengadaptasi model bisnis sesuai tren global dan
digitalisasi.
Contoh nyata: Perusahaan ritel
besar menyesuaikan format toko dan strategi pemasaran saat pandemi COVID-19
untuk merespons daya beli masyarakat yang menurun. Mereka meluncurkan layanan
daring, paket hemat, dan program loyalitas untuk mempertahankan pelanggan.
Mahasiswa diajak melihat bahwa kepekaan terhadap
lingkungan ekonomi bukanlah sikap pasif, melainkan keterampilan strategis untuk
mengambil keputusan yang tepat waktu.
Lingkungan ekonomi adalah denyut nadi yang
mengalir di luar dinding organisasi. Ia menentukan ritme kehidupan
bisnis—kadang lembut memberi peluang, kadang deras menuntut adaptasi. Dengan
memahami indikator makro, struktur industri, dan dinamika global, manajer dapat
menyelaraskan strategi perusahaan dengan irama ekonomi.
Mahasiswa yang menguasai konsep ini akan mampu:
1.
Membaca data ekonomi sebagai sinyal, bukan
sekadar angka.
2.
Menghubungkan perubahan ekonomi dengan strategi
pemasaran, produksi, dan keuangan.
3.
Mengantisipasi risiko dan memanfaatkan peluang.
4.
Mengarahkan organisasi bukan hanya untuk
bertahan, tetapi juga tumbuh berkelanjutan.
Seperti nahkoda yang bijak membaca peta laut dan
arah angin, calon manajer yang bijak membaca lingkungan ekonomi akan lebih siap
membawa kapalnya menuju pelabuhan keberhasilan.
INTEGRASI
LINGKUNGAN BISNIS SEBAGAI EKOSISTEM
Lingkungan bisnis bukanlah kotak-kotak data yang
terpisah, bukan pula daftar faktor internal dan eksternal yang statis. Ia
adalah ekosistem hidup: sebuah jaringan interaksi yang terus
berubah, di mana setiap unsur saling memengaruhi seperti pohon, tanah, air, dan
udara dalam sebuah hutan. Organisasi adalah makhluk yang tinggal di dalamnya ia bernapas, tumbuh, beradaptasi, dan
memberi dampak balik.
Seperti ekosistem alam yang sehat ditandai oleh
keseimbangan dan keragaman, ekosistem bisnis yang sehat ditandai oleh inovasi,
adaptasi, dan etika. Perusahaan yang menganggap lingkungannya hanya
sebagai “variabel luar” akan mudah kaget saat perubahan datang; perusahaan yang
menganggapnya “rumah” akan lebih siap menyelaraskan diri dan berkontribusi.
Lingkungan Bisnis Sebagai Sistem Terbuka
Integrasi konsep “batas organisasi” dan
“lingkungan ekonomi” menunjukkan bahwa perusahaan bukan sistem tertutup yang
hanya mengandalkan kekuatan internal. Setiap input yang diterima modal, tenaga kerja, informasi datang dari lingkungan. Setiap output yang
dihasilkan produk, layanan, nilai social kembali kepada lingkungan. Siklus ini
menjadikan organisasi sebagai bagian dari sistem yang lebih besar.
Dengan pemahaman ini, mahasiswa belajar bahwa
manajemen bukan sekadar seni mengatur orang dan uang, tetapi seni membaca dan
merespons dinamika ekosistem bisnis.
Pemahaman terhadap batas-batas organisasi dan
lingkungan ekonomi bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk membangun
kepekaan strategis. Melalui lensa ekosistem, mahasiswa didorong untuk:
1.
Mengembangkan Peta Risiko (Risk Map)
Perusahaan. Seperti ahli ekologi yang memetakan wilayah rawan longsor
dan sumber air, manajer memetakan area risiko: fluktuasi harga bahan baku,
kebijakan pemerintah, perubahan selera konsumen.
2.
Menyusun Analisis SWOT yang Akurat.
Kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) berasal dari dalam; peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) datang dari luar. Analisis SWOT yang
matang hanya bisa dibuat jika memahami batas internal dan eksternal.
3.
Merancang Strategi Bersaing yang
Kontekstual. Strategi yang efektif adalah strategi yang sesuai dengan
konteks industri, kondisi ekonomi, budaya masyarakat, dan tren teknologi. Tidak
ada “one-size-fits-all”.
4.
Mengambil Keputusan Manajerial Berbasis
Data dan Sensitivitas Sosial. Keputusan bisnis yang baik bukan hanya
yang menguntungkan secara finansial, tetapi juga yang peka terhadap dampak
sosial dan lingkungan.
Organisasi yang Adaptif, Inovatif, dan Beretika
Seperti makhluk hidup yang sehat memiliki tiga
ciri beradaptasi dengan perubahan,
berinovasi untuk bertahan, dan menjaga keseimbangan ekosistem organisasi pun demikian:
1.
Adaptif: cepat merespons
perubahan kebijakan, teknologi, dan preferensi pasar.
2.
Inovatif: menciptakan produk,
layanan, atau model bisnis baru yang memberi nilai tambah.
3.
Beretika: menjalankan tanggung
jawab sosial, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan menghormati hak pemangku
kepentingan.
Mahasiswa diajak melihat bahwa “bisnis sebagai
ekosistem” bukan jargon, tetapi paradigma baru yang menghubungkan profit,
people, dan planet.
Dengan melihat lingkungan bisnis sebagai
ekosistem, mahasiswa tidak lagi memandang definisi dan indikator sebagai
hafalan, melainkan sebagai bahasa alam bisnis yang harus
dibaca dan dipahami. Mereka belajar bahwa strategi yang efektif lahir dari
harmoni antara kekuatan internal dan peluang eksternal; bahwa keputusan
manajerial yang bijak lahir dari data sekaligus sensitivitas sosial.
Pemahaman ini akan membentuk pemimpin masa depan
yang bukan hanya pandai menghitung laba, tetapi juga piawai membaca arus
perubahan, menjaga keseimbangan ekosistem bisnis, dan menyalakan inovasi yang
beretika. Seperti pepatah bijak: “Perahu yang baik bukan hanya kuat, tetapi
juga mampu membaca arah angin.” Dengan memahami ekosistem bisnis,
mahasiswa siap menjadi nahkoda yang membawa organisasi menuju pelabuhan
keberhasilan yang berkelanjutan.
KESIMPULAN
Lingkungan bisnis bukanlah tembok yang
memisahkan, melainkan jaring kehidupan yang saling terhubung. Di dalamnya,
batas-batas organisasi menjadi kompas yang menunjukkan wilayah kendali dan
wilayah pengaruh; lingkungan ekonomi menjadi angin yang menggerakkan layar
perusahaan. Keduanya tidak bisa dipandang terpisah, melainkan sebagai satu
ekosistem yang harus dikelola dengan ketajaman pikiran dan kepekaan nurani.
Mahasiswa yang memahami konsep ini tidak hanya akan
menguasai definisi dan teori, tetapi juga memiliki kepekaan strategis:
mampu memetakan risiko, menyusun analisis SWOT yang tepat, merancang strategi
bersaing yang kontekstual, dan mengambil keputusan berbasis data sekaligus
sensitif terhadap nilai sosial dan etika. Mereka akan menjadi pemimpin yang
bukan hanya pandai menghitung laba, tetapi juga piawai membaca arus perubahan,
menjaga keseimbangan ekosistem bisnis, dan menyalakan inovasi yang
berkelanjutan.
Seperti pepatah: “Perahu yang baik bukan
hanya kuat, tetapi juga mampu membaca arah angin.” Dengan memahami
lingkungan bisnis sebagai ekosistem, mahasiswa siap menjadi nahkoda yang
membawa organisasi menuju pelabuhan keberhasilan yang berkelanjutan sebuah keberhasilan yang bukan hanya untuk
hari ini, tetapi juga untuk masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
- Sattar. (2017). Pengantar
Bisnis. Deepublish.
- Alexander Thian. (2021). Pengantar
Bisnis. Penerbit Andi.
- B. Siswanto. (2021). Pengantar
Manajemen. Bumi Aksara.
- Griffin, R. W. (2023). Business
Essentials. Pearson.
- Robbins, S. P., & Coulter,
M. (2023). Management. Pearson.
- Kotler, P., & Keller, K.
(2022). Marketing Management. Pearson.
- Pearce, J. A., & Robinson,
R. B. (2022). Strategic Management. McGraw-Hill.
- Badan Pusat Statistik &
Kementerian Koperasi RI. (berbagai laporan).
- UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
- Porter, M. E. (1998). Competitive
Advantage. Free Press.
VERSI PDF.

0 Response to "BAB. II LINGKUNGAN BISNIS"
Posting Komentar