Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

LEAN STARTUP & MINIMUM VIABLE PRODUCT (MVP)

 


PENDAHULUAN

Dalam era digital yang berkembang pesat, banyak startup menghadapi tantangan besar dalam mengembangkan produk yang tepat bagi pasar mereka. Model bisnis konvensional yang mengandalkan perencanaan jangka panjang sering kali tidak dapat mengantisipasi perubahan kebutuhan pelanggan dan kondisi pasar yang dinamis. Oleh karena itu, pendekatan Lean Startup, yang diperkenalkan oleh Eric Ries dalam bukunya The Lean Startup (2011), hadir sebagai solusi inovatif untuk membantu startup membangun bisnis secara lebih efisien dan berbasis data.

Lean Startup berfokus pada pengujian hipotesis bisnis secara cepat melalui siklus Build-Measure-Learn, memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan produk dengan efisiensi tinggi dan menghindari pemborosan sumber daya. Salah satu konsep utama dalam metode ini adalah Minimum Viable Product (MVP), yaitu versi awal dari suatu produk yang hanya memiliki fitur esensial yang cukup untuk diuji di pasar. Dengan MVP, perusahaan dapat mengumpulkan umpan balik pelanggan secara langsung dan melakukan iterasi produk berdasarkan data yang diperoleh.

Penerapan Lean Startup dan MVP telah digunakan oleh banyak perusahaan sukses seperti Dropbox, Instagram, dan Slack. Pendekatan ini memungkinkan bisnis untuk berevolusi secara cepat dengan menyesuaikan strategi berdasarkan respons pasar. Oleh karena itu, memahami prinsip-prinsip Lean Startup dan penerapan MVP menjadi krusial bagi startup yang ingin bertahan dan berkembang dalam lanskap bisnis yang kompetitif.

PENGERTIAN LEAN STARTUP

Lean Startup adalah metode pengembangan bisnis dan produk yang diperkenalkan oleh Eric Ries dalam bukunya The Lean Startup (2011). Metode ini bertujuan untuk menciptakan produk atau layanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dengan efisiensi tinggi, biaya rendah, dan pengambilan keputusan berbasis data.

Pendekatan ini menekankan pada pengujian hipotesis bisnis dengan siklus Build-Measure-Learn (Bangun-Ukur-Pelajari), yang memungkinkan startup untuk belajar dari umpan balik pelanggan dan melakukan iterasi produk dengan cepat.

PRINSIP UTAMA LEAN STARTUP

Lean Startup adalah pendekatan dalam pengembangan bisnis dan produk yang berfokus pada pengujian ide secara cepat dan efisien untuk meminimalkan risiko kegagalan. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Eric Ries dalam bukunya The Lean Startup (2011) dan telah menjadi model standar bagi banyak startup dan perusahaan yang ingin beroperasi secara lebih efisien.

Pendekatan Lean Startup mengedepankan siklus eksperimen yang cepat, umpan balik pelanggan, serta pengambilan keputusan berbasis data. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa produk atau layanan yang dikembangkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasar sebelum investasi besar dilakukan.

Terdapat beberapa prinsip utama dalam Lean Startup yang menjadi fondasi keberhasilannya, yaitu:

1. Validated Learning

Mempelajari apakah suatu ide bisnis memiliki pasar yang nyata

Validated Learning adalah proses pembelajaran yang diperoleh dari eksperimen berbasis data untuk membuktikan apakah suatu ide bisnis memiliki potensi pasar atau tidak. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang mengandalkan intuisi atau asumsi, Lean Startup menekankan pada pembuktian empiris sebelum melanjutkan pengembangan lebih lanjut.

Langkah-langkah dalam Validated Learning:

  1. Membuat Hipotesis: Sebelum memulai bisnis, pengusaha harus membuat asumsi tentang masalah pelanggan yang ingin diselesaikan dan nilai yang dapat diberikan oleh produk.
  2. Menguji Hipotesis dengan Minimum Viable Product (MVP): MVP adalah versi awal produk dengan fitur minimal yang cukup untuk diuji di pasar.
  3. Mengumpulkan Data dari Pelanggan: Dengan MVP, startup bisa mendapatkan masukan langsung dari calon pelanggan tentang apakah produk benar-benar memenuhi kebutuhan mereka.
  4. Menganalisis Hasil dan Menentukan Langkah Berikutnya: Berdasarkan data yang dikumpulkan, startup bisa memutuskan apakah akan melanjutkan, mengubah, atau menghentikan ide bisnisnya.

Contoh:

Dropbox menggunakan Validated Learning dengan membuat video demonstrasi sederhana sebelum mengembangkan produk mereka. Video ini mendapat respons positif dari calon pelanggan, membuktikan bahwa ada permintaan nyata sebelum mereka berinvestasi besar dalam pengembangan teknologi.

2. Build-Measure-Learn

Siklus iteratif dalam membangun produk, mengukur reaksi pelanggan, dan belajar dari hasilnya

Konsep Build-Measure-Learn adalah siklus pengembangan produk yang berulang dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan memastikan bahwa produk yang dikembangkan benar-benar bermanfaat bagi pelanggan.

Tahapan dalam Build-Measure-Learn:

  1. Build (Membangun): Membuat MVP atau prototipe produk yang sederhana namun cukup untuk diuji oleh pelanggan.
  2. Measure (Mengukur): Mengumpulkan data tentang bagaimana pelanggan berinteraksi dengan MVP dan menganalisis respons mereka.
  3. Learn (Belajar): Menggunakan data yang telah diperoleh untuk menentukan apakah perlu melanjutkan, melakukan perbaikan, atau mengubah strategi bisnis.

Contoh:

Instagram awalnya adalah aplikasi bernama Burbn, sebuah platform berbasis lokasi dengan fitur berbagi foto. Setelah melalui siklus Build-Measure-Learn, mereka menyadari bahwa fitur berbagi foto lebih populer dibandingkan fitur lainnya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menyederhanakan aplikasi menjadi platform berbagi foto yang kini dikenal sebagai Instagram.

3. Pivot or Persevere

Mengubah strategi bisnis (pivot) atau melanjutkan dengan strategi yang ada (persevere) berdasarkan hasil validasi

Dalam Lean Startup, keputusan penting yang harus diambil setelah menjalani siklus Build-Measure-Learn adalah apakah startup harus Pivot (mengubah strategi bisnis) atau Persevere (melanjutkan strategi yang sudah ada).

  • Pivot terjadi ketika data menunjukkan bahwa pendekatan awal tidak bekerja dengan baik, sehingga startup harus mengubah model bisnis, target pasar, atau fitur utama produk.
  • Persevere terjadi ketika data menunjukkan bahwa ide bisnis masih memiliki potensi dan perlu ditingkatkan lebih lanjut.

Jenis-jenis Pivot:

  1. Zoom-In Pivot: Fokus pada satu fitur yang paling bernilai bagi pelanggan.
  2. Zoom-Out Pivot: Memperluas produk dengan fitur tambahan untuk meningkatkan nilai.
  3. Customer Segment Pivot: Beralih ke segmen pelanggan yang berbeda dari yang awalnya ditargetkan.
  4. Business Model Pivot: Mengubah cara bisnis menghasilkan pendapatan (misalnya, dari model langganan menjadi freemium).

Contoh:

Slack awalnya dikembangkan sebagai alat komunikasi internal untuk tim pengembang game Tiny Speck. Namun, setelah melihat potensinya sebagai alat komunikasi bisnis, mereka melakukan pivot dan mengubahnya menjadi platform komunikasi tim yang sekarang sangat populer.

4. Riset Berbasis Data

Menggunakan data pelanggan nyata sebagai dasar pengambilan keputusan, bukan asumsi

Salah satu keunggulan utama Lean Startup adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada data nyata, bukan asumsi atau opini pribadi. Data ini diperoleh dari eksperimen yang dilakukan terhadap pelanggan atau pasar sasaran.

Cara menerapkan riset berbasis data:

  • Menggunakan A/B Testing untuk membandingkan dua versi produk atau fitur dan melihat mana yang lebih efektif.
  • Menggunakan Key Performance Indicators (KPI) yang relevan untuk mengukur kesuksesan produk, seperti retensi pengguna, tingkat konversi, dan waktu penggunaan aplikasi.
  • Menganalisis metrik pelanggan seperti churn rate (tingkat pelanggan yang berhenti menggunakan layanan).

Contoh:

Amazon menggunakan data perilaku pelanggan untuk meningkatkan rekomendasi produk, meningkatkan pengalaman belanja, dan mengoptimalkan strategi pemasaran mereka.

5. Menghindari Pemborosan (Waste)

Mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dengan hanya membangun fitur yang benar-benar dibutuhkan pelanggan

Prinsip Lean Startup menekankan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Hal ini berarti perusahaan harus fokus pada fitur yang benar-benar bernilai bagi pelanggan dan menghindari pengembangan fitur yang tidak diperlukan.

Strategi menghindari pemborosan:

  1. Memulai dengan MVP: Jangan langsung membangun produk yang kompleks. Gunakan MVP untuk menguji ide terlebih dahulu.
  2. Menggunakan Agile Development: Metode pengembangan yang fleksibel dan memungkinkan perubahan cepat berdasarkan umpan balik pelanggan.
  3. Mengeliminasi Fitur yang Tidak Diperlukan: Jika suatu fitur tidak digunakan oleh pelanggan, maka sebaiknya dihapus untuk menghemat biaya dan waktu pengembangan.

Contoh:

Toyota, yang menjadi inspirasi metode Lean Startup, mengembangkan sistem Just-In-Time dalam manufaktur untuk mengurangi pemborosan bahan dan waktu produksi yang tidak perlu.

Prinsip Lean Startup memberikan pendekatan yang lebih cepat, fleksibel, dan efisien dalam membangun bisnis dan produk. Dengan menerapkan Validated Learning, Build-Measure-Learn, Pivot or Persevere, Riset Berbasis Data, dan Menghindari Pemborosan, startup dapat mengurangi risiko kegagalan, meningkatkan efisiensi, serta memastikan bahwa produk atau layanan yang dikembangkan benar-benar dibutuhkan oleh pelanggan.

Metode ini telah terbukti berhasil digunakan oleh banyak perusahaan besar seperti Dropbox, Instagram, Slack, dan Amazon, menjadikannya sebagai salah satu strategi yang paling relevan dalam dunia bisnis modern.

PENGERTIAN MINIMUM VIABLE PRODUCT (MVP)

Minimum Viable Product (MVP) adalah versi awal dari suatu produk yang memiliki fitur paling minimal tetapi tetap mampu memberikan nilai kepada pelanggan. Tujuan utama dari MVP adalah untuk menguji asumsi bisnis, mendapatkan umpan balik pelanggan dengan cepat, serta menghindari pemborosan sumber daya dalam mengembangkan fitur yang tidak dibutuhkan.

MVP bukanlah produk setengah jadi atau prototipe, tetapi lebih pada iterasi pertama dari sebuah produk yang siap digunakan oleh pelanggan dengan fitur dasar yang memadai. Dengan MVP, perusahaan dapat mengidentifikasi kebutuhan pengguna sebenarnya dan menyempurnakan produk berdasarkan data dan umpan balik yang diperoleh dari pengguna awal.

Tujuan Utama MVP

MVP dikembangkan dengan berbagai tujuan utama, di antaranya:

  1. Menguji Asumsi Bisnis dengan Cepat dan Biaya Rendah
    • Dengan merilis versi awal yang sederhana, perusahaan dapat memahami apakah produk yang dikembangkan memiliki potensi pasar sebelum menginvestasikan banyak sumber daya.
  2. Mengumpulkan Umpan Balik Pelanggan Sejak Awal
    • Data dari pelanggan awal membantu perusahaan mengembangkan produk lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna.
  3. Mengurangi Risiko Kegagalan
    • Dengan menghindari pengembangan fitur yang tidak diperlukan, perusahaan dapat fokus pada fitur yang benar-benar penting dan diminati oleh pelanggan.
  4. Mempercepat Waktu ke Pasar (Time to Market)
    • Dengan MVP, produk dapat lebih cepat masuk ke pasar, memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.

Jenis-Jenis MVP

Berbagai jenis MVP dapat digunakan tergantung pada tujuan dan industri dari produk yang dikembangkan. Berikut adalah beberapa jenis MVP yang umum digunakan:

1. MVP Concierge

  • MVP jenis ini menggunakan proses manual untuk memberikan layanan kepada pelanggan, tanpa adanya otomatisasi. Pendekatan ini memungkinkan perusahaan memahami bagaimana pelanggan berinteraksi dengan layanan sebelum mengembangkan sistem otomatis.
  • Contoh: Sebelum meluncurkan aplikasi personal finance otomatis, startup dapat menguji idenya dengan menggunakan spreadsheet dan memberikan konsultasi manual kepada pelanggan. Jika pelanggan menunjukkan ketertarikan yang besar, barulah pengembang mengotomatiskan layanan tersebut.

2. MVP Wizard of Oz

  • Dalam MVP ini, pelanggan berpikir bahwa produk telah berjalan secara otomatis, padahal di belakang layar tim masih mengoperasikannya secara manual. Tujuannya adalah untuk menguji permintaan tanpa harus membangun sistem teknologi yang kompleks sejak awal.
  • Contoh: Zappos memulai bisnisnya dengan membuat website yang menampilkan katalog sepatu tanpa menyimpan stok. Jika ada pesanan, tim Zappos membeli sepatu dari toko fisik dan mengirimkannya ke pelanggan.

3. MVP Landing Page

  • MVP ini berbentuk halaman web sederhana yang digunakan untuk mengukur minat pelanggan terhadap suatu produk sebelum benar-benar mengembangkannya.
  • Contoh: Dropbox memvalidasi idenya dengan membuat video demo sederhana yang menjelaskan cara kerja produknya sebelum mengembangkan perangkat lunak yang sesungguhnya. Video ini membantu mereka mendapatkan daftar tunggu pelanggan yang tertarik sebelum produk benar-benar tersedia.

4. MVP Piecemeal

  • MVP ini menggunakan kombinasi alat atau layanan yang sudah ada untuk membangun produk awal tanpa harus membangun semuanya dari nol. Pendekatan ini menghemat biaya dan waktu pengembangan.
  • Contoh: Airbnb pada awalnya hanya menggunakan situs web sederhana dengan foto apartemen yang diunggah secara manual untuk menguji apakah orang bersedia menyewa tempat tinggal dari individu lain. Setelah terbukti berhasil, mereka mulai membangun platform yang lebih kompleks.

PROSES BUILD-MEASURE-LEARN DALAM MVP

Pengembangan MVP mengikuti siklus Build-Measure-Learn yang dikemukakan oleh Eric Ries dalam konsep Lean Startup. Siklus ini membantu perusahaan untuk terus melakukan iterasi dan menyempurnakan produk berdasarkan data nyata.

1. Build (Bangun)

  • Membuat versi paling sederhana dari produk dengan fitur dasar yang cukup untuk diuji.
  • Fokus pada fitur utama yang memberikan nilai kepada pelanggan.
  • Menggunakan teknologi dan sumber daya seminimal mungkin untuk mempercepat pengembangan.

2. Measure (Ukur)

  • Mengumpulkan data dari pelanggan melalui berbagai metode seperti survei, analitik web, wawancara pelanggan, atau uji coba A/B.
  • Mengidentifikasi fitur mana yang disukai pelanggan dan mana yang kurang diminati.
  • Menggunakan metrik seperti tingkat konversi, retensi pengguna, dan umpan balik pelanggan untuk mengukur keberhasilan.

3. Learn (Pelajari)

  • Menentukan apakah produk diterima oleh pelanggan atau perlu dilakukan perubahan.
  • Jika produk tidak diterima, perusahaan dapat melakukan pivot (mengubah strategi pengembangan) atau persevere (melanjutkan dengan iterasi yang lebih baik).
  • Berdasarkan pembelajaran ini, perusahaan dapat memperbaiki produk atau menambahkan fitur baru yang lebih relevan.

Minimum Viable Product (MVP) adalah strategi yang sangat efektif dalam pengembangan produk, memungkinkan perusahaan untuk menguji asumsi bisnis dengan cepat, menghemat biaya, dan mengurangi risiko kegagalan. Dengan berbagai jenis MVP seperti Concierge, Wizard of Oz, Landing Page, dan Piecemeal, perusahaan dapat memilih pendekatan yang paling sesuai dengan tujuan bisnisnya. Siklus Build-Measure-Learn menjadi kerangka kerja yang membantu perusahaan dalam menyempurnakan produk berdasarkan data nyata dari pelanggan, sehingga memastikan bahwa produk yang dikembangkan benar-benar memiliki nilai di pasar.

VALIDASI IDE BISNIS DIGITAL

Validasi ide bisnis adalah proses menguji apakah suatu ide memiliki pasar yang nyata dan kebutuhan pelanggan yang sesungguhnya sebelum menginvestasikan waktu dan uang dalam pengembangannya.

Banyak startup gagal bukan karena teknologinya buruk, tetapi karena mereka membangun sesuatu yang tidak dibutuhkan pasar. Oleh karena itu, validasi adalah langkah penting sebelum memulai bisnis digital.

Berikut adalah penjelasan lengkap dan terperinci mengenai metode validasi ide bisnis digital, beserta indikator sukses yang dapat dijadikan acuan:

1. Validasi Ide Bisnis Digital

Validasi ide bisnis merupakan langkah krusial dalam memastikan bahwa konsep produk atau layanan yang akan dikembangkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasar. Proses ini membantu meminimalkan risiko kegagalan dengan menguji hipotesis yang ada secara langsung melalui berbagai metode.

a. Riset Pasar

Riset pasar adalah fondasi awal untuk memahami lingkungan di mana bisnis akan beroperasi. Metode yang dapat digunakan meliputi:

  • Google Trends:  Mengamati tren pencarian di internet untuk menilai seberapa besar minat dan popularitas suatu topik atau produk. Data ini dapat memberikan gambaran mengenai kecenderungan pasar secara real time.
  • Survei Online: Menggunakan platform survei untuk mengumpulkan data langsung dari calon pelanggan. Melalui survei, kita dapat mengetahui preferensi, kebutuhan, serta masalah yang dihadapi oleh target pasar.
  • Wawancara: Melakukan percakapan mendalam dengan calon pelanggan untuk menggali insight yang lebih rinci. Wawancara memungkinkan untuk mendapatkan feedback langsung mengenai harapan dan kekhawatiran pelanggan terhadap solusi yang diusulkan.
  • Analisis Kompetitor: Meneliti produk atau layanan serupa yang sudah ada di pasar. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan pesaing, kita bisa mengidentifikasi peluang diferensiasi dan inovasi untuk produk yang akan dikembangkan.

b. Menggunakan MVP (Minimum Viable Product) untuk Validasi

MVP adalah versi awal produk yang hanya memiliki fitur-fitur inti. Tujuannya adalah untuk menguji hipotesis bisnis dengan cara yang efisien dan hemat biaya. Pendekatan ini melibatkan:

  • Landing Page: Pembuatan halaman web sederhana yang menjelaskan konsep dan manfaat produk. Landing page dapat dilengkapi dengan call-to-action seperti formulir pendaftaran untuk mengukur minat pengunjung secara langsung.
  • Pengujian Fitur Dasar: Mengembangkan dan meluncurkan fitur inti dari produk untuk melihat bagaimana respons pasar. Feedback awal ini penting untuk menentukan apakah produk layak dikembangkan lebih lanjut atau perlu dilakukan penyesuaian.

c. Wawancara Pelanggan Potensial

Wawancara langsung dengan target pasar adalah cara efektif untuk memperoleh data kualitatif. Dengan metode ini, Anda dapat:

  • Menggali Masalah dan Kebutuhan: Bertanya secara langsung kepada calon pengguna mengenai permasalahan yang mereka hadapi dan apakah solusi yang ditawarkan dapat mengatasi masalah tersebut.
  • Memahami Persepsi Pasar: Mendapatkan insight terkait bagaimana calon pelanggan melihat produk dan apa saja fitur yang mereka anggap penting. Hal ini memberikan dasar bagi pengembangan produk yang lebih tepat sasaran.

d. Menggunakan Eksperimen Berbasis Data

Pendekatan berbasis data memungkinkan pengujian ide secara objektif dengan mengandalkan metrik performa. Salah satu caranya adalah:

  • Menjalankan Iklan Digital: Menggunakan platform seperti Facebook atau Google Ads untuk meluncurkan kampanye iklan yang menampilkan produk. Melalui kampanye ini, Anda dapat mengukur ketertarikan pasar melalui metrik seperti tingkat klik, konversi, dan biaya per akuisisi. Data yang diperoleh memberikan indikasi seberapa relevan dan menarik produk bagi target pasar.

e. Melakukan Pre-Order atau Crowdfunding

Pre-order dan crowdfunding merupakan metode validasi yang menunjukkan komitmen finansial dari pelanggan. Beberapa manfaat dari pendekatan ini adalah:

  • Validasi Permintaan Pasar: Jika calon pelanggan bersedia melakukan pembayaran di muka atau mendukung melalui crowdfunding, ini adalah bukti kuat bahwa ada kebutuhan nyata terhadap produk tersebut.
  • Mengumpulkan Dana Awal: Selain validasi, metode ini juga membantu mengumpulkan modal awal yang dapat digunakan untuk pengembangan produk lebih lanjut.

2. Indikator Sukses dalam Validasi Ide Bisnis

Setelah melalui proses validasi, terdapat beberapa indikator yang dapat menandakan bahwa ide bisnis digital Anda memiliki potensi sukses:

  • Banyaknya Registrasi:  Jumlah pelanggan yang mendaftar melalui landing page atau formulir pendaftaran meskipun produk belum sepenuhnya tersedia menjadi sinyal bahwa ada minat yang tinggi terhadap produk.
  • Komitmen Finansial: Adanya pelanggan yang bersedia melakukan pembayaran di muka (pre-order) atau mendukung melalui crowdfunding menunjukkan bahwa mereka menghargai dan membutuhkan produk tersebut.
  • Feedback Positif: Umpan balik yang diterima, baik melalui survei, wawancara, maupun pengujian MVP, yang mengindikasikan bahwa produk berhasil menjawab kebutuhan pasar secara efektif.

Mengintegrasikan berbagai metode validasi—mulai dari riset pasar, pengujian MVP, wawancara langsung, eksperimen berbasis data, hingga pre-order atau crowdfunding—memberikan gambaran yang komprehensif mengenai potensi ide bisnis digital. Indikator sukses seperti banyaknya pendaftaran, komitmen finansial, dan feedback positif menjadi tolok ukur yang dapat memastikan bahwa produk yang dikembangkan benar-benar memenuhi kebutuhan pasar dan memiliki peluang untuk berkembang secara berkelanjutan.

KESIMPULAN

Lean Startup adalah pendekatan modern dalam pengembangan bisnis yang menekankan pada eksperimen cepat, umpan balik pelanggan, dan pengambilan keputusan berbasis data. Dengan prinsip Validated Learning, Build-Measure-Learn, dan Pivot or Persevere, startup dapat mengurangi risiko kegagalan dan mengembangkan produk yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Salah satu elemen kunci dari Lean Startup adalah Minimum Viable Product (MVP), yang memungkinkan perusahaan untuk menguji asumsi bisnis dengan cepat dan efisien sebelum melakukan investasi besar dalam pengembangan produk. MVP hadir dalam berbagai bentuk, seperti Concierge MVP, Wizard of Oz MVP, Landing Page MVP, dan Piecemeal MVP, yang masing-masing memiliki strategi berbeda dalam menguji ide bisnis.

Dengan menerapkan Lean Startup dan MVP, perusahaan dapat lebih adaptif terhadap perubahan pasar dan meningkatkan peluang keberhasilan bisnis. Konsep ini menjadi fondasi penting bagi startup yang ingin berkembang dalam ekosistem bisnis yang dinamis dan kompetitif.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ries, E. (2011). The Lean Startup: How Today’s Entrepreneurs Use Continuous Innovation to Create Radically Successful Businesses. Crown Business.
  2. Blank, S. (2013). The Four Steps to the Epiphany: Successful Strategies for Products that Win. K&S Ranch.
  3. Maurya, A. (2012). Running Lean: Iterate from Plan A to a Plan That Works. O’Reilly Media.
  4. Osterwalder, A., & Pigneur, Y. (2010). Business Model Generation: A Handbook for Visionaries, Game Changers, and Challengers. Wiley.
  5. Croll, A., & Yoskovitz, B. (2013). Lean Analytics: Use Data to Build a Better Startup Faster. O’Reilly Media.
  6. Furr, N., & Dyer, J. (2014). The Innovator’s Method: Bringing the Lean Startup into Your Organization. Harvard Business Review Press.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "LEAN STARTUP & MINIMUM VIABLE PRODUCT (MVP)"

Posting Komentar