Penghakiman
Di antara langit yang merona senja dan bumi yang tak henti bernafas, ada suara-suara yang berbisik di antara hembusan angin suara penghakiman yang tak terlihat, namun terasa menusuk hingga ke dalam jiwa.
Manusia,
dalam kegamangan batinnya, sering kali lupa bahwa cinta bukanlah api yang
menyala karena keangkuhan, bukan pula ombak yang bergulung oleh gelombang
kesombongan. Cinta adalah embun pagi yang jatuh tanpa suara, menghidupi
rerumputan tanpa memilih mana yang lebih hijau dan mana yang layu. Tetapi, saat
penghakiman bertunas di hati, embun itu tak lagi hadir. Ia menguap oleh
panasnya kesalahpahaman, oleh bara amarah yang diam-diam membakar jembatan
hati.
Kita
menghakimi sebelum mengenal, menyimpulkan sebelum mendengar, menjauh sebelum
mencoba mendekat. Lalu, tanpa sadar, cinta perlahan menjadi bayang-bayang yang
samar, menghilang di balik dinding prasangka yang kita bangun sendiri.
Semakin
banyak kita mengukur seseorang dengan neraca penuh prasangka, semakin sempit
ruang bagi kasih untuk bernafas. Seperti daun yang luruh sebelum musim gugur
tiba, begitu pula cinta yang gugur sebelum sempat mekar, hanya karena kita
lebih memilih menilai daripada memahami, lebih memilih menghakimi daripada
merangkul dengan empati.
Cinta,
pada akhirnya, bukan tentang mencari kesempurnaan, bukan pula tentang
menimbang-nimbang siapa yang pantas dan siapa yang tidak. Cinta adalah
keikhlasan yang tumbuh tanpa syarat, ia tidak menuntut, tidak menghakimi, dan
tidak meminta balasan selain keberadaannya sendiri. Namun, di dunia yang
dipenuhi penilaian, cinta sering kali kalah oleh bisikan-bisikan yang
mempertanyakan segalanya.
Betapa banyak hati yang merindukan pelukan, tetapi terhalang
oleh dinding prasangka?
Betapa banyak kasih yang bisa bertumbuh, tetapi mati sebelum sempat bersemi
karena terlalu banyak penghakiman?
Dan
begitulah akhirnya, semakin banyak kita menghakimi, semakin sedikit cinta yang
tersisa. Seperti burung yang kehilangan langitnya, seperti laut yang kehilangan
kedalamannya.
Maka,
sebelum cinta benar-benar punah dari genggaman kita, mari belajar untuk melihat
dengan hati, bukan hanya dengan mata yang terbiasa menilai. Sebab, hanya dengan
cinta yang tulus, kita bisa menyentuh keabadian yang sesungguhnya keabadian
yang tidak diukur dengan seberapa sempurna seseorang, tetapi dengan seberapa
besar kita mampu menerima mereka, tanpa syarat, tanpa prasangka, tanpa batas.
0 Response to " Penghakiman"
Posting Komentar