Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

 

Pengantar

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah di Indonesia. Pajak ini dikenakan atas tanah dan bangunan yang memiliki manfaat atau memberikan potensi ekonomi kepada pemiliknya. Dengan dasar hukum yang kuat, PBB membantu meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan menjadi instrumen dalam mendukung pembangunan lokal.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi dasar utama pengelolaan PBB di tingkat daerah. Dalam implementasinya, PBB terdiri dari dua jenis, yaitu PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dikelola oleh pemerintah daerah, serta PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3) yang masih dikelola oleh pemerintah pusat.

1. Dasar Hukum PBB

1.1. Dasar Hukum Utama

PBB didasarkan pada sejumlah peraturan perundang-undangan, yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
    Peraturan ini menjadi landasan awal pengenaan PBB di Indonesia.
  2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
    UU ini memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola PBB-P2 sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
    Peraturan ini mengatur mekanisme pemungutan PBB di daerah.

1.2. Fungsi Dasar Hukum

Dasar hukum ini bertujuan untuk:

  • Memberikan kepastian hukum dalam pengenaan PBB.
  • Mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
  • Meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak daerah.

2. Objek dan Subjek PBB

2.1. Objek PBB

Objek PBB meliputi tanah dan/atau bangunan yang memberikan manfaat kepada pemilik atau pengguna.

  1. Tanah
    Tanah yang dikenai PBB mencakup lahan perumahan, lahan pertanian, tanah komersial, dan tanah kosong yang memiliki nilai ekonomis.
  2. Bangunan
    Bangunan mencakup rumah, apartemen, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan fasilitas lain yang berdiri di atas tanah.

Objek yang tidak dikenai PBB meliputi:

  • Objek yang digunakan untuk kepentingan umum tanpa tujuan komersial, seperti rumah ibadah, sekolah, atau fasilitas kesehatan pemerintah.
  • Kawasan yang dilindungi seperti cagar alam dan taman nasional.

2.2. Subjek PBB

Subjek PBB adalah individu atau badan hukum yang:

  1. Memiliki hak atas tanah.
  2. Memiliki bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut.
  3. Menguasai atau memanfaatkan tanah dan bangunan tersebut.

3. Penghitungan dan Pelaporan PBB

3.1. Penghitungan PBB

PBB dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Rumus perhitungannya adalah:

PBB Terutang = (NJOP - NJOP Tidak Kena Pajak) × Tarif PBB

  • NJOP (Nilai Jual Objek Pajak): Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli atau nilai estimasi oleh pemerintah.
  • NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP): Besaran nilai yang tidak dikenai pajak, biasanya sebesar Rp10 juta untuk PBB-P2.
  • Tarif PBB: Berdasarkan ketentuan, tarif PBB maksimum adalah 0,3%.

3.2. Pelaporan dan Pembayaran PBB

Pelaporan dan pembayaran PBB dilakukan setiap tahun oleh wajib pajak. Pemerintah daerah menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) sebagai dokumen resmi untuk membayar PBB.

Langkah pelaporan:

  1. Mengajukan permohonan SPPT ke kantor pajak daerah.
  2. Membayar PBB sesuai dengan SPPT di bank atau melalui kanal pembayaran online.
  3. Mendapatkan bukti pembayaran sebagai arsip wajib pajak.

Studi Kasus: Penghitungan PBB untuk Properti di Kawasan Perkotaan dan Pedesaan

Kasus 1: Properti di Kawasan Perkotaan

Data Properti:

  • Lokasi: Jakarta Selatan.
  • NJOP Tanah: Rp10.000.000/m² (luas 100 m²).
  • NJOP Bangunan: Rp5.000.000/m² (luas 50 m²).
  • NJOPTKP: Rp15.000.000.
  • Tarif PBB: 0,2%.

Penghitungan:

  1. NJOP Total = (100 m² × Rp10.000.000) + (50 m² × Rp5.000.000) = Rp1.000.000.000 + Rp250.000.000 = Rp1.250.000.000.
  2. NJOP Kena Pajak = NJOP Total - NJOPTKP = Rp1.250.000.000 - Rp15.000.000 = Rp1.235.000.000.
  3. PBB Terutang = Rp1.235.000.000 × 0,2% = Rp2.470.000.

Kasus 2: Properti di Kawasan Pedesaan

Data Properti:

  • Lokasi: Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
  • NJOP Tanah: Rp500.000/m² (luas 500 m²).
  • NJOP Bangunan: Rp300.000/m² (luas 100 m²).
  • NJOPTKP: Rp15.000.000.
  • Tarif PBB: 0,1%.

Penghitungan:

  1. NJOP Total = (500 m² × Rp500.000) + (100 m² × Rp300.000) = Rp250.000.000 + Rp30.000.000 = Rp280.000.000.
  2. NJOP Kena Pajak = NJOP Total - NJOPTKP = Rp280.000.000 - Rp15.000.000 = Rp265.000.000.
  3. PBB Terutang = Rp265.000.000 × 0,1% = Rp265.000.

Kesimpulan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah instrumen yang penting untuk mendukung pendapatan asli daerah. Perbedaan penghitungan PBB antara kawasan perkotaan dan pedesaan mencerminkan variasi nilai NJOP yang berdampak pada kewajiban pajak. Dengan pengelolaan yang efektif, PBB dapat mendorong pembangunan lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Daftar Pustaka

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
  2. Direktorat Jenderal Pajak. (2022). Panduan Pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan. Jakarta: Kementerian Keuangan.
  3. Badan Pendapatan Daerah Jakarta. (2023). Laporan Tahunan PBB-P2.
  4. Bird, R. M., & Slack, E. (2002). Land and Property Taxation in Developing Countries: A Review. Washington, D.C.: World Bank.
  5. OECD. (2020). Property Taxation in OECD Countries. Paris: OECD Publishing.
  6. IMF. (2019). Revenue Mobilization in Developing Countries. Washington, D.C.: IMF.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)"

Posting Komentar