Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

Etika, Etiket, Moral, Hukum, dan Agama: Pilar Harmoni Kehidupan

Pendahuluan

Dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat prinsip-prinsip yang menjadi panduan untuk menjaga harmoni, baik dalam hubungan antarmanusia maupun dengan lingkungan sosial secara keseluruhan. Etika, etiket, moral, hukum, dan agama adalah lima pilar utama yang membentuk landasan perilaku manusia. Meski saling berkaitan, masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi yang unik.

Etika berakar dari falsafah moral dan berfungsi sebagai pedoman untuk menentukan apa yang benar atau salah berdasarkan nilai-nilai universal. Etika mengatur perilaku manusia tidak hanya dalam aspek lahiriah, tetapi juga pada tingkat batiniah, sehingga mendorong seseorang untuk bertindak sesuai dengan prinsip moral yang baik, bahkan ketika tidak ada pengawasan dari orang lain.

Sementara itu, etiket adalah bentuk kesopanan yang berlaku dalam interaksi sosial. Ia berfungsi sebagai tata cara atau aturan praktis yang mengatur perilaku seseorang agar sesuai dengan norma sopan santun dalam lingkungan tertentu. Jika etika bersifat universal, etiket lebih terikat pada budaya dan kebiasaan setempat.

Di sisi lain, moral adalah nilai-nilai yang tumbuh dalam diri individu atau masyarakat yang menjadi panduan untuk menentukan baik atau buruknya suatu tindakan. Moral bersifat subjektif dan cenderung dipengaruhi oleh keyakinan, tradisi, dan lingkungan sosial.

Hukum, sebagai perangkat aturan formal, hadir untuk memberikan kepastian dan keadilan di tengah masyarakat. Berbeda dengan etika dan moral yang sering kali bersifat tidak tertulis, hukum memiliki kekuatan yang diatur secara tertulis dengan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Meski demikian, hukum juga sering kali dipengaruhi oleh nilai-nilai moral yang berkembang dalam masyarakat.

Terakhir, agama memberikan landasan spiritual dan moral bagi umat manusia. Ajaran agama tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antarsesama manusia. Agama menekankan pentingnya kebajikan, kasih sayang, dan ketaatan terhadap aturan yang bersumber dari wahyu ilahi.

Kelima elemen ini saling melengkapi dan membentuk tatanan sosial yang seimbang. Etika membantu manusia memahami kebenaran secara rasional, etiket menjaga keindahan dalam hubungan sosial, moral mengatur kesadaran batin, hukum menciptakan keteraturan, dan agama memberikan arah spiritual dalam menjalani kehidupan. Dengan memahami dan menerapkan kelima pilar ini, masyarakat dapat mencapai kehidupan yang harmonis, adil, dan bermakna.

Persamaan dan Perbedaan Etika dan Etiket

Persamaan Etika dan Etiket
Seringkali dua istilah tersebut disamakan artinya, padahal terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara keduanya. Dari asal katanya saja berbeda, yakni Ethics dan Ethiquetle. Etika berarti moral sedangkan Etiket berarti sopan santun. Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama. Namun meskipun berbeda, ada persamaan antara keduanya, yaitu:

  1. Keduanya menyangkut objek yang sama yaitu perilaku manusia;
  2. Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Perbedaan Etika dan Etiket
Setelah kita ketahui persamaan etika dan etiket, maka dapat kita bedakan etika dan etiket sebagai berikut:

  1. Etiket menyangkut cara suatu melakukan perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkancara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
  2. Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut pilihan yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
  3. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan pada suatu kelompok tertentu. Bila tidak ada saksi mata , maka etiket tidak berlaku.
  4. Etika selalu berhku dimana saja dan kapan saja, meskipun tidak ada saksi mata, tidak tergantung pada ada dan tidaknya seseorang.
  5. Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
  6. Etika bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat ditawar lagi, dan harus dilakukan.
  7. Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja.
  8. Etika menyangkut manusia dari segi rohaniahnya. Orang yang bersikap etis adalah rang yang sungguh-sungguh baik, dimana nilai moralnya sudah terinternalisasi dalam hati nuraninya.

Etika dan Hukum

Hubungan Etika dengan Hukum
Hukum adalah refleksi minimum norma sosial dan standar dari sifat bisnis. Secara umum, kebanyakan orang percaya bahwa sifat mematuhi hukum adalah juga sifat yang beretika. Tapi banyak standar sifat di dalam sosial yang tidak tertuliskan dalam hukum. Contohnya saja dalam konflik kepentingan mungkin tidak ilegal, tapi secara umum dapat menjadi tidak beretika dalam kehidupan sosial.

Perbedaan Etika dan Hukum
Perbedaan etika dengan hukum dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Hukum pada dasarnya tidak hanya mencakup ketentuan yang dirumuskan secara tertulis, tapi juga nilai-nilai konvensi yang telah menjadi norma di masyarakat.
  2. Etika mencakup lebih banyak ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis.

Pada umumnya kebanyakan orang percaya bahwa dengan perilaku yang patuh terhadap hukum adalah juga merupakan perilaku yang etis.

Banyak sekali standar perilaku yang sudah disepakati oleh masyarakat yang tidak tercakup dalam hukum, sehingga terdapat bagian etika yang tercakup dalam hukum, namun sebagian juga belum tercakup di dalam hukum,  seperti  contoh kasus  di  dalam masyarakat yang  dianggap melanggar etika tetapi dalam hukum itu tidak melanggar, sepanjang tidak ada aturan yang tertulis bahwa tindakan tersebut adalah melanggar hukum.

Norma hukum cepat ketinggalan zaman, hingga bisa menyebabkan celah hukum.

Perbedaan Moral dan Hukum
Sebenarnya antara keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Moralitas adalah keyakinan dan sikap batin, bukan hanya sekedar penyesuaian atau asal taat terhadap aturan. Karena antara satu dengan yang lain saling mempe-ngaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas penegakan hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralitasnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak sosial moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain:

  1. Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.
  2. Moral bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang mengigingkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
  3. Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah faktual.
  4. Moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
  5. Pelanggaran terhadap hukum mengakibatkan si pelaku dikenakan sanksi yang jelas dan tegas.
  6. Pelanggaran moral biasanya mengakibatkan hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
  7. Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
  8. Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat.

Etika dan Agama
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah.
Pada dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya. Menurut Kanter (2001) tidak mungkin orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas pada hakikatnya bersangkut paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan terbaiknya adalah kita mengikuti perintah dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan kita (2) agama merupakan salah satu pranata kehidupan manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala, sehingga moralitas dalam masyarakat erat terjalin dengan kehidupan ber-agama (3) agama menjadi penjamin yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.

Etika dan Moral
Etika Iebih condong ke arah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (BP-7, 1993: Poespoprodjo, 1986). Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk, atau dengan kata lain moralitas merupakan pedoman/standar yang dimiliki oleh individu atau kelompok mengenai benar atau salah dan baik atau buruk. Velasques (2005) menyebutkan lima ciri yang berguna untuk menentukan hakikat standar moral, yaitu:

  1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
  2. Standar moral moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu, standar moral tidak dibuat oleh kekuasaan, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk mendukung atau membenarkannya, jadi sejauh nalarnya mencukupi maka standarnya tetap sah.
  3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai yang lain, khusus-nya kepentingan pribadi.
  4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
  5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu, seperti jika kita bertindak bertentangan dengan standar moral, normalnya kita akan merasa bersalah, malu atau menyesal.

Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Jadi etika lebih berkaitan dengan kepatuhan, sementara moral lebih berkaitan dengan tindak kejahatan.


Kepustakaan :
  1. Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanius
  2. Borrong, Robert P.. 1999. Etika Bumi Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  3. Unti Ludigdo, 2007, Paradoks Etika Akuntan, Cet Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
  4. Ernawan, Eni. 2007. Business Ethics. Bandung: Penerbit Alfabeta.
  5. Sukrisno Agoes & I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya, Salemba Empat, 2009.
  6. Daft .Richard L 2010, Era Baru Manajemen Stiven Robin, Salemba empat.Jakarta,
  7. Brooks, Leonard J. & Paul Dunn. 2011.Etika Bisnis dan Profesi: Untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan. Edisi Kelima. Buku Satu. Terjemahan oleh Kanti Pertiwi Jakarta: Salemba Empat.
  8. Ronald Duska, Brenda Shay Duska, Julie Anne Ragatz, 2011, Accounting Ethic, Willey Blackwel.
  9. Djakfar, Muhammad. 2012. Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit Dan Pesan Moral Ajaran Bumi. .Jakarta: Penebar Plus imprit dari Penebar Swadaya
  10. Untung, Budi. 2012. “Hukum dan Etika Bisnis”. Yogyakarta : Andi





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Etika, Etiket, Moral, Hukum, dan Agama: Pilar Harmoni Kehidupan"

Posting Komentar