Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

BAB. 7 PERBAIKAN PROSES BISNIS (BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT / BPI)


PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi dan digitalisasi saat ini, dunia bisnis menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Persaingan tidak hanya terjadi antar perusahaan lokal, tetapi juga bersifat global, di mana setiap organisasi dituntut untuk lebih cepat, efisien, dan mampu memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk tidak lagi terpaku pada cara kerja lama yang mungkin sudah tidak relevan, melainkan harus berani melakukan perubahan dan perbaikan berkelanjutan.

Salah satu pendekatan yang penting dalam menghadapi tantangan tersebut adalah Business Process Improvement (BPI) atau Perbaikan Proses Bisnis. BPI merupakan strategi manajemen yang berfokus pada upaya memperbaiki cara kerja organisasi secara sistematis, terencana, dan berkesinambungan, dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi, efektivitas, kualitas, fleksibilitas, serta kepuasan pelanggan.

Penerapan BPI tidak hanya relevan untuk perusahaan besar, tetapi juga sangat penting bagi usaha kecil, lembaga publik, rumah sakit, institusi pendidikan, hingga organisasi non-profit. Dengan BPI, sebuah organisasi dapat menemukan cara baru yang lebih baik dalam menjalankan proses, mengurangi pemborosan, mempercepat pelayanan, serta memberikan nilai tambah yang lebih tinggi bagi stakeholder.

Sebagai contoh, sebuah bank yang dahulu memerlukan waktu dua hari untuk membuka rekening, kini dapat menyelesaikannya dalam hitungan menit melalui layanan digital. Begitu pula dalam sektor kesehatan, rumah sakit dapat memangkas waktu tunggu pasien dengan sistem pendaftaran online. Hal-hal semacam ini menunjukkan bahwa BPI adalah kebutuhan mendesak di era modern agar organisasi tidak tertinggal dan tetap kompetitif.

Oleh karena itu, pemahaman tentang BPI sangat penting, khususnya bagi mahasiswa manajemen, agar mereka mampu melihat bahwa setiap proses dalam organisasi selalu bisa diperbaiki. Lebih dari itu, BPI juga menekankan bahwa perubahan bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk tumbuh, beradaptasi, dan unggul di tengah dinamika dunia bisnis.

DEFINISI BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT (BPI)

Setiap organisasi, baik perusahaan besar, usaha kecil, lembaga pemerintah, hingga rumah sakit, memiliki satu kesamaan: mereka semua menjalankan proses bisnis. Proses ini mencakup serangkaian langkah yang dilakukan secara berulang untuk menghasilkan produk atau layanan bagi pelanggan. Namun, dalam praktiknya, tidak semua proses berjalan efisien. Ada yang terlalu lama, boros biaya, atau menghasilkan kualitas yang tidak konsisten.

Untuk mengatasi hal tersebut, organisasi perlu melakukan Business Process Improvement (BPI) atau Perbaikan Proses Bisnis, yaitu upaya memperbaiki cara kerja agar lebih efektif, efisien, dan bernilai bagi pelanggan.

Definisi Menurut Para Ahli

Beberapa pakar manajemen memberikan definisi yang memperkaya pemahaman kita tentang BPI:

1.      Harrington (1991): BPI adalah “pendekatan sistematis untuk membantu organisasi mencapai tujuan lebih efektif dengan mengidentifikasi, menganalisis, dan memperbaiki proses bisnis yang ada.” → Artinya, BPI bukan tindakan acak, melainkan suatu metode yang terstruktur, dimulai dari pemetaan proses, analisis masalah, hingga implementasi perbaikan.

2.      Davenport (1993): BPI adalah “usaha terstruktur untuk mengubah proses bisnis dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi.” → Definisi ini menekankan bahwa BPI bukan sekadar memperbaiki “yang rusak”, melainkan mengubah cara kerja agar kinerja organisasi meningkat secara signifikan.

3.      Hammer & Champy (1993): Menurut mereka, BPI adalah fokus pada “perbaikan berkesinambungan agar proses dapat berjalan lebih efisien dan memberikan nilai tambah bagi pelanggan.” → Penekanan di sini adalah nilai tambah bagi pelanggan. Tidak ada gunanya memperbaiki proses internal jika pelanggan tidak merasakan manfaatnya.

Analisis Definisi

Jika kita bandingkan ketiga definisi di atas, ada beberapa poin kunci yang muncul:

·         Sistematis dan Terstruktur: BPI bukan kegiatan spontan, tetapi dilakukan dengan metode yang jelas.

·         Perubahan dan Perbaikan: BPI tidak hanya mengatasi masalah, tetapi juga mengubah proses agar lebih adaptif dan unggul.

·         Nilai bagi Pelanggan: Tujuan akhir dari BPI adalah memberikan kepuasan yang lebih besar kepada pelanggan.

·         Keunggulan Kompetitif: Dengan proses yang lebih baik, organisasi mampu bersaing di pasar yang semakin kompetitif.

Berdasarkan berbagai pandangan, dapat disimpulkan bahwa:

 Business Process Improvement (BPI) adalah suatu kegiatan terencana untuk memperbaiki alur kerja (workflow), mengurangi pemborosan, mempercepat proses, serta meningkatkan kualitas hasil, dengan tujuan utama meningkatkan kepuasan pelanggan dan daya saing organisasi.

 

 

 

 

 

Contoh Penerapan Definisi dalam Kehidupan Nyata

Agar definisi BPI lebih mudah dipahami, berikut contoh-contoh nyata:

1.      Perusahaan Perbankan

o    Dahulu, pembukaan rekening baru memakan waktu 2–3 hari karena harus melalui banyak verifikasi manual.

o    Setelah dilakukan BPI dengan digitalisasi proses, waktu pembukaan rekening hanya butuh 30 menit.

o    Ini menunjukkan bagaimana BPI membuat proses lebih efisien dan meningkatkan pengalaman pelanggan.

 

2.      E-commerce (Tokopedia, Shopee, Lazada)

o    Proses pengembalian barang (return) dulu sangat rumit: pelanggan harus mengisi formulir, menunggu verifikasi lama, dan biaya kirim tidak jelas.

o    Setelah dilakukan BPI, sistem return menjadi otomatis melalui aplikasi, pelanggan hanya perlu klik beberapa tombol.

o    Perubahan ini meningkatkan kepuasan pelanggan sekaligus daya saing marketplace tersebut.

3.      Rumah Sakit

o    Proses pendaftaran pasien rawat jalan biasanya antri panjang hingga berjam-jam.

o    Dengan BPI, rumah sakit memperkenalkan pendaftaran online dan sistem antrian digital.

o    Hasilnya: waktu tunggu pasien berkurang drastis, sehingga kualitas layanan meningkat.

Pentingnya Memahami Definisi BPI bagi Mahasiswa

Bagi mahasiswa manajemen, memahami definisi BPI penting karena:

·         Menunjukkan bagaimana teori manajemen dapat diterapkan secara praktis.

·         Membuka wawasan bahwa setiap organisasi selalu bisa diperbaiki, tidak ada proses yang sempurna.

·         Memberikan keterampilan analitis untuk menilai apakah suatu proses sudah efisien atau masih perlu perbaikan.

·         Menjadi bekal ketika bekerja di perusahaan, karena hampir semua perusahaan modern menerapkan inisiatif perbaikan proses.

Dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa Business Process Improvement (BPI) bukan hanya sekadar istilah manajemen, tetapi sebuah strategi nyata yang sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis modern. Definisi para ahli menekankan bahwa BPI adalah usaha terstruktur, sistematis, dan berorientasi pada pelanggan. Dengan BPI, organisasi tidak hanya memperbaiki kinerja internal, tetapi juga menciptakan nilai tambah yang nyata bagi pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya.

TUJUAN BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT (BPI)

Business Process Improvement (BPI) atau perbaikan proses bisnis merupakan salah satu strategi yang digunakan organisasi untuk meningkatkan kinerja secara menyeluruh. Tujuan utama dari BPI tidak hanya sekadar memperbaiki bagian tertentu dari alur kerja, tetapi juga memastikan bahwa seluruh sistem bisnis dapat berjalan lebih efisien, efektif, berkualitas, fleksibel, dan mampu memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Pada akhirnya, perbaikan proses ini berkontribusi pada peningkatan daya saing organisasi di tengah lingkungan bisnis yang dinamis.

Secara umum, ada enam tujuan utama dari penerapan BPI. Berikut penjelasan yang lebih mendalam beserta contoh-contohnya:

1. Meningkatkan Efisiensi

Efisiensi berarti bagaimana organisasi dapat melakukan lebih banyak hal dengan sumber daya yang sama, atau bahkan dengan sumber daya yang lebih sedikit. Dalam konteks BPI, meningkatkan efisiensi berarti mengurangi pemborosan waktu, biaya, dan tenaga kerja dalam suatu proses.

Misalnya, sebuah perusahaan manufaktur yang masih menggunakan pencatatan manual dalam pengelolaan stok barang akan menghadapi risiko keterlambatan informasi, kesalahan input, serta pemborosan waktu. Dengan melakukan BPI melalui penerapan sistem Enterprise Resource Planning (ERP), proses pencatatan dan pelacakan barang bisa dilakukan secara otomatis dan real-time. Hasilnya, tenaga kerja yang sebelumnya menghabiskan banyak waktu untuk administrasi bisa dialihkan ke kegiatan yang lebih produktif.

Efisiensi ini penting karena semakin sedikit pemborosan, semakin besar potensi keuntungan yang bisa dicapai perusahaan.

2. Meningkatkan Efektivitas

Efektivitas berbeda dengan efisiensi. Efisiensi berbicara tentang "cara kerja", sedangkan efektivitas menekankan pada "hasil kerja". Tujuan BPI adalah memastikan bahwa setiap output yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.

Sebagai contoh, sebuah rumah sakit mungkin mampu melayani banyak pasien dalam sehari (efisien), tetapi jika pasien merasa bahwa diagnosis tidak akurat atau layanan dokter tidak memuaskan, maka rumah sakit tersebut tidak efektif. Melalui BPI, rumah sakit dapat memperbaiki prosedur pemeriksaan dengan menambah sistem pendukung keputusan berbasis teknologi (misalnya integrasi rekam medis digital dengan alat diagnostik), sehingga hasil layanan menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan pasien.

Dengan kata lain, efektivitas dalam BPI adalah memastikan hasil akhir benar-benar bermanfaat dan bernilai bagi pelanggan.

3. Meningkatkan Kualitas

Tujuan BPI berikutnya adalah meningkatkan kualitas, baik dalam bentuk produk maupun layanan. Kualitas tidak hanya berarti bebas dari cacat (zero defect), tetapi juga mencakup konsistensi hasil serta kemampuan produk/layanan untuk memenuhi standar tertentu.

Sebagai ilustrasi, perusahaan jasa kurir yang sering terlambat mengirimkan paket akan dianggap memiliki kualitas layanan yang buruk. Dengan menerapkan BPI, perusahaan dapat memperbaiki rute distribusi menggunakan sistem tracking berbasis GPS dan algoritma optimasi rute. Hal ini memungkinkan paket tiba tepat waktu dan mengurangi jumlah keluhan pelanggan.

Kualitas yang baik akan meningkatkan citra perusahaan, menumbuhkan kepercayaan pelanggan, dan memperbesar peluang loyalitas jangka panjang.

4. Meningkatkan Fleksibilitas

Dunia bisnis modern bersifat dinamis: teknologi cepat berubah, preferensi konsumen bergeser, dan pesaing baru terus bermunculan. Oleh karena itu, organisasi harus fleksibel dalam menyesuaikan diri. BPI membantu menciptakan proses bisnis yang lebih luwes sehingga perusahaan bisa lebih cepat merespons perubahan.

Contohnya, di era digital, banyak perusahaan ritel tradisional yang mengalami penurunan omzet karena pola belanja konsumen bergeser ke platform online. Melalui BPI, perusahaan ritel dapat menambahkan kanal e-commerce sebagai bagian dari strategi multichannel. Proses bisnis yang dulunya hanya berfokus pada toko fisik kini disesuaikan dengan integrasi digital, sehingga perusahaan tetap bisa bersaing di pasar yang berubah.

Fleksibilitas ini membuat organisasi tidak kaku, melainkan adaptif terhadap tantangan dan peluang baru.

 

 

5. Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Pelanggan adalah pusat dari setiap bisnis. Tidak peduli seberapa efisien atau efektif proses internal, jika pelanggan merasa tidak puas, maka tujuan bisnis tidak akan tercapai. Salah satu tujuan utama BPI adalah memastikan bahwa setiap perbaikan berorientasi pada peningkatan pengalaman pelanggan.

Sebagai contoh, perusahaan telekomunikasi yang dulunya memproses permintaan aktivasi kartu SIM dalam waktu 24 jam, melakukan BPI dengan mengotomatisasi sistem aktivasi melalui aplikasi digital. Hasilnya, pelanggan bisa mengaktifkan kartu hanya dalam hitungan menit. Layanan yang cepat, mudah, dan nyaman ini tentu akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Kepuasan pelanggan yang tinggi akan menciptakan loyalitas, rekomendasi positif, dan pada akhirnya memperkuat posisi perusahaan di pasar.

6. Meningkatkan Daya Saing

Tujuan akhir dari seluruh upaya BPI adalah meningkatkan daya saing organisasi. Daya saing berarti kemampuan perusahaan untuk unggul dibandingkan para pesaing dalam memberikan nilai kepada pelanggan.

Misalnya, perusahaan transportasi daring seperti Gojek dan Grab berhasil mengubah cara masyarakat Indonesia bepergian. Mereka menerapkan BPI dengan mengintegrasikan teknologi aplikasi mobile, sistem pembayaran digital, serta fitur layanan tambahan (seperti pesan antar makanan, belanja, hingga pengiriman barang). Perbaikan berkelanjutan ini membuat mereka tidak hanya bersaing dengan transportasi konvensional, tetapi juga menciptakan standar baru dalam industri.

Dengan daya saing yang kuat, perusahaan bukan hanya bertahan, tetapi juga bisa tumbuh dan mendominasi pasar.

Secara keseluruhan, tujuan Business Process Improvement (BPI) mencakup peningkatan efisiensi, efektivitas, kualitas, fleksibilitas, kepuasan pelanggan, hingga daya saing organisasi. Semua tujuan ini saling terkait: efisiensi mengurangi pemborosan, efektivitas memastikan hasil sesuai tujuan, kualitas meningkatkan standar layanan, fleksibilitas memungkinkan adaptasi, kepuasan pelanggan memperkuat loyalitas, dan pada akhirnya semua itu bermuara pada peningkatan daya saing.

Dengan kata lain, BPI adalah investasi jangka panjang yang harus dilakukan setiap organisasi agar tetap relevan, unggul, dan berkelanjutan di tengah lingkungan bisnis yang terus berubah.

PRINSIP-PRINSIP BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT (BPI)

Perbaikan proses bisnis atau Business Process Improvement (BPI) merupakan salah satu pendekatan strategis yang digunakan organisasi untuk memastikan kegiatan operasional berjalan lebih efektif, efisien, dan mampu memberikan nilai tambah yang maksimal bagi pelanggan maupun stakeholder.

Namun, keberhasilan BPI tidak hanya bergantung pada metode atau alat yang digunakan, melainkan juga pada sejauh mana organisasi memahami dan menerapkan prinsip-prinsip dasar dalam proses perbaikan tersebut. Prinsip-prinsip ini berfungsi sebagai kompas atau pedoman agar perubahan yang dilakukan tidak sekadar kosmetik, melainkan benar-benar memberikan dampak positif dan berkelanjutan.

 

 

Secara umum, terdapat lima prinsip utama BPI yang perlu diperhatikan, yaitu:

1.      Berorientasi pada pelanggan

2.      Berbasis data dan fakta

3.      Melibatkan semua pihak

4.      Continuous improvement (perbaikan berkelanjutan)

5.      Menggunakan teknologi tepat guna

Mari kita bahas satu per satu dengan contoh konkret agar lebih mudah dipahami.

1. Berorientasi pada Pelanggan

Prinsip pertama dan yang paling mendasar adalah orientasi pada pelanggan. Setiap perbaikan proses bisnis harus berangkat dari pertanyaan: “Apakah perubahan ini meningkatkan kepuasan pelanggan?”

Mengapa hal ini penting? Karena pelanggan adalah pemberi nilai akhir (end user) dari produk atau layanan. Jika perbaikan yang dilakukan justru menyulitkan pelanggan, maka BPI tersebut gagal meskipun secara internal terlihat lebih efisien.

Contoh:

·         Sebuah bank melakukan perbaikan proses dengan memindahkan sebagian besar layanan ke sistem digital. Dengan adanya aplikasi mobile banking, pelanggan tidak perlu lagi datang ke cabang hanya untuk melakukan transfer atau cek saldo. Hasilnya, kepuasan pelanggan meningkat karena layanan lebih cepat, mudah, dan bisa diakses kapan saja.

·         Di sisi lain, jika digitalisasi dilakukan tanpa mempertimbangkan pelanggan yang kurang melek teknologi, maka bisa menimbulkan keluhan baru. Oleh karena itu, orientasi pada pelanggan berarti memahami kebutuhan, preferensi, dan kemampuan pelanggan secara menyeluruh.

2. Berbasis Data dan Fakta

Prinsip kedua adalah pengambilan keputusan berbasis data dan fakta, bukan sekadar intuisi atau asumsi. Dalam praktik BPI, organisasi seringkali terjebak pada “feeling” atau “dugaan” bahwa suatu proses bermasalah, padahal kenyataannya belum tentu demikian.

Oleh karena itu, langkah analisis dalam BPI harus selalu menggunakan data yang valid, seperti:

·         Data waktu proses (berapa lama suatu pekerjaan diselesaikan)

·         Data biaya (berapa besar biaya yang dikeluarkan dalam proses tertentu)

·         Data kualitas (berapa banyak kesalahan atau defect yang muncul)

·         Data kepuasan pelanggan (feedback, komplain, survei)

Contoh:

·         Sebuah rumah sakit ingin memperbaiki sistem pendaftaran pasien. Berdasarkan data antrian, diketahui bahwa waktu tunggu rata-rata mencapai 2 jam. Data ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan perubahan, misalnya dengan sistem pendaftaran online.

·         Tanpa data, perbaikan bisa salah arah. Misalnya, manajemen mungkin mengira masalah ada pada jumlah staf, padahal sebenarnya masalah utamanya ada pada sistem alur dokumen.

 

Dengan prinsip ini, BPI menjadi lebih objektif, terukur, dan memiliki dasar yang kuat.

3. Melibatkan Semua Pihak

Prinsip ketiga adalah melibatkan semua pihak dalam proses perbaikan. BPI bukan pekerjaan satu orang atau hanya tanggung jawab manajemen, melainkan kolaborasi antara:

·         Manajemen (pembuat kebijakan)

·         Karyawan (pelaksana proses sehari-hari)

·         Stakeholder eksternal (misalnya pelanggan, pemasok, mitra kerja)

Mengapa hal ini penting? Karena karyawan yang terlibat langsung dalam proses seringkali lebih memahami detail masalah dibandingkan manajemen puncak. Sementara itu, stakeholder eksternal bisa memberikan perspektif kebutuhan dari luar organisasi.

Contoh:

·         Sebuah perusahaan manufaktur ingin memperbaiki proses produksi agar lebih cepat. Jika hanya melibatkan manajemen, mungkin solusinya menambah mesin baru. Namun, ketika operator pabrik ikut dilibatkan, mereka menyarankan perbaikan tata letak mesin yang sederhana sehingga waktu transportasi material berkurang. Hasilnya, perbaikan lebih murah dan efektif.

·         Dalam dunia jasa, perusahaan travel online melibatkan pelanggan dalam memberikan feedback melalui rating dan ulasan. Data ini kemudian digunakan untuk memperbaiki layanan agar lebih sesuai dengan harapan pelanggan.

Prinsip ini menegaskan bahwa semua pihak memiliki kontribusi penting dalam keberhasilan BPI.

4. Continuous Improvement (Perbaikan Berkelanjutan)

BPI bukanlah sebuah proyek sekali jalan, melainkan sebuah proses berkelanjutan. Dunia bisnis terus berubah: teknologi berkembang, kebutuhan pelanggan berubah, regulasi berganti, bahkan pola persaingan juga dinamis. Jika organisasi berhenti berinovasi setelah sekali perbaikan, maka akan cepat tertinggal.

Oleh karena itu, prinsip continuous improvement menekankan bahwa perbaikan harus menjadi budaya organisasi, bukan hanya aktivitas sementara.

Contoh:

·         Perusahaan e-commerce besar seperti Tokopedia atau Shopee tidak pernah berhenti memperbarui aplikasi mereka. Hampir setiap bulan ada update fitur, mulai dari sistem pembayaran, kecepatan loading, hingga keamanan transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan proses terus dilakukan seiring dengan kebutuhan pasar.

·         Dalam sektor pendidikan, universitas terus melakukan evaluasi kurikulum setiap tahun agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan industri.

Dengan prinsip ini, organisasi menjadi adaptif, inovatif, dan tahan terhadap perubahan zaman.

5. Menggunakan Teknologi Tepat Guna

Prinsip terakhir adalah menggunakan teknologi tepat guna. Teknologi memang dapat mempercepat proses, meningkatkan akurasi, dan mengurangi biaya. Namun, teknologi hanyalah alat, bukan tujuan utama.

Kesalahan yang sering terjadi adalah perusahaan mengadopsi teknologi canggih tanpa memahami apakah teknologi tersebut benar-benar dibutuhkan. Akibatnya, investasi besar tidak memberikan manfaat signifikan.

Contoh:

·         Sebuah perusahaan logistik menggunakan sistem tracking online agar pelanggan bisa memantau status pengiriman secara real-time. Teknologi ini tepat guna karena menjawab kebutuhan pelanggan.

·         Sebaliknya, jika perusahaan kecil memaksakan penggunaan sistem ERP (Enterprise Resource Planning) yang kompleks tanpa SDM yang mumpuni, maka justru bisa menimbulkan kebingungan, biaya besar, dan resistensi dari karyawan.

Dengan prinsip ini, setiap keputusan penggunaan teknologi harus melalui pertanyaan:
“Apakah teknologi ini benar-benar membantu memperbaiki proses bisnis?”

Prinsip-prinsip BPI berfungsi sebagai fondasi yang memastikan setiap perbaikan proses benar-benar bermanfaat dan berkelanjutan.

1.      Berorientasi pada pelanggan menjadikan kepuasan pelanggan sebagai pusat perhatian.

2.      Berbasis data dan fakta memastikan keputusan yang diambil akurat dan terukur.

3.      Melibatkan semua pihak menjamin partisipasi dan rasa memiliki dalam proses perbaikan.

4.      Continuous improvement menciptakan budaya perubahan yang konsisten.

5.      Menggunakan teknologi tepat guna menjadikan teknologi sebagai alat bantu yang efektif, bukan sekadar tren.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, organisasi dapat menciptakan proses bisnis yang lebih efisien, responsif, dan kompetitif di tengah tantangan global.

LANGKAH-LANGKAH DALAM BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT

Perbaikan proses bisnis (Business Process Improvement/BPI) tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau berdasarkan intuisi semata. Proses ini memerlukan pendekatan yang sistematis, terstruktur, dan berbasis data agar hasil perbaikan benar-benar memberikan dampak positif bagi organisasi.

Setidaknya terdapat lima tahapan penting dalam pelaksanaan BPI, mulai dari mengenali masalah hingga memastikan perbaikan benar-benar berjalan sesuai harapan. Berikut penjelasan lebih rinci dari setiap langkahnya.

1. Identifikasi Proses yang Perlu Diperbaiki

Tahap pertama dalam BPI adalah mengidentifikasi proses mana yang harus diperbaiki. Tidak semua proses dalam organisasi harus diubah sekaligus, melainkan fokus pada proses-proses kritis yang memberikan dampak besar terhadap kinerja bisnis atau kepuasan pelanggan.

 Langkah yang dilakukan:

·         Menganalisis bagian mana dari organisasi yang sering menimbulkan keluhan pelanggan.

·         Mengamati aktivitas kerja yang memakan waktu lama atau boros sumber daya.

·         Mengidentifikasi proses yang menyebabkan biaya operasional tinggi atau sering terjadi kesalahan.

 Contoh Kasus:

·         Dalam industri asuransi, proses klaim seringkali menjadi titik lemah. Jika klaim membutuhkan waktu 14 hari, pelanggan akan merasa kecewa. Proses inilah yang harus diprioritaskan untuk diperbaiki.

·         Dalam e-commerce, proses pengiriman barang yang terlambat adalah salah satu faktor utama yang menurunkan kepuasan pelanggan.

Catatan penting: Pemilihan proses harus berdasarkan data, misalnya laporan kinerja, hasil survei pelanggan, atau laporan audit internal.

2. Analisis Proses Saat Ini (As-Is Process)

Setelah mengetahui proses yang bermasalah, langkah berikutnya adalah memahami kondisi saat ini secara detail. Tahap ini sering disebut dengan membuat As-Is Process, yaitu gambaran nyata tentang bagaimana proses dijalankan sekarang.

 Langkah yang dilakukan:

·         Membuat flowchart atau diagram alur kerja dari awal hingga akhir.

·         Mengidentifikasi siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut.

·         Mencatat titik-titik masalah seperti: pekerjaan yang duplikatif, proses yang tidak perlu, atau aktivitas yang menimbulkan bottleneck (kemacetan).

 Contoh Kasus:

·         Proses klaim asuransi: pelanggan harus mengisi formulir manual, menyerahkan dokumen ke kantor cabang, dokumen diverifikasi manual, lalu dikirim ke kantor pusat, baru kemudian diproses. Alur yang panjang inilah yang menyebabkan keterlambatan.

·         Proses pelayanan rumah sakit: pasien harus mendaftar manual di loket, lalu menunggu lama hanya untuk mendapatkan nomor antrean dokter. Proses ini bisa ditinjau untuk melihat bagian mana yang membuat pasien menunggu terlalu lama.

Catatan penting: Analisis proses saat ini membantu organisasi melihat kenyataan di lapangan, bukan hanya berdasarkan asumsi manajemen.

3. Desain Proses Baru (To-Be Process)

Tahap ketiga adalah merancang To-Be Process, yaitu rancangan proses baru yang lebih baik dibanding proses lama. Tujuannya adalah menciptakan alur kerja yang lebih efisien, cepat, murah, dan berkualitas tinggi.

Langkah yang dilakukan:

·         Menyusun ulang alur kerja dengan menghilangkan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah.

·         Mengintegrasikan teknologi untuk mempercepat proses (misalnya sistem digitalisasi atau otomatisasi).

·         Menciptakan prosedur baru yang lebih sederhana namun tetap sesuai regulasi dan standar kualitas.

 

 

Contoh Kasus:

·         Klaim asuransi yang tadinya butuh 14 hari bisa dipersingkat menjadi 3 hari dengan: formulir online, verifikasi otomatis lewat sistem, dan transfer dana langsung ke rekening nasabah.

·         Rumah sakit membuat sistem pendaftaran online sehingga pasien bisa memilih jadwal dokter melalui aplikasi, tanpa perlu antre panjang di loket.

Catatan penting: Desain baru harus tetap realistis, mempertimbangkan kondisi organisasi, kemampuan karyawan, serta kesiapan teknologi.

4. Implementasi Perubahan

Tahap keempat adalah menerapkan perubahan sesuai desain proses baru. Implementasi merupakan tahap yang paling krusial karena di sinilah ide dan rancangan diuji dalam kenyataan.

 Langkah yang dilakukan:

·         Melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan tentang proses baru.

·         Memberikan pelatihan agar karyawan memahami cara kerja yang baru.

·         Menyediakan infrastruktur atau teknologi pendukung yang dibutuhkan.

·         Memastikan dukungan penuh dari manajemen, karena tanpa sponsor dari pimpinan, perubahan sulit berhasil.

 Contoh Kasus:

·         Bank yang memperkenalkan sistem pembukaan rekening online harus melatih staf customer service agar bisa membantu nasabah yang kesulitan menggunakan aplikasi.

·         E-commerce yang mempercepat proses pengiriman harus berinvestasi dalam gudang otomatis atau sistem logistik baru.

Catatan penting: Perubahan sering menghadapi resistensi dari karyawan. Oleh karena itu, komunikasi yang jelas tentang manfaat perubahan sangat diperlukan.

5. Evaluasi dan Monitoring

Tahap terakhir adalah mengukur hasil setelah perubahan diterapkan. Evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa proses baru benar-benar menghasilkan peningkatan sesuai harapan.

Langkah yang dilakukan:

·         Membandingkan indikator kinerja sebelum dan sesudah perubahan.

·         Melakukan survei kepuasan pelanggan untuk mengetahui dampak perbaikan.

·         Mengidentifikasi kekurangan dari proses baru untuk dilakukan penyesuaian lebih lanjut.

 Contoh Kasus:

·         Setelah perubahan proses klaim asuransi, waktu klaim berkurang dari 14 hari menjadi 3 hari. Namun jika masih ada 10% klaim yang bermasalah, maka perusahaan perlu mencari solusi tambahan.

·         Rumah sakit menemukan bahwa meskipun pendaftaran online mengurangi antrean di loket, masih ada pasien lansia yang kesulitan menggunakan aplikasi. Solusinya: menyediakan layanan bantuan khusus bagi pasien lansia.

Catatan penting: Evaluasi bukan akhir dari BPI, melainkan bagian dari perbaikan berkelanjutan (continuous improvement).

Langkah-langkah dalam Business Process Improvement (BPI) mencakup:

1.      Identifikasi proses bermasalah,

2.      Analisis kondisi saat ini (As-Is Process),

3.      Perancangan proses baru (To-Be Process),

4.      Implementasi perubahan, dan

5.      Evaluasi serta monitoring hasil.

Setiap langkah saling berkaitan dan harus dijalankan secara disiplin agar menghasilkan perbaikan nyata. Dengan pendekatan ini, organisasi tidak hanya mengurangi biaya dan mempercepat layanan, tetapi juga meningkatkan kualitas, kepuasan pelanggan, dan daya saing jangka panjang.

METODE DAN ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM BPI

Dalam praktiknya, Business Process Improvement (BPI) tidak bisa dilakukan hanya dengan niat dan semangat perubahan. Organisasi memerlukan metode, pendekatan, dan alat bantu (tools) yang tepat agar perbaikan proses berjalan sistematis, terukur, dan menghasilkan dampak nyata. Tanpa metode yang jelas, upaya BPI sering kali hanya menjadi jargon manajemen yang berhenti di atas kertas.

Berikut adalah beberapa metode populer yang sering digunakan dalam BPI, lengkap dengan penjelasan terperinci dan contoh penerapannya di dunia nyata.

1. Six Sigma

Six Sigma adalah sebuah metodologi manajemen kualitas yang fokus pada mengurangi kesalahan (defects) dan variasi dalam proses agar hasil lebih konsisten. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Motorola pada tahun 1986 dan kemudian dipopulerkan oleh General Electric (GE) di bawah kepemimpinan Jack Welch.

Secara sederhana, Six Sigma bertujuan agar suatu proses dapat menghasilkan produk/jasa dengan tingkat kesalahan yang sangat rendah, yakni tidak lebih dari 3,4 cacat per satu juta kesempatan (DPMO - Defects Per Million Opportunities).

Prinsip Utama

·         Berbasis data dan fakta (data-driven decision making).

·         Fokus pada pelanggan.

·         Mengurangi variasi yang menyebabkan ketidakstabilan kualitas.

Alat dan Teknik

Six Sigma menggunakan kerangka kerja DMAIC:

·         Define → identifikasi masalah dan kebutuhan pelanggan.

·         Measure → ukur kinerja proses yang ada.

·         Analyze → analisis akar penyebab masalah.

·         Improve → lakukan perbaikan pada proses.

·         Control → kontrol hasil agar perbaikan berkelanjutan.

Contoh Penerapan

·         Industri otomotif: Toyota menggunakan prinsip Six Sigma untuk mengurangi cacat produksi sehingga kendaraan lebih aman dan tahan lama.

·         Rumah sakit: rumah sakit di Amerika menggunakan Six Sigma untuk menurunkan angka kesalahan pemberian obat.

·         Perbankan: bank menerapkan Six Sigma untuk mempercepat proses persetujuan kredit, mengurangi waktu tunggu dari hitungan minggu menjadi hanya beberapa hari.

2. Lean Management

Lean Management adalah metode perbaikan proses yang berfokus pada eliminasi pemborosan (waste), baik dari sisi waktu, biaya, maupun tenaga kerja. Konsep ini berakar dari Toyota Production System (TPS) yang dikembangkan pasca Perang Dunia II di Jepang.

Prinsip Utama

·         Mengidentifikasi aktivitas yang bernilai tambah (value added) bagi pelanggan.

·         Menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value added).

·         Menciptakan aliran proses yang lebih lancar.

Jenis-jenis Pemborosan dalam Lean (7 Waste / Muda)

1.      Overproduction (produksi berlebihan).

2.      Waiting (menunggu).

3.      Transportation (transportasi berlebihan).

4.      Overprocessing (proses berlebihan).

5.      Inventory (persediaan berlebihan).

6.      Motion (gerakan tidak efisien).

7.      Defects (produk rusak).

Contoh Penerapan

·         Pabrik manufaktur: mengurangi waktu set-up mesin sehingga produksi lebih cepat.

·         Ritel: supermarket menggunakan lean untuk menata rak agar pelanggan mudah menemukan produk.

·         Rumah sakit: penerapan lean dalam sistem antrian pasien untuk mengurangi waktu tunggu berjam-jam.

3. Total Quality Management (TQM)

Total Quality Management (TQM) adalah pendekatan manajemen yang menekankan pentingnya kualitas dalam semua aspek organisasi, bukan hanya di bagian produksi. TQM menekankan bahwa setiap orang di perusahaan bertanggung jawab terhadap kualitas.

Prinsip Utama

·         Customer focus: semua keputusan harus berorientasi pada kepuasan pelanggan.

·         Continuous improvement: perbaikan berkelanjutan dalam setiap aktivitas.

·         Employee involvement: melibatkan seluruh karyawan, dari level bawah hingga top management.

Alat dan Teknik

·         Diagram sebab-akibat (Fishbone Diagram).

·         Histogram kualitas.

·         Control chart (peta kendali).

Contoh Penerapan

·         Hotel: menggunakan TQM untuk memastikan standar pelayanan kamar selalu konsisten.

·         Pendidikan: universitas menerapkan TQM untuk meningkatkan mutu pelayanan akademik dan administrasi.

·         Industri penerbangan: maskapai menggunakan TQM untuk meningkatkan keselamatan penerbangan melalui standar perawatan pesawat yang ketat.

4. Kaizen (Continuous Improvement)

Kaizen berasal dari bahasa Jepang, terdiri dari kata Kai (perubahan) dan Zen (lebih baik). Kaizen berarti perbaikan kecil yang dilakukan terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari di tempat kerja.

Metode ini populer karena tidak membutuhkan perubahan radikal, melainkan perbaikan bertahap yang konsisten.

Prinsip Utama

·         Fokus pada perbaikan kecil tetapi berkelanjutan.

·         Melibatkan semua karyawan dalam ide perbaikan.

·         Budaya kerja yang disiplin dan berorientasi kualitas.

Contoh Penerapan

·         Pabrik manufaktur: karyawan memberikan ide sederhana, misalnya memindahkan alat kerja lebih dekat ke area produksi untuk menghemat waktu.

·         Perusahaan jasa: call center rutin mengevaluasi cara menjawab telepon agar pelanggan merasa lebih puas.

·         Sekolah: guru dan staf sekolah melakukan rapat rutin untuk memperbaiki sistem absensi atau jadwal pelajaran.

5. Business Process Reengineering (BPR)

BPR adalah pendekatan perbaikan proses yang lebih radikal dibandingkan metode lain. Jika BPI umumnya fokus pada perbaikan bertahap, BPR justru melakukan perombakan menyeluruh (radical redesign) terhadap proses bisnis inti untuk mencapai peningkatan dramatis dalam biaya, kualitas, layanan, dan kecepatan.

Konsep BPR dipopulerkan oleh Hammer dan Champy (1993) melalui bukunya Reengineering the Corporation.

Prinsip Utama

·         Memulai dari "blank sheet of paper" (mendesain ulang dari nol).

·         Mengabaikan cara lama, lalu membangun cara baru yang lebih efisien.

·         Fokus pada proses inti yang memberikan nilai terbesar bagi pelanggan.

Contoh Penerapan

·         Perbankan: mengganti seluruh sistem manual dengan digital banking.

·         Layanan publik: pemerintah beralih dari birokrasi kertas ke sistem e-government.

·         Maskapai penerbangan: menghapus tiket kertas dan menggantinya dengan e-ticketing.

Metode dan alat dalam BPI seperti Six Sigma, Lean, TQM, Kaizen, dan BPR merupakan fondasi penting agar organisasi dapat memperbaiki proses bisnisnya secara sistematis.

·         Six Sigma dan Lean sering dipakai bersamaan dalam pendekatan Lean Six Sigma, yang menggabungkan efisiensi dan kualitas.

·         TQM membangun budaya kualitas yang melibatkan semua orang.

·         Kaizen mendorong perbaikan kecil tapi berkelanjutan.

·         BPR digunakan ketika organisasi membutuhkan perubahan drastis.

Dengan pemilihan metode yang tepat, organisasi tidak hanya memperbaiki proses, tetapi juga membangun keunggulan bersaing jangka panjang.

Tantangan dalam Business Process Improvement (BPI)

Meskipun BPI memberikan banyak manfaat, proses ini tidak selalu berjalan mulus. Ada berbagai hambatan yang harus dihadapi organisasi ketika ingin memperbaiki proses bisnis. Berikut uraian lebih detail:

1. Resistensi Karyawan

Salah satu tantangan terbesar adalah penolakan dari karyawan. Banyak pegawai merasa nyaman dengan cara kerja lama yang sudah mereka kuasai. Ketika diminta menggunakan sistem baru, muncul rasa takut, khawatir, bahkan marah.

·         Contoh: Di sebuah perusahaan manufaktur, ketika sistem pencatatan manual diganti dengan sistem ERP (Enterprise Resource Planning), sebagian karyawan menolak karena merasa pekerjaannya akan digantikan teknologi.

·         Dampak: Perubahan bisa terhambat, bahkan gagal, jika resistensi ini tidak dikelola.

·         Solusi: Organisasi harus melakukan komunikasi yang baik, memberikan pelatihan, dan meyakinkan karyawan bahwa teknologi bukan menggantikan, melainkan mempermudah pekerjaan mereka.

2. Kurangnya Dukungan Manajemen

BPI membutuhkan komitmen dari manajemen puncak. Tanpa dukungan manajemen, proyek perbaikan sering kali berhenti di tengah jalan.

·         Contoh: Jika direktur atau manajer tidak mau mengalokasikan anggaran untuk teknologi baru, maka ide perbaikan tidak bisa dijalankan.

·         Dampak: Tim perbaikan kehilangan motivasi, perubahan setengah jalan, hasilnya tidak optimal.

·         Solusi: Manajemen harus berperan sebagai sponsor perubahan dengan menyediakan anggaran, sumber daya, dan dorongan moral.

3. Keterbatasan Sumber Daya

BPI sering kali membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga ahli. Tidak semua organisasi memiliki sumber daya memadai.

·         Contoh: Rumah sakit kecil mungkin ingin membangun sistem rekam medis elektronik, tetapi terkendala dana dan SDM IT yang terbatas.

·         Dampak: Perubahan hanya dilakukan secara parsial, tidak maksimal.

·         Solusi: Organisasi bisa melakukan perbaikan bertahap (incremental improvement) atau bekerja sama dengan pihak ketiga (outsourcing).

4. Kesulitan Mengubah Budaya Organisasi

BPI bukan hanya soal teknologi atau prosedur, tetapi juga perubahan budaya kerja. Mengubah kebiasaan, pola pikir, dan nilai dalam organisasi adalah tantangan yang paling sulit.

·         Contoh: Perusahaan jasa yang terbiasa melayani pelanggan dengan cara tatap muka, merasa enggan beralih ke sistem digital karena takut kehilangan “sentuhan personal”.

·         Dampak: Budaya lama yang tidak mendukung inovasi bisa menjadi penghambat serius.

·         Solusi: Organisasi perlu membangun budaya kerja yang pro-perubahan melalui edukasi, penghargaan bagi karyawan inovatif, dan kepemimpinan yang memberi teladan.

Contoh penerapan BPI di sektor perbankan, e-commerce, dan rumah sakit menunjukkan bahwa perbaikan proses bisnis dapat memberikan dampak nyata berupa efisiensi, efektivitas, dan peningkatan kepuasan pelanggan. Namun, perjalanan menuju perbaikan tidak selalu mudah. Tantangan berupa resistensi karyawan, kurangnya dukungan manajemen, keterbatasan sumber daya, dan kesulitan mengubah budaya organisasi harus dikelola dengan baik.

Intinya: BPI bukan sekadar proyek teknis, melainkan perjalanan transformasi organisasi yang memerlukan komitmen, kolaborasi, dan konsistensi.

CONTOH PENERAPAN BPI

Perbaikan proses bisnis (BPI) tidak hanya berlaku di satu sektor, tetapi bisa diterapkan di berbagai bidang kehidupan organisasi baik perusahaan swasta, lembaga publik, maupun organisasi sosial. Berikut contoh-contoh konkret:

1. Sektor Perbankan

Dulu, membuka rekening di bank merupakan proses yang memakan waktu cukup lama. Calon nasabah harus datang ke kantor cabang, mengisi formulir fisik, melampirkan fotokopi dokumen, menunggu verifikasi manual, bahkan terkadang harus kembali ke bank di hari berikutnya. Proses ini bisa memakan waktu 1–2 hari.

Namun, setelah dilakukan perbaikan proses bisnis melalui digitalisasi layanan perbankan, proses pembukaan rekening kini bisa selesai dalam 30 menit bahkan kurang.

·         Apa yang diperbaiki?

o    Formulir fisik digantikan formulir online.

o    Verifikasi identitas dilakukan dengan teknologi e-KYC (Electronic Know Your Customer), cukup dengan swafoto dan scan KTP.

o    Nasabah bisa membuka rekening langsung dari aplikasi mobile banking, tanpa harus datang ke cabang.

Hasil perbaikan:

·         Efisiensi waktu bagi nasabah (tidak perlu antre di cabang).

·         Bank menghemat biaya operasional (lebih sedikit kertas, lebih sedikit pegawai di front office).

·         Kepuasan pelanggan meningkat karena layanan lebih cepat.

 Pelajaran: BPI membuat bank lebih dekat dengan masyarakat digital, sekaligus memperkuat daya saing di era fintech.

2. Sektor E-Commerce

Pada awal perkembangan e-commerce, salah satu keluhan utama pelanggan adalah rumitnya proses retur barang. Pembeli yang tidak puas harus menghubungi customer service, mengisi formulir, menunggu persetujuan, lalu mengirimkan barang dengan prosedur berlapis. Proses ini sering membuat pelanggan enggan mengajukan retur, bahkan menurunkan kepercayaan pada platform.

Dengan menerapkan prinsip BPI, perusahaan e-commerce melakukan otomatisasi retur barang melalui aplikasi:

·         Pelanggan hanya perlu klik opsi “retur” di aplikasi, memilih alasan, lalu sistem otomatis mengeluarkan kode retur dan voucher pengiriman.

·         Barang dikirim kembali dengan lebih sederhana melalui drop point logistik.

·         Status retur dapat dipantau langsung di aplikasi.

Hasil perbaikan:

·         Proses retur yang dulu bisa memakan waktu 1 minggu, kini hanya membutuhkan beberapa hari.

·         Kepercayaan pelanggan meningkat karena mereka merasa dilindungi.

·         Perusahaan dapat meningkatkan customer retention (pelanggan kembali berbelanja).

 Pelajaran: BPI membantu perusahaan e-commerce menekan keluhan pelanggan, sekaligus meningkatkan loyalitas.

3. Sektor Kesehatan (Rumah Sakit)

Sebelum adanya sistem digital, pasien yang datang ke rumah sakit sering menghadapi masalah antrian panjang hanya untuk mendaftar. Proses registrasi manual, verifikasi kartu pasien, hingga pencarian rekam medis fisik bisa menghabiskan waktu berjam-jam.

Dengan penerapan BPI, rumah sakit memperbaiki proses pendaftaran melalui:

·         Sistem pendaftaran online, di mana pasien bisa mendaftar melalui aplikasi atau website sebelum datang.

·         Nomor antrian digital, sehingga pasien bisa memperkirakan jam kedatangan.

·         Rekam medis elektronik, yang dapat diakses dokter langsung melalui komputer tanpa mencari berkas kertas.

Hasil perbaikan:

·         Waktu tunggu pasien berkurang secara signifikan.

·         Rumah sakit lebih terorganisir dalam memberikan layanan.

·         Tingkat stres pasien menurun, kepuasan meningkat.

 Pelajaran: BPI di sektor kesehatan berkontribusi langsung pada keselamatan pasien dengan layanan lebih cepat dan akurat.

Kesimpulan

Business Process Improvement (BPI) adalah strategi penting dalam manajemen modern yang berfungsi sebagai kunci keberhasilan organisasi di era persaingan global. Melalui BPI, organisasi dapat memperbaiki alur kerja, mengurangi pemborosan, mempercepat proses, dan meningkatkan kualitas layanan maupun produk. Tujuan akhirnya adalah menciptakan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi serta membangun daya saing yang berkelanjutan.

Contoh penerapan BPI di sektor perbankan, e-commerce, dan rumah sakit membuktikan bahwa perubahan nyata dapat membawa manfaat besar, baik bagi pelanggan maupun bagi organisasi itu sendiri. Namun, proses menuju perbaikan tidak selalu mudah. Tantangan seperti resistensi karyawan, keterbatasan sumber daya, dan kesulitan mengubah budaya organisasi menjadi faktor yang harus dikelola secara bijak.

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa BPI bukan sekadar proyek teknis, melainkan perjalanan transformasi organisasi yang memerlukan dukungan manajemen, keterlibatan seluruh karyawan, dan komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan. Bagi mahasiswa dan calon manajer di masa depan, memahami konsep BPI bukan hanya memberikan bekal teoritis, tetapi juga keterampilan praktis untuk menghadapi tantangan nyata di dunia kerja.

Singkatnya, BPI adalah investasi strategis jangka panjang yang memungkinkan organisasi tetap relevan, unggul, dan adaptif di tengah perubahan zaman yang cepat dan penuh ketidakpastian.

Daftar Pustaka

1.       Harmon, P. (2020). Business Process Change: A Business Process Management Guide for Managers and Process Professionals. 4th Edition. Morgan Kaufmann.

2.       Dumas, M., La Rosa, M., Mendling, J., & Reijers, H. A. (2018). Fundamentals of Business Process Management. Springer.

3.       vom Brocke, J., & Rosemann, M. (Eds.). (2021). Handbook on Business Process Management. Springer.

4.       Weske, M. (2019). Business Process Management: Concepts, Languages, Architectures. Springer.

5.       Modul Analisis Proses Bisnis. (2023). Tim Pengajar Universitas.

6.       Hammer, M., & Champy, J. (2001). Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business Revolution. Harper Business.

7.       Porter, M. E. (1985). Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. Free Press.

8.       Rummler, G. A., & Brache, A. P. (2012). Improving Performance: How to Manage the White Space on the Organization Chart. Jossey-Bass.

9.       ISO 9001:2015. Quality management systems — Requirements.

10.    Wibowo, A. (2020). Manajemen Proses Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers.

 

VERSI PDF.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "BAB. 7 PERBAIKAN PROSES BISNIS (BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT / BPI)"

Posting Komentar