Bea Materai dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Pengantar
Bea Materai dan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah dua jenis pungutan pajak yang penting
dalam sistem perpajakan Indonesia. Bea Materai dikenakan pada dokumen tertentu
yang digunakan sebagai alat bukti hukum, sedangkan BPHTB merupakan pajak atas
perolehan hak kepemilikan tanah dan/atau bangunan. Kedua jenis pungutan ini
memiliki peranan penting dalam mendukung penerimaan negara dan daerah, serta
memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi.
1. Definisi dan Fungsi Bea Materai
1.1.
Definisi Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang
dikenakan pada dokumen tertentu sebagai alat bukti hukum. Dasar hukum utama
yang mengatur Bea Materai di Indonesia adalah:
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021
tentang Tata Cara Pemungutan dan Pembayaran Bea Materai Elektronik.
1.2.
Fungsi Bea Materai
Bea Materai memiliki beberapa fungsi
utama:
- Sebagai Alat Bukti Hukum: Dokumen yang dilekati bea materai dianggap sah sebagai
alat bukti hukum dalam persidangan.
- Pendukung Pendapatan Negara: Bea Materai menjadi salah satu sumber penerimaan
negara yang bersifat non-pajak.
- Pengendalian Penggunaan Dokumen: Bea Materai berfungsi sebagai instrumen untuk mengatur
dokumen yang memiliki nilai ekonomis atau legal tinggi.
1.3.
Objek Bea Materai
Bea Materai dikenakan pada:
- Dokumen perjanjian, seperti kontrak kerja, perjanjian
jual beli, dan lainnya.
- Dokumen yang menyatakan nilai uang, seperti kwitansi
pembayaran di atas Rp5 juta.
- Dokumen transaksi berharga, seperti surat saham dan
obligasi.
1.4.
Tarif Bea Materai
Sejak 2021, tarif Bea Materai
ditetapkan sebesar Rp10.000 untuk setiap dokumen. Penggunaan materai
dapat berupa materai fisik (tempel) atau elektronik.
2. BPHTB: Konsep dan Penghitungan
2.1.
Konsep BPHTB
BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas setiap perolehan hak atas
tanah dan/atau bangunan.
- Dasar Hukum BPHTB:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
- Peraturan Daerah terkait di masing-masing wilayah.
2.2.
Objek BPHTB
Objek BPHTB meliputi:
- Jual beli tanah dan bangunan.
- Hibah tanah dan bangunan.
- Waris atau pewarisan hak atas tanah dan bangunan.
- Perubahan perjanjian atau pemisahan hak kepemilikan
tanah dan bangunan.
2.3.
Penghitungan BPHTB
- Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP): Nilai transaksi atau NJOP (mana yang lebih tinggi).
- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP): Ditentukan oleh pemerintah daerah. Biasanya sebesar
Rp60 juta untuk perolehan individu.
- Tarif BPHTB:
Berdasarkan ketentuan, tarif BPHTB adalah 5%.
3. Proses Pembayaran BPHTB
3.1.
Langkah Pembayaran BPHTB
- Pengajuan NPOP ke Kantor Pertanahan: Wajib pajak mengajukan nilai transaksi atau NJOP untuk
dihitung besaran BPHTB.
- Pengisian SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah): Dokumen ini berisi informasi tentang nilai transaksi
dan pajak yang harus dibayarkan.
- Pembayaran ke Bank atau Kantor Pajak Daerah: Pembayaran BPHTB dilakukan melalui bank yang ditunjuk
atau langsung ke kas daerah.
- Pengajuan Bukti Bayar: Bukti pembayaran disertakan dalam pengurusan dokumen
kepemilikan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
3.2.
Dokumen Pendukung
Dokumen yang harus disiapkan
meliputi:
- Akta jual beli atau dokumen peralihan hak lainnya.
- SPPT PBB terbaru.
- Fotokopi KTP atau identitas wajib pajak.
Studi
Kasus: Penghitungan BPHTB untuk Transaksi Jual-Beli Tanah
Kasus
Transaksi di Kawasan Perkotaan
Data Kasus:
- Lokasi: Jakarta Selatan.
- Harga transaksi: Rp2.000.000.000.
- NPOPTKP: Rp60.000.000.
- Tarif BPHTB: 5%.
Penghitungan:
- NPOP = Rp2.000.000.000.
- BPHTB Terutang = (NPOP - NPOPTKP) × Tarif BPHTB= (Rp2.000.000.000 - Rp60.000.000) × 5%= Rp1.940.000.000 × 5%= Rp97.000.000.
Wajib pajak harus membayar BPHTB
sebesar Rp97.000.000.
Kasus
Transaksi di Kawasan Pedesaan
Data Kasus:
- Lokasi: Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
- Harga transaksi: Rp300.000.000.
- NPOPTKP: Rp60.000.000.
- Tarif BPHTB: 5%.
Penghitungan:
- NPOP = Rp300.000.000.
- BPHTB Terutang = (NPOP - NPOPTKP) × Tarif BPHTB= (Rp300.000.000 - Rp60.000.000) × 5%= Rp240.000.000 × 5%= Rp12.000.000.
Wajib pajak harus membayar BPHTB
sebesar Rp12.000.000.
Kesimpulan
Bea Materai dan BPHTB adalah dua
jenis pajak yang memiliki fungsi penting dalam mendukung pendapatan negara dan
daerah, serta memberikan kepastian hukum dalam berbagai transaksi. Pemahaman
yang baik tentang mekanisme penghitungan dan pembayaran kedua jenis pajak ini
membantu wajib pajak memenuhi kewajiban mereka dengan tepat waktu.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai.
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
- Direktorat Jenderal Pajak. (2023). Panduan Pembayaran BPHTB. Jakarta: Kementerian Keuangan.
- OECD. (2021). Revenue Mobilization and Property Taxation. Paris: OECD Publishing.
- IMF. (2020). Fiscal Decentralization and Property Taxes in Developing Countries. Washington, D.C.: IMF.
- World Bank. (2018). Property Taxation in Southeast Asia. Washington, D.C.: World Bank.
0 Response to "Bea Materai dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)"
Posting Komentar