Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

DAYA SAING GLOBAL

 


Pemahaman Daya Saing Global

Daya saing global mencerminkan kemampuan suatu negara dalam menciptakan barang dan jasa yang dapat memenuhi tuntutan pasar internasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk bersaing di tingkat internasional, sebuah negara harus memiliki keunggulan yang khas dalam produk atau jasa yang dihasilkan. Keunggulan ini menjadi ciri pembeda di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Saat ini, Indonesia belum menjadi pilihan utama bagi para investor global. Berbagai masalah seperti birokrasi yang tidak efisien, inkonsistensi kebijakan pemerintah, lemahnya penegakan hukum, serta isu keamanan menjadi kendala utama yang menghambat masuknya investasi. Daya saing global erat kaitannya dengan produktivitas, yang merupakan sumber utama peningkatan standar hidup serta pendapatan individu maupun per kapita. Tanpa fondasi yang kuat, sebuah negara akan kesulitan bersaing di kancah internasional dan berpotensi tertinggal dari negara-negara lain.

Bisnis internasional memberikan peluang bagi kita untuk memahami bagaimana suatu negara mampu bersaing secara global, memanfaatkan peluang bisnis internasional, serta memasuki pasar global dengan strategi yang tepat. Selain itu, melalui pemahaman ini, kita dapat mengamati perkembangan pesaing, mengenali dinamika pasar global, dan berkompetisi secara sehat.

Untuk bersaing secara global, perusahaan di suatu negara perlu memperhatikan berbagai peluang serta menciptakan produk atau jasa yang memiliki keunikan tersendiri. Jika persaingan berjalan dengan baik, hasilnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan mengidentifikasi dan menyelesaikan kendala yang ada, sebuah negara dapat memahami faktor-faktor yang memengaruhi daya saing global, produk atau jasa yang sesuai untuk pasar internasional, serta hubungan-hubungan yang mendukung keberhasilan di pasar global.

Bab ini juga menyoroti pentingnya pemahaman mengenai struktur organisasi yang efektif untuk bersaing di pasar internasional. Beberapa aspek yang akan dibahas mencakup struktur divisi, perpaduan struktur organisasi, jaringan struktur, perjanjian usaha bersama, strategi aliansi, sinergi organisasi, integrasi produk, penggunaan teknologi informasi, serta karakteristik organisasi yang mendukung daya saing.

Melalui pembahasan ini, diharapkan pembaca dapat memahami persaingan global secara lebih mendalam, memperoleh informasi penting terkait tren pasar internasional, dan mengenali kebutuhan serta harapan pasar global. Semua ini akan menjadi bekal untuk meningkatkan daya saing di kancah internasional dan mendukung pembangunan ekonomi negara.

Pengembangan SDM dan Relevansinya Terhadap Daya Saing Global

Ketidakpastian kondisi keuangan global saat ini seharusnya mendorong setiap perusahaan untuk memprioritaskan program pengembangan mutu sumber daya manusia (SDM) sebagai fokus utama. Dalam konteks persaingan global yang semakin ketat, pengembangan SDM menjadi salah satu upaya penting untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan berbagai tugas dan menyesuaikan keterampilan mereka dengan kebutuhan pekerjaan. Pengembangan SDM tidak hanya bermanfaat bagi organisasi melalui peningkatan daya saing dan adaptabilitas terhadap perubahan lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi karyawan, seperti peluang promosi karier.

Meskipun pelatihan sering disandingkan dengan pengembangan, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Pelatihan berfokus pada penguasaan kegiatan dan perilaku spesifik dengan jangka waktu yang lebih singkat, sedangkan pengembangan menitikberatkan pada pemahaman konsep, pengembangan kapasitas, dan adaptasi jangka panjang. Efektivitas pelatihan diukur melalui penilaian kinerja atau sertifikasi, sedangkan pengembangan diukur dari ketersediaan karyawan berkualifikasi, peluang promosi, dan peningkatan daya saing berbasis SDM.

Tahapan dalam Pengembangan SDM

Proses pengembangan SDM diawali dengan perencanaan strategis, yang mencakup analisis kebutuhan organisasi saat ini dan masa depan. Proses ini melibatkan identifikasi kebutuhan kemampuan karyawan, perencanaan suksesi, penilaian kebutuhan pengembangan, hingga pelaksanaan rencana pengembangan baik pada tingkat individu maupun organisasi. Selanjutnya, dilakukan evaluasi terhadap efektivitas pengembangan serta pemberian umpan balik untuk memperbaiki perencanaan ke depan.

Jenis pengembangan yang diterapkan bergantung pada kebutuhan organisasi dan individu. Secara umum, pengembangan SDM mencakup peningkatan kemampuan teknis dan non-teknis, seperti orientasi kerja, pengambilan keputusan, nilai etika, serta keterampilan untuk bekerja di bawah tekanan, menyelesaikan masalah, dan memanfaatkan pengetahuan sebelumnya. Pengembangan semacam ini sering kali lebih efektif dilakukan melalui sosialisasi kerja atau jalur informal daripada melalui kursus formal.

Pengembangan SDM sebagai Investasi Jangka Panjang

Pengembangan SDM adalah proses berkelanjutan yang menjadi kebutuhan strategis baik bagi organisasi maupun individu. Misalnya, karyawan dengan keahlian khusus memerlukan lisensi yang harus diperbarui secara berkala sesuai kebutuhan organisasi dan tuntutan pasar. Dengan demikian, pengetahuan, keterampilan, dan sikap SDM harus terus dikembangkan untuk mendukung penyesuaian dengan pekerjaan baru, promosi, atau bahkan persiapan pasca-pensiun.

Untuk menyusun program pengembangan yang efektif, perlu dilakukan analisis kebutuhan individu dan organisasi melalui berbagai metode, seperti assessment centers, tes psikologi, dan penilaian kinerja. Assessment centers digunakan untuk mengidentifikasi potensi dan kebutuhan pengembangan melalui simulasi, diskusi kelompok, dan permainan peran. Tes psikologi membantu mengevaluasi kemampuan intelektual, gaya kepemimpinan, dan aspek kepribadian. Sedangkan penilaian kinerja memberikan gambaran produktivitas karyawan dan relevansi keterampilannya dengan kebutuhan organisasi.

Pada akhirnya, hasil pengembangan SDM yang efektif dapat menjadi indikator seberapa jauh karyawan mampu mendukung daya saing organisasi dalam pasar global. Dengan demikian, pengembangan SDM bukan hanya sekadar upaya meningkatkan kompetensi individu, tetapi juga menjadi fondasi strategis dalam memenangkan persaingan bisnis internasional.

Potret Daya Saing Global Indonesia: Tantangan dan Peluang

Pentingnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Masalah utama pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Kualitas SDM yang rendah menyebabkan daya saing global Indonesia tertinggal. Menurut Todaro, daya saing bangsa yang tangguh dapat dicapai jika nilai inti pembangunan terpenuhi: sustenance (kemampuan mencukupi kebutuhan dasar), freedom (kemerdekaan dari ketergantungan), self-esteem (jati diri), dan pilihan yang beragam. Namun, fakta seperti operasi pasar oleh Bulog menunjukkan Indonesia masih berada pada tahap pemenuhan kebutuhan dasar.

Warisan Kolonialisme dan Inferioritas
Rendahnya kualitas SDM Indonesia merupakan warisan panjang pembodohan sistemik sejak masa kolonialisme. Pada 2006, Indeks Pembangunan Manusia (HDI) Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 104 negara. Selama lebih dari tiga abad penjajahan, bangsa Indonesia dibentuk menjadi pasrah, tidak kreatif, dan hanya berpuas diri pada pencapaian rata-rata. Pola ini terlihat bahkan dalam kebiasaan mahasiswa, yang lebih memilih duduk di belakang saat kuliah atau menyerahkan tugas dengan cara menyalin pekerjaan teman.

Kolonialisme sengaja membatasi akses pendidikan hanya untuk segelintir kelompok. Dampaknya, mayoritas penduduk buta huruf dan bermental rendah. Setelah merdeka, pendidikan masih belum menjadi prioritas nasional. Alokasi APBN untuk pendidikan pada masa Orde Lama dan Orde Baru berkisar 2,5–4%. Upaya seperti proyek NKK dan BKK justru bertujuan membatasi aktivitas mahasiswa, mengutamakan stabilitas kekuasaan daripada pengembangan SDM.

Daya Saing Global yang Tertinggal
Menurut Global Competitiveness Index (GCI) 2006 dari World Economic Forum, daya saing Indonesia berada di posisi rendah. Daya saing adalah akumulasi faktor, kebijakan, dan kelembagaan yang menentukan produktivitas serta kesejahteraan rakyat. Produktivitas menjadi kunci pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Faktor-faktor seperti birokrasi tidak efisien, kebijakan yang tidak konsisten, masalah keamanan, dan lemahnya penegakan hukum menghambat Indonesia menjadi tujuan investasi utama. Indonesia juga gagal memanfaatkan keunggulan sumber daya alam dan jumlah penduduk yang besar sebagai modal untuk bersaing di pasar global.

Belajar dari Negara Lain
Negara seperti Finlandia, dengan GCI tertinggi, membuktikan bahwa penghormatan pada hukum, tingkat korupsi rendah, dan keterbukaan sistem mendukung daya saing global. Negara-negara Nordik lainnya juga menunjukkan bahwa pajak tinggi, jika dikelola transparan, justru meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di Asia, Taiwan dan Singapura menempati peringkat ke-5 dan ke-6, sementara Jepang berada di peringkat ke-12.

Sebaliknya, Indonesia masih masuk kategori negara berpenghasilan rendah (low-income countries), sejajar dengan Gambia. Pergantian pemerintahan, kerusakan infrastruktur, dan runtuhnya pasar uang menjadi penghambat utama. Pendidikan, sebagai pilar pembangunan, juga terdampak oleh mahalnya biaya yang tidak terjangkau sebagian besar masyarakat.

Peluang dan Tantangan ke Depan
Michael E. Porter dari Harvard Business School menegaskan bahwa sektor swasta Indonesia perlu menciptakan produk dengan tingkat keunikan tinggi agar mampu bersaing di pasar dunia. Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dengan kekayaan sumber daya alam dari Sabang hingga Merauke serta populasi besar sebagai pasar dan tenaga kerja.

Namun, Indonesia sering kali kalah cepat menangkap peluang dibandingkan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Dalam sektor agrobisnis, misalnya, durian Bangkok lebih populer dibanding durian lokal, karena kualitasnya lebih unggul dan memenuhi ekspektasi konsumen.

Negara-negara tetangga mampu memanfaatkan peluang melalui peningkatan keterampilan tenaga kerja, inovasi teknologi, dan profesionalisme. Indonesia perlu berfokus pada pengembangan SDM yang berkelanjutan, meningkatkan daya saing melalui pendidikan berkualitas, kebijakan yang konsisten, dan tata kelola yang transparan. Dengan langkah tersebut, Indonesia dapat mengubah potensi menjadi kekuatan nyata dalam persaingan global.

Kembali ke Alam: Solusi untuk Pemulihan Ekonomi

Indonesia menyadari bahwa penciptaan industri padat karya adalah salah satu cara terbaik untuk menyerap angkatan kerja yang melimpah. Industri seperti tekstil, elektronik, sepatu, garmen, dan onderdil pernah menjadi pilar utama dalam menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Namun, sejak krisis ekonomi 1997, industri-industri ini mengalami kemunduran, yang menyebabkan lonjakan angka pengangguran dan ancaman kemiskinan yang semakin serius.

Industri padat karya memiliki peran strategis, tetapi juga sangat rentan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK). Data dari Direktorat Jenderal Hubungan Industrial Depnakertrans menunjukkan bahwa selama Januari-November 2006, sebanyak 71.865 tenaga kerja di-PHK, menurun dari 150.524 orang pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor kehutanan, garmen, tekstil, persepatuan, dan elektronik menjadi penyumbang terbesar kasus PHK tersebut.

Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat bahwa tingkat pengangguran di ASEAN mengalami peningkatan hingga 85%, sementara di Indonesia terdapat 41,37 juta orang yang bekerja paruh waktu dan 10,93 juta orang yang sepenuhnya menganggur. Angka ini akan terus bertambah jika kondisi ekonomi tidak segera membaik.

Dalam situasi ini, solusi yang dapat diambil adalah memanfaatkan kembali kekayaan alam yang melimpah. Pengelolaan hasil laut dan pertanian secara optimal dan profesional dapat menjadi pendorong pemulihan ekonomi Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya laut dan darat yang berlimpah, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan daya saing komparatif dibandingkan negara lain.

Daya Saing Global dan Tantangan Indonesia

Menurut survei World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Index 2006-2007, Indonesia menempati posisi ke-50 dari 125 negara, membaik dibandingkan peringkat 69 dari 107 negara pada tahun sebelumnya. Namun, laporan International Finance Corporation bersama Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia memberikan gambaran yang berbeda. Indonesia berada di peringkat 135 dari 175 negara dalam daya saing bisnis, posisi yang dianggap "terburuk."

Kenyataan ini menunjukkan tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia. Kunci utamanya adalah meracik tiga elemen penting: manusia, modal, dan sumber daya alam, untuk menciptakan kemakmuran. Meskipun Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, sumber daya alam saja tidak cukup untuk membangun daya saing bangsa. Yang lebih krusial adalah kualitas manusia di balik pengelolaan sumber daya tersebut.

Penguasaan teknologi, didukung oleh etos kerja keras, menjadi faktor penentu kemajuan. Pemerintah perlu memberikan perhatian serius untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Bangsa yang mampu memadukan sumber daya manusia berkualitas dengan kerja keras akan menciptakan keunggulan komparatif dan kompetitif. Hanya produk dengan keunggulan tersebut yang dapat bersaing di pasar global dan menjadi pendorong kemakmuran ekonomi nasional.

  Daftar Pustaka

  1. Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). Economic Development. Boston: Pearson Addison Wesley.
  2. World Economic Forum. (2006). The Global Competitiveness Report 2006-2007. Geneva: World Economic Forum.
  3. International Labour Organization. (2006). Global Employment Trends for Youth. Geneva: ILO.
  4. Porter, M. E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press.
  5. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2006). Laporan Hubungan Industrial 2006. Jakarta: Depnakertrans.
  6. Bank Dunia & International Finance Corporation. (2006). Doing Business 2007: How to Reform. Washington, D.C.: The World Bank.

 

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "DAYA SAING GLOBAL"

Posting Komentar