Sarana belajar yang memadukan teori akademis dengan pendekatan praktis dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman konseptual dan penerapannya di dunia nyata. Serta memberikan kerangka berpikir yang kuat melalui teori-teori dasar, sementara praktiknya memberikan wawasan tentang bagaimana konsep tersebut digunakan dalam konteks nyata.

Proses dalam Manajemen Logistik


Pendahuluan

Manajemen logistik merupakan elemen vital dalam rantai pasok modern yang memainkan peran strategis dalam menentukan efisiensi, efektivitas, dan daya saing suatu perusahaan. Dalam konteks bisnis yang semakin kompleks dan dinamis, perusahaan tidak lagi hanya dituntut untuk menghasilkan produk berkualitas, tetapi juga memastikan bahwa produk tersebut dapat tersedia pada waktu, tempat, dan jumlah yang tepat bagi pelanggan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan proses logistik yang terencana, terkendali, dan terus ditingkatkan. Mulai dari perencanaan kebutuhan logistik, pengadaan dan pembelian, penerimaan dan penyimpanan, distribusi dan pengiriman, hingga tahap pemantauan dan pengendalian, setiap proses memiliki peran krusial dalam menjaga kesinambungan operasional perusahaan.

Lebih dari itu, proses logistik tidak bisa stagnan. Ia harus terus dievaluasi dan diperbaiki secara berkala agar selaras dengan perubahan pasar, teknologi, dan harapan pelanggan. Melalui pendekatan yang sistematis, terstruktur, dan didukung teknologi informasi yang mutakhir, manajemen logistik modern kini tidak hanya menjadi fungsi pendukung, tetapi juga pilar utama keunggulan kompetitif perusahaan.

Artikel ini mengulas secara terperinci setiap tahapan dalam proses manajemen logistik, dilengkapi dengan strategi praktis, studi kasus, dan metode perbaikan yang relevan untuk diterapkan di berbagai jenis industri.

1. Perencanaan Kebutuhan Logistik: Fondasi Utama Keberhasilan Operasional

Dalam dunia bisnis yang serba cepat dan dinamis, keberhasilan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh seberapa baik proses logistik dikelola. Salah satu aspek paling krusial dalam manajemen logistik adalah perencanaan kebutuhan logistik. Tahapan ini bukan sekadar menyusun daftar barang yang dibutuhkan, melainkan melibatkan analisis mendalam terhadap permintaan pasar, peramalan kebutuhan masa depan, serta pengaturan kapasitas gudang dan transportasi agar seluruh alur distribusi berjalan efisien dan tepat waktu.

Artikel ini akan mengulas secara rinci mengenai perencanaan kebutuhan logistik: mulai dari definisi, tujuan, langkah-langkah praktis, hingga contoh penerapannya dalam dunia nyata, sehingga pembaca dapat memahami pentingnya tahapan ini dalam mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan usaha.

Apa Itu Perencanaan Kebutuhan Logistik?

Perencanaan kebutuhan logistik adalah proses sistematis yang dilakukan untuk menentukan jenis, jumlah, waktu, lokasi, dan metode penyediaan logistik (barang, bahan baku, perlengkapan, dan jasa) yang diperlukan dalam mendukung aktivitas operasional suatu organisasi.

Dengan kata lain, ini adalah langkah awal yang menjadi dasar dari seluruh rangkaian aktivitas logistik lainnya—mulai dari pengadaan, penyimpanan, distribusi, hingga pengendalian logistik.

Tujuan Perencanaan Kebutuhan Logistik

Tujuan utama dari perencanaan kebutuhan logistik antara lain:

  • Memastikan ketersediaan barang tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai, dan di lokasi yang tepat.
  • Menghindari kekurangan atau kelebihan stok, yang dapat berdampak pada biaya penyimpanan atau kerugian karena stok kadaluwarsa.
  • Meningkatkan efisiensi rantai pasok dan produktivitas perusahaan.
  • Mengantisipasi fluktuasi permintaan agar perusahaan dapat merespons pasar secara cepat dan akurat.
  • Menjaga kepuasan pelanggan melalui pengiriman yang tepat waktu dan produk yang tersedia sesuai permintaan.

Langkah-Langkah dalam Perencanaan Kebutuhan Logistik

Perencanaan kebutuhan logistik bukanlah proses yang dapat dilakukan secara asal. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan secara berurutan dan terstruktur:

1. Analisis Permintaan Pelanggan dan Tren Penjualan

Langkah pertama adalah memahami permintaan pasar. Data historis penjualan, kebiasaan konsumen, tren musiman, dan analisis perilaku pelanggan harus dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui pola permintaan.

Contoh:
Perusahaan makanan ringan dapat melihat bahwa penjualan meningkat drastis menjelang hari raya seperti Idul Fitri atau Natal. Data ini menjadi acuan dalam menyusun kebutuhan logistik.

2. Peramalan Kebutuhan Barang dan Bahan Baku

Setelah tren permintaan dianalisis, perusahaan perlu melakukan forecasting atau peramalan kebutuhan. Peramalan ini biasanya berbasis data, baik menggunakan metode kuantitatif (statistik, regresi, time series) maupun kualitatif (expert judgement, survei pelanggan).

Contoh:
Sebuah perusahaan kosmetik memperkirakan akan terjadi lonjakan permintaan lipstik selama kampanye promosi online. Oleh karena itu, mereka merencanakan produksi dan pengadaan bahan baku jauh hari sebelum promosi dimulai.

3. Perencanaan Kapasitas Gudang dan Transportasi

Logistik tidak hanya soal ketersediaan barang, tapi juga soal penyimpanan dan distribusinya. Oleh karena itu, penting untuk merencanakan apakah kapasitas gudang dan armada distribusi mencukupi.

Contoh:
Jika perusahaan ritel online memprediksi akan mengirim 50% lebih banyak pesanan saat Harbolnas, maka perlu disiapkan gudang tambahan sementara dan kemitraan dengan jasa pengiriman ekspres.

4. Penjadwalan Pasokan (Supply Scheduling)

Langkah terakhir adalah membuat jadwal pasokan yang tepat, sehingga seluruh rantai pasok dapat bergerak secara sinkron dan tidak saling menghambat.

Contoh:
Pabrik sepeda motor menjadwalkan pengiriman suku cadang utama setiap Senin dan Kamis agar proses perakitan berjalan tanpa gangguan dan stok tidak menumpuk.

Studi Kasus: Perusahaan Ritel Menjelang Musim Liburan

Salah satu contoh nyata penerapan perencanaan kebutuhan logistik yang berhasil adalah yang dilakukan oleh perusahaan ritel besar saat menghadapi musim liburan akhir tahun.

Permasalahan:

Pada tahun-tahun sebelumnya, perusahaan ini selalu kehabisan stok mainan anak menjelang Natal dan Tahun Baru, sehingga banyak pelanggan yang kecewa.

Solusi:

  • Melakukan analisis penjualan tiga tahun terakhir.
  • Melakukan survei preferensi pelanggan melalui aplikasi e-commerce mereka.
  • Menyusun rencana pemesanan produk dari pemasok utama di luar negeri sejak bulan Oktober.
  • Menggunakan gudang sementara untuk menampung stok musiman.
  • Menyewa tambahan armada pengiriman untuk mendukung lonjakan pesanan.

Hasil:

Stok barang mencukupi, proses pengiriman tepat waktu, dan tingkat kepuasan pelanggan meningkat hingga 25%. Bahkan, mereka berhasil meningkatkan penjualan 40% dibanding tahun sebelumnya.

Mengapa Perencanaan Ini Tidak Boleh Diabaikan?

Kesalahan dalam perencanaan kebutuhan logistik dapat menyebabkan berbagai masalah serius, seperti:

  • Over stocking (kelebihan stok) → meningkatkan biaya penyimpanan.
  • Stock out (kekurangan stok) → kehilangan peluang penjualan.
  • Gangguan operasional → keterlambatan produksi atau distribusi.
  • Biaya darurat → pembelian mendadak dan ongkos kirim ekspres yang mahal.

Dengan perencanaan yang baik, perusahaan dapat mengelola risiko, mengoptimalkan biaya, dan meningkatkan daya saing secara keseluruhan.

Perencanaan kebutuhan logistik adalah tulang punggung dari manajemen logistik yang efektif. Dengan merancang kebutuhan logistik secara sistematis, perusahaan dapat memastikan bahwa seluruh proses rantai pasok berjalan lancar, efisien, dan responsif terhadap perubahan pasar.

Penerapan langkah-langkah yang terstruktur—mulai dari analisis permintaan hingga penjadwalan pasokan—akan membantu perusahaan menghindari pemborosan, mengurangi risiko operasional, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

2. Pengadaan dan Pembelian dalam Manajemen Logistik

Mengoptimalkan Rantai Pasok Melalui Proses Akuisisi yang Efisien

Dalam dunia bisnis yang kompetitif, kemampuan perusahaan untuk memperoleh barang dan jasa secara efisien dan berkualitas menjadi kunci keunggulan kompetitif. Salah satu fungsi krusial yang menopang kelancaran operasi tersebut adalah proses pengadaan dan pembelian.

Bayangkan jika sebuah pabrik tidak mendapatkan bahan baku tepat waktu, atau perusahaan ritel menerima produk berkualitas buruk dari pemasok. Hal ini dapat menghambat operasional, menurunkan reputasi perusahaan, dan tentu saja menambah biaya.

Oleh karena itu, artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai pengertian, tahapan utama, pentingnya efektivitas pengadaan, hingga contoh nyata dari dunia bisnis. Semuanya dikemas secara komunikatif agar mudah dipahami pembaca awam maupun pelaku bisnis profesional.

Apa Itu Pengadaan dan Pembelian?

Pengadaan dan pembelian adalah proses memperoleh barang, bahan baku, perlengkapan, atau jasa dari pihak eksternal untuk menunjang kebutuhan operasional organisasi atau perusahaan. Proses ini melibatkan sejumlah aktivitas administratif dan strategis mulai dari pencarian pemasok, negosiasi harga, kontrak kerja sama, hingga koordinasi pengiriman.

Dalam konteks manajemen logistik, fungsi ini bukan sekadar membeli barang, tetapi memastikan barang yang tepat, dari pemasok yang tepat, dengan harga yang tepat, dalam waktu yang tepat, dan pada jumlah yang tepat.

Istilah Terkait:

  • Procurement: Fokus pada proses strategis memilih vendor, kontrak, dan manajemen hubungan.
  • Purchasing: Lebih kepada aktivitas operasional membeli barang dan jasa.

Mengapa Pengadaan Itu Penting?

Peran pengadaan sangat strategis karena:

  • Menentukan kualitas input produksi (barang/jasa).
  • Berpengaruh langsung terhadap biaya operasional dan margin keuntungan.
  • Membentuk relasi jangka panjang dengan pemasok yang andal.
  • Menjamin kelancaran produksi dan layanan tanpa gangguan pasokan.

Pengadaan yang buruk bisa menyebabkan kekurangan bahan baku, keterlambatan produksi, biaya tambahan, hingga hilangnya kepercayaan pelanggan. Maka dari itu, pengelolaan pengadaan harus dilakukan secara profesional dan terintegrasi dengan sistem logistik perusahaan.

Tahapan Utama dalam Proses Pengadaan dan Pembelian

Pengadaan bukan proses instan, melainkan terdiri dari sejumlah langkah sistematis yang perlu dilakukan dengan teliti. Berikut ini adalah tahapan umumnya:

1. Seleksi Pemasok

Langkah pertama adalah memilih pemasok atau vendor berdasarkan kriteria tertentu seperti:

  • Kualitas produk
  • Harga bersaing
  • Kapasitas produksi
  • Kredibilitas dan reputasi
  • Kemampuan memenuhi tenggat waktu

Contoh:
Perusahaan elektronik memilih tiga vendor lokal untuk penyediaan komponen mikrochip. Vendor dipilih berdasarkan hasil audit fasilitas produksi dan rekam jejak pengiriman tepat waktu selama dua tahun terakhir.

2. Negosiasi Kontrak dan Harga

Setelah pemasok potensial dipilih, tahap berikutnya adalah negosiasi mengenai:

  • Harga satuan dan diskon kuantitas
  • Syarat dan metode pembayaran
  • Waktu pengiriman
  • Garansi atau pengembalian
  • Ketentuan penalti keterlambatan

Contoh:
Perusahaan konstruksi berhasil menegosiasikan harga semen 10% lebih murah untuk pemesanan dalam jumlah besar dengan syarat pembayaran termin 60 hari.

3. Penerbitan Purchase Order (PO)

Setelah kesepakatan tercapai, perusahaan akan membuat Purchase Order (PO), yaitu dokumen resmi berisi rincian pesanan:

  • Nama dan jumlah barang
  • Harga satuan dan total biaya
  • Jadwal pengiriman
  • Alamat pengiriman
  • Nomor referensi transaksi

PO menjadi dasar legal antara pembeli dan pemasok.

4. Koordinasi Pengiriman

Setelah PO dikirim ke pemasok, tahap selanjutnya adalah koordinasi pengiriman barang, meliputi:

  • Konfirmasi waktu dan moda transportasi
  • Pelacakan pengiriman (tracking)
  • Penerimaan barang di gudang
  • Pemeriksaan kesesuaian dan kelengkapan

Contoh:
Pabrik minuman menerima bahan baku dari dua pemasok berbeda dan menjadwalkan pengiriman secara berkala setiap Senin dan Kamis untuk menjaga ritme produksi.

Pengadaan Efektif: Kunci Keberhasilan Operasional

Pengadaan yang dilakukan secara efektif memberikan manfaat besar bagi perusahaan, di antaranya:

1. Menekan Biaya Produksi

Dengan strategi negosiasi dan pemilihan pemasok yang tepat, perusahaan bisa memperoleh harga terbaik dan menghindari pemborosan.

2. Meminimalkan Keterlambatan Produksi

Pemasok yang andal menjamin ketersediaan barang tepat waktu, sehingga produksi berjalan lancar tanpa gangguan.

3. Menjamin Kualitas Produk

Input yang berkualitas dari pemasok akan menghasilkan output yang berkualitas pula. Hal ini berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.

4. Mendukung Keberlanjutan Bisnis

Relasi jangka panjang yang baik dengan pemasok mendukung kelangsungan rantai pasok dalam jangka panjang, terutama saat menghadapi krisis.

Studi Kasus: Pengadaan Suku Cadang dengan Sistem Just-in-Time

Skenario:
Sebuah pabrik otomotif di Karawang menerapkan sistem Just-in-Time (JIT) untuk pengadaan suku cadang, seperti transmisi dan suspensi.

Strategi yang Diterapkan:

  • Bekerja sama dengan vendor lokal untuk mengurangi waktu pengiriman.
  • Menyesuaikan pengiriman suku cadang berdasarkan jadwal produksi harian.
  • Menghindari biaya penyimpanan besar di gudang.

Hasil:

  • Efisiensi biaya logistik meningkat 20%.
  • Ruang gudang yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk komponen bernilai tinggi.
  • Produksi berjalan tanpa stok mengendap.

Tantangan dalam Pengadaan dan Solusinya

Tantangan

Solusi Strategis

Harga bahan baku yang fluktuatif

Gunakan kontrak jangka panjang dengan harga tetap

Keterlambatan dari pemasok

Miliki vendor alternatif sebagai cadangan

Ketidakpastian permintaan pasar

Terapkan sistem perencanaan permintaan adaptif

Barang rusak saat diterima

Terapkan Quality Assurance dan inspeksi penerimaan

Pengadaan dan pembelian bukan hanya kegiatan administratif membeli barang atau jasa, tetapi merupakan strategi penting dalam menciptakan efisiensi operasional dan keunggulan bersaing. Dengan proses yang sistematis dan terintegrasi, pengadaan dapat memastikan bahan baku dan produk tersedia tepat waktu, dengan harga kompetitif, dan kualitas yang terjamin.

Perusahaan yang mampu mengelola proses ini dengan baik akan lebih siap menghadapi tantangan pasar dan lebih adaptif terhadap perubahan permintaan konsumen.

3. Penerimaan dan Penyimpanan dalam Manajemen Logistik

Menjamin Kualitas dan Efisiensi dari Gudang ke Konsumen

Dalam manajemen logistik, kelancaran proses tidak hanya bergantung pada pengadaan barang saja, tetapi juga pada bagaimana barang diterima dan disimpan secara efektif. Tahapan penerimaan dan penyimpanan sering kali dianggap sebagai kegiatan administratif belaka, padahal justru di sinilah awal dari keberhasilan manajemen gudang dan distribusi.

Bayangkan jika sebuah perusahaan menerima barang yang salah jumlah atau rusak, atau menyimpan produk tanpa sistem yang tertata—akibatnya bisa fatal: dari kerugian finansial hingga turunnya kepercayaan pelanggan.

Artikel ini membahas secara lengkap dan praktis tentang apa itu penerimaan dan penyimpanan, proses yang harus dilalui, sistem yang umum digunakan, serta contoh aplikasinya di dunia nyata agar pembaca dari kalangan awam maupun profesional dapat lebih memahami urgensi dan teknisnya secara utuh.

Apa Itu Penerimaan dan Penyimpanan?

Penerimaan dan penyimpanan adalah dua tahap penting dalam rantai logistik yang mencakup:

  1. Penerimaan barang: Aktivitas menerima barang dari pemasok, memeriksa kesesuaian dan kualitas barang, serta mencatat transaksi secara administratif.
  2. Penyimpanan barang: Proses menempatkan barang ke lokasi penyimpanan (gudang) dengan sistem yang terorganisasi, efisien, dan mudah dilacak.

Kedua aktivitas ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut manajemen risiko, efisiensi biaya, dan kualitas pelayanan logistik.

Mengapa Tahapan Ini Penting?

Banyak perusahaan menghadapi masalah seperti kehilangan barang, kerusakan produk, kesalahan pengiriman, dan stok mati karena proses penerimaan dan penyimpanan yang tidak terkelola dengan baik.

Beberapa alasan mengapa tahap ini sangat penting:

  • Menjamin kualitas dan kuantitas barang yang diterima.
  • Menghindari kesalahan pencatatan stok yang dapat mengganggu proses distribusi.
  • Memudahkan pengelolaan persediaan dan pelacakan barang.
  • Menghemat biaya penyimpanan dengan penggunaan ruang gudang yang efisien.
  • Memastikan keamanan barang selama berada di fasilitas perusahaan.

Proses Penerimaan Barang

Berikut adalah tahapan yang umum dilakukan dalam proses penerimaan barang:

1. Pemeriksaan Fisik dan Administratif

Ketika barang tiba di gudang, tim logistik harus melakukan dua jenis pemeriksaan:

  • Pemeriksaan fisik: Mengecek jumlah, kondisi kemasan, kerusakan, dan kesesuaian jenis barang.
  • Pemeriksaan administratif: Memverifikasi dokumen seperti faktur, surat jalan, dan Purchase Order (PO) untuk memastikan barang yang diterima sesuai dengan yang dipesan.

Contoh:
Sebuah perusahaan distribusi menerima kiriman 500 unit smartphone. Tim logistik memeriksa kesesuaian tipe, jumlah, dan kondisi unit dengan dokumen PO yang tercatat. Ditemukan 5 unit rusak, sehingga dibuat laporan retur ke pemasok.

2. Pencatatan ke Sistem Informasi

Setelah pemeriksaan selesai, barang yang sesuai akan dicatat dalam sistem informasi logistik (Warehouse Management System/WMS) untuk pembaruan stok. Pencatatan ini penting untuk pelacakan dan manajemen persediaan.

Contoh:
Setiap unit laptop yang masuk dicatat ke dalam sistem menggunakan barcode scanner yang langsung mengupdate posisi dan status barang di gudang.

3. Labeling dan Penempatan Barang

Setelah dicatat, barang diberi label atau kode untuk mempermudah identifikasi dan pengambilan saat dibutuhkan. Label ini bisa berupa barcode, QR code, atau kode internal lainnya.

Barang kemudian disimpan sesuai dengan:

  • Jenis barang
  • Tingkat rotasi (cepat/lambat)
  • Kebutuhan pendinginan (untuk produk makanan/obat)
  • Ukuran dan berat

Contoh:
Gudang penyimpanan produk elektronik menyimpan TV LED 42 inci di rak tinggi, sementara produk kecil seperti kabel dan baterai disimpan di rak bawah dekat area pengiriman.

Sistem Penyimpanan yang Umum Digunakan

Setiap perusahaan memiliki strategi penyimpanan yang berbeda sesuai jenis produk, tingkat rotasi, dan volume barang. Berikut tiga sistem penyimpanan populer dalam logistik:

1. First-In-First-Out (FIFO)

Barang yang masuk lebih dulu akan dikeluarkan lebih dulu. Sistem ini ideal untuk produk yang memiliki masa simpan (expiry date), seperti makanan, obat-obatan, atau kosmetik.

Contoh:
Gudang farmasi menggunakan FIFO agar obat-obatan yang sudah mendekati tanggal kedaluwarsa digunakan lebih dulu.

2. Last-In-First-Out (LIFO)

Barang yang masuk terakhir akan keluar terlebih dahulu. Sistem ini cocok digunakan pada situasi tertentu seperti penyimpanan bahan bangunan atau logistik barang tidak mudah rusak, meskipun jarang digunakan karena tidak sesuai dengan praktik akuntansi yang umum.

Contoh:
Gudang material proyek konstruksi kadang menggunakan sistem LIFO karena lokasi penyimpanan bersifat terbuka dan akses paling mudah adalah ke tumpukan teratas.

3. Just-In-Time (JIT)

Barang datang dan langsung digunakan, sehingga tidak perlu penyimpanan dalam jumlah besar. Sistem ini menekan biaya gudang dan mempercepat proses produksi, namun menuntut koordinasi tinggi dengan pemasok.

Contoh:
Pabrik perakitan sepeda motor menerapkan JIT agar suku cadang seperti rem dan knalpot langsung masuk ke lini produksi tanpa harus disimpan terlebih dahulu.

Studi Kasus: Gudang Farmasi dan Sistem FIFO

Situasi:
Perusahaan distribusi farmasi memiliki ribuan jenis obat yang memiliki masa kedaluwarsa berbeda.

Tantangan:

  • Risiko tinggi terhadap produk kedaluwarsa.
  • Kesalahan pengambilan barang saat pengiriman ke apotek.

Solusi:

  • Menerapkan sistem FIFO berbasis barcode.
  • Mengatur layout gudang dengan produk paling lama di bagian depan rak.
  • Memberikan pelatihan kepada staf gudang tentang pentingnya rotasi stok.

Hasil:

  • Produk kedaluwarsa berkurang hingga 80%.
  • Proses picking menjadi lebih cepat dan akurat.
  • Tingkat kepuasan mitra apotek meningkat karena pengiriman lebih tepat.

Tantangan Umum dan Cara Mengatasinya

Tantangan

Solusi Praktis

Barang rusak saat diterima

Pemeriksaan menyeluruh dan pelaporan retur otomatis

Kesalahan pencatatan stok

Gunakan WMS dan pelatihan staf

Penempatan barang tidak efisien

Terapkan sistem zonasi dan layout gudang berbasis ABC

Rotasi stok tidak optimal

Gunakan FIFO dan kontrol tanggal kedaluwarsa

Proses penerimaan dan penyimpanan merupakan jantung dari operasional logistik yang efisien dan terukur. Dengan prosedur yang tertata, sistem pencatatan yang andal, serta metode penyimpanan yang sesuai dengan karakteristik produk, perusahaan dapat menjamin ketersediaan barang, menjaga kualitas, serta menekan biaya operasional secara signifikan.

Mengelola tahapan ini dengan baik bukan hanya menjaga kelancaran aktivitas logistik, tapi juga memperkuat kepercayaan pelanggan dan memperpanjang umur produk di pasaran.

4. Distribusi dan Pengiriman dalam Manajemen Logistik

Mengantarkan Nilai ke Tangan Pelanggan dengan Efisien dan Akurat

Dalam dunia bisnis yang bergerak cepat dan semakin berbasis digital, kecepatan dan ketepatan pengiriman barang menjadi faktor penting dalam memenangkan hati pelanggan. Tak cukup hanya memiliki produk berkualitas atau gudang yang tertata, perusahaan juga dituntut untuk memastikan bahwa produk sampai ke tangan konsumen tepat waktu, dalam kondisi baik, dan dengan biaya yang efisien.

Inilah peran strategis dari proses distribusi dan pengiriman dalam manajemen logistik. Distribusi bukan hanya tentang memindahkan barang dari titik A ke titik B, tetapi tentang mengelola jaringan, waktu, dan sumber daya agar barang bisa dikirimkan secara optimal ke berbagai titik tujuan.

Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai pengertian distribusi dan pengiriman, tahapan utama yang dilalui, strategi efektif yang dapat diterapkan, serta contoh nyata dalam dunia bisnis saat ini. Seluruh isi disusun dengan gaya bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami, menjadikannya ideal untuk pembaca dari berbagai latar belakang.

Apa Itu Distribusi dan Pengiriman?

Distribusi dan pengiriman adalah proses pemindahan barang dari gudang penyimpanan ke lokasi tujuan akhir, seperti toko (outlet), pusat distribusi regional, atau langsung ke pelanggan akhir. Tahap ini merupakan jembatan antara aktivitas internal perusahaan dan pengalaman nyata yang diterima oleh pelanggan.

Distribusi yang dikelola dengan baik akan:

  • Mempercepat waktu sampai barang ke konsumen.
  • Mengurangi biaya operasional.
  • Meningkatkan kepuasan pelanggan.
  • Menurunkan risiko kerusakan atau kehilangan barang selama pengiriman.

Tahapan Utama dalam Distribusi dan Pengiriman

Agar proses distribusi dan pengiriman berjalan efisien, ada beberapa tahapan penting yang harus diperhatikan dan dikelola secara cermat:

1. Pengelompokan Pesanan Berdasarkan Lokasi dan Prioritas

Sebelum barang dikirim, pesanan perlu dikelompokkan berdasarkan:

  • Wilayah geografis untuk efisiensi rute.
  • Jenis layanan (reguler, ekspres, same-day delivery).
  • Prioritas pelanggan, misalnya pelanggan besar atau pelanggan berlangganan.

Contoh:
Perusahaan logistik membagi pengiriman harian menjadi tiga zona: utara, tengah, dan selatan kota untuk menghindari pengulangan rute dan mempersingkat waktu pengiriman.

2. Penjadwalan Pengiriman

Penjadwalan pengiriman mencakup kapan dan dalam urutan mana pengiriman dilakukan. Ini harus disesuaikan dengan:

  • Jam operasional pelanggan (tidak semua toko buka 24 jam).
  • Estimasi waktu tempuh.
  • Ketersediaan armada dan sopir.

Contoh:
Sebuah distributor makanan segar menjadwalkan pengiriman ke restoran pada dini hari agar bahan tiba sebelum jam buka operasional.

3. Pemilihan Moda Transportasi

Pemilihan moda transportasi sangat menentukan efisiensi biaya dan waktu. Pilihan yang umum antara lain:

  • Truk untuk pengiriman darat dan volume besar.
  • Kurir motor untuk pengiriman jarak pendek dan cepat.
  • Kereta api untuk distribusi antar kota besar dengan biaya rendah.
  • Pesawat untuk pengiriman jarak jauh dan waktu terbatas (expedited delivery).

Contoh:
Perusahaan e-commerce besar seperti Tokopedia atau Shopee menggunakan kombinasi truk dan pesawat untuk pengiriman antar pulau agar tetap cepat tapi efisien.

4. Pemantauan Status Pengiriman

Pengiriman yang baik harus terpantau secara real-time untuk:

  • Mengetahui lokasi dan status barang.
  • Memberikan informasi kepada pelanggan.
  • Mengantisipasi keterlambatan dan gangguan.

Teknologi tracking berbasis GPS, IoT, dan sistem ERP (Enterprise Resource Planning) sangat berperan dalam tahap ini.

Contoh:
Pengguna aplikasi e-commerce dapat memantau posisi kurir dan estimasi waktu tiba (ETA) langsung dari aplikasi mereka, seperti yang dilakukan oleh GrabExpress, JNE, atau Gojek.

Strategi Efektif dalam Distribusi dan Pengiriman

Agar distribusi berjalan optimal dan tidak hanya cepat tapi juga hemat biaya, perusahaan perlu menerapkan strategi yang adaptif dan berbasis teknologi.

1. Optimalisasi Rute Pengiriman

Rute pengiriman harus dirancang berdasarkan data lalu lintas, jarak tempuh, jumlah paket, dan kondisi jalan. Sistem manajemen rute berbasis AI dapat membantu menentukan jalur tercepat dan termurah.

Manfaat:

  • Mengurangi biaya bahan bakar.
  • Menghemat waktu sopir.
  • Menambah jumlah pengiriman per hari.

Contoh:
Perusahaan logistik menggunakan perangkat lunak “route optimizer” yang secara otomatis menyusun rute terbaik untuk armada setiap harinya.

2. Integrasi Sistem Pelacakan (Tracking System)

Pelacakan memungkinkan perusahaan dan pelanggan memantau status pesanan secara real-time. Sistem ini biasanya berbasis:

  • GPS
  • Barcode scanner
  • RFID
  • Cloud-based tracking dashboard

Contoh:
J&T Express dan SiCepat memiliki sistem pelacakan online yang menampilkan status paket dari “dijemput” hingga “diterima”.

3. Pemanfaatan Pihak Ketiga (3PL)

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian atau seluruh fungsi logistik kepada Third-Party Logistics (3PL) untuk menghemat investasi pada infrastruktur, kendaraan, dan sumber daya manusia.

Keuntungan:

  • Fleksibilitas tinggi dalam menghadapi lonjakan permintaan.
  • Fokus pada bisnis inti.
  • Akses ke teknologi dan jaringan distribusi yang lebih luas.

Contoh:
Perusahaan kosmetik kecil menggunakan layanan pengiriman dari pihak ketiga seperti Ninja Xpress agar tetap bisa menjangkau pelanggan di seluruh Indonesia tanpa memiliki armada sendiri.

Studi Kasus: Pengiriman Real-Time oleh E-Commerce

Konteks:
Sebuah perusahaan e-commerce nasional menghadapi tantangan keterlambatan pengiriman di kota besar karena kemacetan lalu lintas.

Solusi:

  • Menerapkan sistem GPS tracking di aplikasi mobile.
  • Menggunakan algoritma pengoptimalan rute yang memperbarui jadwal kurir setiap 30 menit.
  • Menyediakan fitur live tracking untuk pelanggan.

Hasil:

  • Waktu pengiriman berkurang rata-rata 25%.
  • Pengaduan pelanggan turun 40%.
  • Tingkat kepuasan pelanggan naik signifikan.

Tantangan dan Solusi dalam Distribusi dan Pengiriman

Tantangan

Solusi Strategis

Keterlambatan akibat lalu lintas

Gunakan teknologi route optimizer dan pelacakan waktu nyata

Kerusakan barang saat pengiriman

Gunakan kemasan yang tepat dan pelatihan sopir

Biaya logistik yang tinggi

Gabungkan pengiriman (consolidation), gunakan 3PL

Kesalahan alamat tujuan

Integrasi sistem pesanan dengan peta digital (geotagging)

Distribusi dan pengiriman bukan sekadar akhir dari proses logistik, tetapi justru menjadi momen penting dalam menciptakan kepuasan pelanggan. Ketepatan waktu, keakuratan produk, dan efisiensi biaya hanya bisa dicapai jika perusahaan mampu merencanakan, mengelola, dan memantau pengiriman secara sistematis dan berbasis data.

Dengan mengadopsi strategi seperti optimalisasi rute, pelacakan real-time, dan kolaborasi dengan pihak ketiga, perusahaan akan lebih siap menghadapi tantangan distribusi modern—sekaligus memperkuat daya saing di pasar yang semakin menuntut kecepatan dan keakuratan.

5. Pemantauan dan Pengendalian dalam Manajemen Logistik

Mengawal Kelancaran Operasional dari Gudang ke Konsumen

Dalam dunia logistik modern yang kompleks dan dinamis, perencanaan yang baik saja tidak cukup. Diperlukan kemampuan untuk memantau dan mengendalikan jalannya proses logistik secara real-time agar dapat memastikan bahwa semua aktivitas berlangsung sesuai rencana dan mencapai target yang diharapkan.

Tahapan pemantauan dan pengendalian adalah fondasi utama dalam menjaga efisiensi dan efektivitas rantai pasok. Dengan sistem pemantauan yang akurat dan pengendalian yang responsif, perusahaan dapat mendeteksi masalah sejak dini, meminimalkan risiko, dan mempercepat pengambilan keputusan secara tepat.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara terperinci apa itu pemantauan dan pengendalian dalam logistik, aktivitas yang terlibat, alat bantu yang digunakan, hingga contoh

Apa Itu Pemantauan dan Pengendalian?

Pemantauan dan pengendalian dalam konteks logistik adalah proses sistematis untuk:

  • Mengamati (monitoring) seluruh kegiatan logistik, seperti stok, pengiriman, dan kinerja vendor.
  • Mengendalikan (controlling) aktivitas tersebut agar tetap berada dalam koridor target yang telah ditetapkan (anggaran, waktu, kualitas, dan volume).

Fungsi ini merupakan bagian dari manajemen operasional yang bertujuan untuk:

  • Menjamin keakuratan dan konsistensi pelaksanaan.
  • Mengurangi kesalahan dan ketidaksesuaian.
  • Memastikan layanan logistik berjalan sesuai standar.

Aktivitas Utama dalam Pemantauan dan Pengendalian

Beberapa kegiatan utama dalam proses ini mencakup berbagai aspek logistik, mulai dari stok hingga pengiriman, sebagai berikut:

1. Monitoring Stok Barang

Pemantauan stok bertujuan untuk memastikan:

  • Jumlah barang yang tersedia mencukupi.
  • Tidak terjadi kekurangan (stockout) atau kelebihan (overstock).
  • Rotasi barang berjalan sesuai metode penyimpanan (misalnya FIFO).

Contoh:
Perusahaan ritel menggunakan sistem barcode scanner dan software gudang (WMS) untuk mengetahui secara real-time jumlah dan lokasi setiap produk di gudang. Saat stok mencapai ambang minimum, sistem akan otomatis mengirimkan notifikasi reorder.

2. Pemantauan Waktu Pengiriman

Mengetahui status dan waktu tempuh pengiriman secara real-time memungkinkan perusahaan:

  • Menginformasikan pelanggan secara akurat.
  • Mengantisipasi keterlambatan karena cuaca atau kemacetan.
  • Mengoptimalkan jadwal dan rute pengiriman.

Contoh:
Jasa pengiriman ekspres menggunakan GPS dan IoT sensor untuk melacak posisi kendaraan. Sistem secara otomatis memperkirakan waktu sampai (ETA) dan memperbarui informasi kepada pelanggan melalui aplikasi.

3. Pengukuran Kinerja Pemasok dan Transportasi

Kinerja pemasok dan transportasi dapat diukur menggunakan indikator seperti:

  • Ketepatan waktu pengiriman.
  • Jumlah produk cacat/rusak.
  • Kecepatan respons atas komplain.
  • Biaya transportasi per unit barang.

Contoh:
Sebuah pabrik elektronik rutin mengevaluasi vendor berdasarkan vendor scorecard. Vendor dengan performa rendah diberi sanksi atau diganti.

4. Pengelolaan Risiko Logistik

Pengendalian risiko meliputi:

  • Mengidentifikasi potensi gangguan (cuaca, kerusakan alat, konflik kerja).
  • Menyiapkan rencana kontinjensi.
  • Meminimalkan dampak dari insiden tak terduga.

Contoh:
Perusahaan makanan cepat saji memasang sensor suhu di dalam kontainer untuk menjaga bahan makanan tetap segar. Jika suhu melebihi batas, alarm akan berbunyi, dan armada dapat segera diganti.

Alat Bantu Teknologi dalam Pemantauan dan Pengendalian

Dalam era digital, berbagai perangkat lunak dan sistem teknologi informasi sangat membantu dalam meningkatkan akurasi dan efisiensi pemantauan logistik:

1. Warehouse Management System (WMS)

Merupakan sistem berbasis IT untuk:

  • Mengelola aliran barang masuk dan keluar dari gudang.
  • Mencatat setiap transaksi stok secara otomatis.
  • Menyusun tata letak dan kapasitas penyimpanan.

Contoh:
WMS di gudang e-commerce memungkinkan pengecekan stok secara akurat hanya dalam hitungan detik.

2. Transport Management System (TMS)

TMS digunakan untuk:

  • Merencanakan dan mengatur jadwal pengiriman.
  • Menentukan rute dan moda transportasi terbaik.
  • Melacak posisi kendaraan secara real-time.

Contoh:
Sistem TMS di perusahaan logistik menggabungkan data lalu lintas dari Google Maps untuk menghindari kemacetan dan mempercepat waktu kirim.

3. Dashboard KPI Logistik

KPI (Key Performance Indicator) digunakan untuk mengukur keberhasilan operasional secara kuantitatif, antara lain:

  • On-Time Delivery Rate
  • Order Accuracy
  • Inventory Turnover
  • Transportation Cost per Shipment

Contoh:
Manajer logistik menggunakan dashboard KPI untuk memantau performa mingguan dan membuat laporan untuk rapat manajemen.

Studi Kasus: Kontrol Suhu dalam Distribusi Makanan Cepat Saji

Latar Belakang:

Sebuah perusahaan makanan cepat saji nasional mengirimkan bahan makanan beku ke lebih dari 100 cabang setiap minggu.

Tantangan:

  • Produk harus dikirim dalam suhu -18°C.
  • Perubahan suhu sekecil apapun dapat merusak kualitas makanan.

Solusi:

  • Dipasang sensor suhu digital di kontainer pengiriman.
  • Data suhu dipantau melalui dashboard cloud-based yang terhubung ke kantor pusat.
  • Jika terjadi penyimpangan suhu, tim logistik segera mengambil tindakan.

Hasil:

  • Kerusakan bahan baku turun hingga 90%.
  • Cabang tidak lagi mengalami keterlambatan karena harus menunggu penggantian bahan rusak.
  • Efisiensi biaya logistik meningkat.

Tantangan dalam Pemantauan dan Pengendalian Logistik

Tantangan

Solusi Praktis

Data stok tidak akurat

Gunakan sistem WMS dan lakukan audit stok secara rutin

Keterlambatan pengiriman

Terapkan TMS dan monitoring waktu tempuh real-time

Risiko kehilangan barang

Gunakan sensor, pelacakan RFID/barcode, dan SOP keamanan

Kurangnya visibilitas kinerja vendor

Gunakan dashboard KPI dan sistem penilaian vendor berkala

Pemantauan dan pengendalian adalah jantung dari sistem logistik yang tangguh. Melalui pemantauan yang cermat dan pengendalian yang responsif, perusahaan dapat mengantisipasi masalah, mengukur kinerja secara objektif, serta menjamin kualitas dan keandalan layanan logistik kepada pelanggan.

Dengan dukungan teknologi seperti WMS, TMS, dan dashboard KPI, proses logistik menjadi semakin transparan, terukur, dan terkendali. Dalam era digital yang menuntut kecepatan dan akurasi, kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan setiap aspek logistik secara real-time adalah kunci untuk bertahan dan tumbuh secara kompetitif.

6.Evaluasi dan Perbaikan Proses dalam Manajemen Logistik

Mendorong Efisiensi Berkelanjutan melalui Analisis dan Inovasi Operasional

Manajemen logistik yang efektif bukan hanya soal merencanakan dan menjalankan proses distribusi dengan baik, tetapi juga terus mengukur, mengevaluasi, dan menyempurnakan proses yang ada. Dunia bisnis yang kompetitif dan terus berubah menuntut organisasi untuk tidak hanya bekerja keras, tetapi juga bekerja cerdas—dan itu hanya bisa dilakukan melalui evaluasi yang terstruktur dan perbaikan yang berkelanjutan.

Evaluasi dan perbaikan proses logistik merupakan langkah kritis yang menentukan apakah sistem logistik yang telah berjalan mampu memenuhi tujuan bisnis secara efisien dan responsif terhadap perubahan pasar, teknologi, dan kebutuhan pelanggan.

Melalui artikel ini, kita akan membahas secara lengkap mengenai tujuan evaluasi, langkah-langkah yang perlu dilakukan, metode yang digunakan, serta contoh penerapan di dunia nyata.

Apa Itu Evaluasi dan Perbaikan Proses Logistik?

Pengertian dan Tujuan

Evaluasi proses logistik adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana seluruh tahapan dalam manajemen logistik (perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, pengendalian) berjalan efektif dan efisien sesuai standar yang telah ditentukan.

Sementara itu, perbaikan proses mengacu pada tindakan sistematis yang dilakukan untuk meningkatkan performa logistik berdasarkan hasil evaluasi.

Tujuan utamanya antara lain:

  • Mengidentifikasi area dengan performa rendah.
  • Meningkatkan efisiensi operasional.
  • Menurunkan biaya logistik.
  • Mempercepat waktu layanan.
  • Meningkatkan kepuasan pelanggan.
  • Menyesuaikan proses terhadap perubahan kondisi bisnis dan teknologi.

Langkah-Langkah Evaluasi Proses Logistik

Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang akurat dan berdampak, perusahaan perlu melakukan tahapan-tahapan berikut secara berkala dan sistematis:

1. Audit Logistik Berkala

Audit logistik merupakan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh aktivitas logistik, baik dari sisi operasional maupun administratif. Audit mencakup:

  • Akurasi data inventaris
  • Efisiensi penyimpanan dan pengiriman
  • Kepatuhan terhadap prosedur kerja
  • Evaluasi penggunaan teknologi

Contoh:
Perusahaan e-commerce melakukan audit triwulanan pada gudangnya dan menemukan bahwa 15% pengembalian barang disebabkan oleh kesalahan picking. Ini menjadi dasar untuk memperbaiki sistem pengambilan barang.

2. Analisis Key Performance Indicators (KPI)

KPI digunakan untuk mengukur kinerja logistik secara kuantitatif dan obyektif. Beberapa KPI logistik yang umum digunakan antara lain:

  • On-Time Delivery Rate (persentase pengiriman tepat waktu)
  • Inventory Turnover (kecepatan perputaran stok)
  • Order Accuracy (tingkat kesalahan pemrosesan pesanan)
  • Transport Cost per Shipment (biaya per pengiriman)

Contoh:
Sebuah perusahaan manufaktur melihat penurunan KPI “order fulfillment rate” selama 3 bulan berturut-turut dan memutuskan untuk mengevaluasi alur kerja packing dan pengiriman.

3. Feedback dari Pelanggan dan Mitra

Umpan balik adalah sumber informasi berharga yang bisa memberikan perspektif langsung dari pengguna akhir layanan logistik:

  • Survei kepuasan pelanggan
  • Wawancara dengan mitra distribusi
  • Laporan keluhan dan masukan

Contoh:
Retailer nasional menerima banyak keluhan pelanggan soal keterlambatan pengiriman di area tertentu. Setelah diselidiki, penyebabnya adalah rute distribusi yang kurang efisien dan segera dilakukan pengubahan rute.

4. Implementasi Continuous Improvement

Evaluasi tidak cukup hanya berhenti pada analisis masalah, tetapi harus diikuti dengan aksi perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement). Pendekatan ini bersifat proaktif dan melibatkan seluruh level organisasi.

Contoh:
Perusahaan logistik menerapkan “Kaizen” atau perbaikan kecil harian dalam pengelolaan gudang. Hasilnya, produktivitas staf meningkat 10% dalam 3 bulan.

Metode Evaluasi dan Perbaikan Proses Logistik

Ada beberapa pendekatan metodologis yang telah terbukti efektif dalam mendukung evaluasi dan perbaikan proses logistik:

1. PDCA (Plan-Do-Check-Act)

Metode siklus PDCA digunakan untuk perbaikan berkelanjutan dalam proses bisnis:

  • Plan: Merencanakan perbaikan atau solusi.
  • Do: Menerapkan perubahan pada skala kecil terlebih dahulu.
  • Check: Mengevaluasi hasil implementasi.
  • Act: Jika efektif, lakukan implementasi penuh dan standarisasi.

Contoh:
Divisi logistik merancang skema baru pengemasan barang (Plan), melakukan uji coba pada satu lini produk (Do), mengukur efektivitasnya (Check), lalu menerapkannya ke seluruh produk (Act).

2. Six Sigma

Six Sigma bertujuan menghilangkan variasi dan kesalahan dalam proses logistik dengan menggunakan pendekatan berbasis data. Siklus DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control) adalah kerangka kerjanya.

Contoh:
Pabrik otomotif menggunakan Six Sigma untuk mengurangi kesalahan pengiriman komponen, dari 1:1000 menjadi 1:10.000 pengiriman.

3. Lean Logistics

Lean Logistics berfokus pada penghilangan pemborosan (waste) dalam proses logistik, seperti waktu tunggu, kelebihan stok, atau proses yang tidak memberi nilai tambah.

Contoh:
Distributor farmasi mengidentifikasi bahwa menunggu approval untuk pengiriman menyebabkan keterlambatan. Dengan menghilangkan langkah administratif yang tidak perlu, proses menjadi lebih cepat.

Studi Kasus: Evaluasi Bulanan di Perusahaan Manufaktur

Latar Belakang:

Sebuah perusahaan manufaktur komponen elektronik melakukan evaluasi logistik setiap bulan untuk menyesuaikan kapasitas produksi dan pengiriman.

Proses:

  • Melakukan audit terhadap data waktu pengiriman.
  • Menganalisis KPI delivery time dan cost per delivery.
  • Menerima laporan dari tim distribusi bahwa jalur pengiriman melewati daerah padat lalu lintas.

Perbaikan:

  • Merancang ulang rute distribusi untuk menghindari kemacetan.
  • Mengubah waktu keberangkatan dari siang ke pagi hari.

Hasil:

  • Waktu pengiriman berkurang 25%.
  • Kepuasan pelanggan meningkat karena pengiriman lebih cepat.
  • Biaya bahan bakar menurun secara signifikan.

Tantangan dan Solusi dalam Evaluasi Proses Logistik

Tantangan

Solusi Praktis

Data logistik tidak akurat

Gunakan sistem informasi real-time (WMS, TMS, ERP)

Resistensi terhadap perubahan

Libatkan karyawan dalam proses evaluasi dan pelatihan rutin

Kurangnya indikator kinerja yang jelas

Bangun KPI yang sesuai dengan tujuan bisnis

Kurang responsif terhadap masukan

Buat saluran umpan balik yang mudah dan ditindaklanjuti cepat

Evaluasi dan perbaikan proses logistik adalah langkah kunci dalam menciptakan sistem yang efisien, responsif, dan kompetitif. Evaluasi memungkinkan organisasi untuk mengenali titik lemah dan peluang peningkatan, sementara perbaikan berkelanjutan memastikan bahwa inovasi terus berjalan.

Melalui penerapan metode seperti PDCA, Six Sigma, dan Lean Logistics, perusahaan dapat secara sistematis menyempurnakan setiap aspek logistik. Dengan demikian, logistik tidak hanya menjadi fungsi pendukung, tetapi juga keunggulan strategis yang mendorong kepuasan pelanggan dan pertumbuhan bisnis.

Kesimpulan

Manajemen logistik adalah sistem yang kompleks namun sangat menentukan keberhasilan operasional dan pelayanan perusahaan. Proses yang dimulai dari perencanaan kebutuhan logistik hingga evaluasi dan perbaikan tidak dapat dijalankan secara terpisah-pisah, tetapi harus dilihat sebagai satu kesatuan rantai proses yang saling terintegrasi.

Perencanaan kebutuhan logistik yang akurat memastikan tersedianya barang sesuai waktu dan volume. Pengadaan dan pembelian yang efisien menjamin kualitas input dan menekan biaya operasional. Proses penerimaan dan penyimpanan yang tertata mendukung pengelolaan stok yang optimal. Distribusi dan pengiriman yang andal memperkuat kepuasan pelanggan. Sementara pemantauan dan pengendalian memberikan kemampuan untuk merespons masalah secara cepat. Semua itu harus didukung dengan evaluasi dan perbaikan berkelanjutan guna menjawab dinamika pasar yang terus berubah.

Melalui penerapan sistem informasi modern seperti WMS, TMS, hingga dashboard KPI, perusahaan mampu meningkatkan transparansi, akurasi, dan efisiensi operasionalnya. Dengan demikian, logistik bukan hanya menjadi urusan teknis semata, tetapi telah menjadi alat strategis dalam menciptakan nilai tambah dan keunggulan bersaing.

Daftar Pustaka

  1. Bowersox, D. J., Closs, D. J., & Cooper, M. B. (2013). Supply Chain Logistics Management. McGraw-Hill Education.
  2. Rushton, A., Croucher, P., & Baker, P. (2017). The Handbook of Logistics and Distribution Management: Understanding the Supply Chain (5th ed.). Kogan Page.
  3. Chopra, S., & Meindl, P. (2019). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. Pearson Education.
  4. Pujawan, I. N. (2010). Manajemen Rantai Pasok. Guna Widya.
  5. Hidayat, T. (2020). Manajemen Logistik dan Rantai Pasokan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
  6. Womack, J. P., & Jones, D. T. (2003). Lean Thinking: Banish Waste and Create Wealth in Your Corporation. Free Press.
  7. Heizer, J., Render, B., & Munson, C. (2020). Operations Management (13th ed.). Pearson Education.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Proses dalam Manajemen Logistik"

Posting Komentar